Latar Belakang Tuntutan Penggantian Wapres.
Forum Purnawirawan TNI AD baru-baru ini mengusulkan delapan tuntutan untuk "menyelamatkan Indonesia", salah satunya mengganti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Alasan mereka adalah kekhawatiran atas kompetensi Gibran dan proses pencalonannya yang dianggap cacat prosedur, terutama setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat batas usia cawapres melalui Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 .Â
Usulan ini memicu perdebatan: apakah mengganti wapres akan membawa keuntungan atau justru merugikan bangsa? Â Kami mencoba melihat dua sisi mata uang: untung atau rugi? Apapun pilihannya, kami menginginkan yang terbaik. Namun, harapan akhir tentu menginginkan kejadian seperti ini tidak terjadi lagi di masa depan. Hal ini menghabiskan energi kita sebagai bangsa. Semacam melakukan hal yang "unfaedah" atau #kegoblokanberjamaah.
Dari sisi untung, mengganti Wapres mempunyai beberapa dampak, diantaranya:
1. Memulihkan Integritas Proses Demokrasi.
  Pengangkatan Gibran sebagai cawapres dinilai sarat nepotisme karena MK---yang diketuai adik ipar Jokowi---mengubah aturan batas usia secara kontroversial . Menggantinya dapat memperbaiki citra demokrasi Indonesia dan mencegah preseden buruk bagi pemilu mendatang. Â
2. Mencegah Krisis Kepemimpinan
  Jika Presiden Prabowo berhalangan, Indonesia berisiko dipimpin wapres yang dianggap kurang berpengalaman. Penggantian dengan figur yang lebih kompeten bisa memastikan kesinambungan pemerintahan, terutama dalam mencapai target Indonesia Emas 2045 . Â
3. Meredam Kritik Publik dan Lembaga
  Tuntutan ini mencerminkan keresahan sebagian elite dan masyarakat terhadap praktik dinasti politik. Mengakomodasi usulan tersebut dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi negara . Â
Sebalikanya,, apa ruginya Mengganti Wapres? Beberapa hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan:
1. Mengganggu Stabilitas Koalisi.
  Prabowo masih bergantung pada dukungan politik Jokowi, yang memiliki basis kuat di parlemen dan birokrasi. Menghapus Gibran berpotensi merusak hubungan ini dan memicu konflik internal koalisi. Hal ini bisa berefek pada ketidakstabilan politik di parlemen, kecuali didapatkan konsensus bersama antar partai pendukung.
2. Proses Hukum yang Rumit.
  Pemakzulan wapres memerlukan proses panjang: DPR harus mengajukan permintaan ke MK dengan dukungan 2/3 anggota, lalu MPR memutuskan dengan kuorum 3/4 anggota . Proses ini berisiko mengalihkan fokus pemerintah dari agenda pembangunan.  Namun demikian, jika hal ini berhasil,tentu saja akan menjadi pelajaran baru bahwa sesuatu yang cacat prosedur sebaiknya diperbaiki sejak dari awal, bukan di kemudian kan.
3. Polarisasi Politik.
  Gibran dipilih oleh 58,59% rakyat dalam Pilpres 2024 . Penggantiannya bisa memicu penolakan dari pendukungnya, terutama jika dianggap sebagai intervensi sepihak dari kelompok tertentu.  Namun, hal ini akan menjadi lain dan bermartabat jika ditindaklanjuti oleh para pendukung koalisi presiden terpilih.
Berikut ini beberapa kasus penggantian pemimpin, termasuk di Indonesia.
1. Amerika Serikat (1974)
  Wakil Presiden Gerald Ford menggantikan Richard Nixon yang mengundurkan diri akibat skandal Watergate. Ford berhasil memulihkan kepercayaan publik meski tidak pernah memenangkan pemilu. Â