Mohon tunggu...
Murni Rianti
Murni Rianti Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan SMK Yudya Karya Kota Magelang

Membaca, menulis, traveling, berkebun, bertanam, kurator, olah raga jalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Malam Jumat

28 Januari 2023   07:54 Diperbarui: 28 Januari 2023   08:00 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujan deras malam jumat. Foto dokpri.

Tiba-tiba hujan deras. Aku menunggu di rumah kosong. Rumah kosong, tetapi suasana di luar terang.

Sepintas, rumah ini tampak biasa saja. Hanya gelap di dalam. Mungkin pemiliknya sedang pergi atau bisa juga belum pulang.

Kalau belum pulang, siapa yang menghidupkan lampu? Bisa saja bukan, kalau pemiliknya pergi sebelum magrib.

Aku menunggu di sini, bukan berarti tidak membawa payung. Derasnya hujan, menyayangkan rok panjang dan mengembang ini basah. Jadilah aku menunggu di sini, sambil berharap, hujan segera berhenti.

Kalau saja di rumah, aku akan mandi dengan pancuran air. Pancarannya kubuat deras. Juga sambil mendengarkan suara air hujan yang turun dengan cepat. Mata terpejam berafirmasi.

Bagiku afirmasi adalah doa, dengan membayangkan apa yang aku inginkan telah berada di genggamanku, di kamarku, di tempat tidurku yang jumbo ini.

Pernah kubaca dari buku bersampul warna cokelat kekuning-kuningan, dengan beberapa titik area berwana emas. Buku karya Nur Hasanah Namin dan Nur Salsabila, bahwa turunnya hujan, kesempatan terbaik untuk memanjatkan doa. Buku dengan label Rahasia kedahsyatan 12 Waktu Mustajab Untuk Berdoa.

Sejenak aku melihat ponsel. Disana tertera 19.50, berarti sudah menunggu 10 menit.

Waktu pandangan ke arah pintu, ada orang mengajak bonceng.

"Ayo aku antar. Kenapa harus tunggu di situ?" Tanyanya dengan senyum terbaiknya. Mungkin begitu.

Kaki ini kok ya mau saja melangkah mendekati motor dan dalam sekejap motor sudah bergerak dengan santai. Sepertinya kami sedang menikmati jalan-jalan,.

Jadi teringat,dulu kami sering pergi berdua, sebelum resmi serumah bareng.

Waktu menyadari aku tidak mengenal orang ini, aku bertanya. "Mungkin aku salah bonceng dan kamu salah ngajak, kamu siapa?"

"Lho, kamu ga kenal aku?"

Waktu itu pas melewati kuliner malam yang ramai. Setelah itu menyeberangi jalan dan memasuki daerah bengkel yang biasa digunakan para siswa praktek. Mereka ada di sana setelah pulang sekolah.

Anak-anak mendapat uang saku harian lima puluh ribu. Mereka ada di sana mulai pukul 16 sampai pukul 20. Itu jika ada siswa yang mendapat pesanan membuat teralis. Hanya boleh di sana rabu dan kamis saja. Sepertinya aku hanya tesenyum sambil melambaikan tangan saja.

Kini aku berada di kebun teh yang rimbun dengan penerangan yang baik. Lampu-lampu berjajar di jalan setapak menuju pondok mungil di ujung sana. Rumah dengan tatanan beragam tanaman hias dan lampu hias. Jika dibuka untuk umum, pasti banyak yang suka.

Payungku? Aku lupa.sejak kapan payung lepas dari tanganku. Semakin lama, kesadaran pulih. Ternyata aku berada di kasur jumboku. Saat ini pukul 22.30. Jadi aku tertidur hampir 3 jam?

Aku jadi ingat. Usai magrib Mbok Jumiah mengerikku. Selesai dikerik, aku rebahan sambil membaca lewat ponsel, Tetapi aku lupa apa yang aku baca. Ponselku mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun