Tahun 2025 menandai babak baru bagi arah kebijakan pangan nasional. Setelah hampir setahun menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas menegaskan kembali orientasi kebijakan pemerintah: berpihak pada petani, memperkuat ketahanan pangan nasional, dan menjamin ketersediaan beras.
Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Terbatas bertajuk Kebijakan Bidang Pangan pada 30 Desember 2024, yang juga dihadiri Presiden Prabowo Subianto. Sejak saat itu, langkah konkret mulai tampak dari hulu hingga hilir, dari sawah petani sampai rak pasar.
Delapan bulan kemudian, hasil kerja tersebut mulai terukur. Survei Litbang Kompas yang dipublikasikan 10 Oktober 2025 menunjukkan 77% publik menilai kesejahteraan petani meningkat signifikan dalam satu tahun terakhir.
Angka ini bukan hanya refleksi persepsi publik, tetapi juga cerminan perubahan nyata di lapangan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) atau indikator utama kesejahteraan petani naik dari 108,6 pada September 2024 menjadi 116,3 pada September 2025. Kenaikan ini berarti pendapatan petani tumbuh lebih cepat daripada kenaikan biaya produksi, sehingga mereka mengalami surplus riil.
Kenaikan kesejahteraan ini tidak datang begitu saja. Pemerintah memperkuat tiga pilar utama: kebijakan harga, dukungan pembiayaan, dan efisiensi rantai pasok. Pada sisi harga, Kementerian Pangan mendorong penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) baru untuk gabah kering panen di angka Rp6.000 per kilogram, naik 15% dari tahun sebelumnya.
Kebijakan ini memastikan petani tidak lagi menjual di bawah harga pokok produksi, sekaligus memberi sinyal ke pasar untuk menjaga stabilitas. Langkah ini disertai penguatan peran Bulog dalam penyerapan gabah langsung di tingkat desa, dengan target serapan 3,5 juta ton hingga akhir tahun.
Pada sisi pembiayaan, sinergi antara Himbara dan Kementerian Pangan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pangan mengalami perluasan. Hingga Agustus 2025, realisasi penyaluran KUR sektor pertanian mencapai Rp108 triliun, melonjak 28% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Skema bunga ringan 3% dan jaminan pemerintah terhadap 70% risiko kredit menjadi daya tarik utama bagi petani kecil. Di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, program ini berhasil mendorong munculnya koperasi pangan berbasis desa yang terintegrasi dengan lembaga keuangan mikro.
Kebijakan ini juga berdampak langsung terhadap ketahanan pangan nasional. Produksi beras tahun 2025 diperkirakan mencapai 32,1 juta ton, naik dari 31,4 juta ton pada 2024, meski terjadi fluktuasi iklim akibat fenomena El Nio lemah. Kementerian Pangan mencatat produktivitas lahan meningkat dari 5,2 ton menjadi 5,4 ton per hektare, seiring adopsi benih unggul dan sistem irigasi presisi.Â
Di sisi lain, tingkat impor beras menurun signifikan dari 2,3 juta ton pada 2024 menjadi sekitar 1,2 juta ton per Agustus 2025. Capaian ini memperkuat posisi Indonesia dalam upaya menuju swasembada beras yang berkelanjutan.