Mohon tunggu...
muna ulfa
muna ulfa Mohon Tunggu... Agen Asuransi

Seorang ibu rumah tanggah yang mengurusi segala hal rumah, dapur, dan akun ig artis. Pengomentar sejati di dunia maya. Menulis cerita sedih dan cinta untuk diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Love

37 Tahun, 37 Pelajaran Hidup yang (Ternyata) Nggak Ada di Buku Panduan

25 Juli 2025   22:58 Diperbarui: 25 Juli 2025   22:58 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
37 buah pelajaran hidup dari seorang wanita Aceh - foto adalah ilustrasi

 

Baru-baru ini gue sadar sesuatu yang fundamental: angka 37 itu aneh. Dia nggak seksi kayak 30 yang penuh optimisme "ini dekade gue!". Nggak juga bijaksana kayak 40 yang udah pasrah sambil nyicil kavling di dekat pemakaman. Usia 37 itu kayak episode filler di serial anime. Ceritanya jalan, tapi nggak ada perkembangan karakter yang signifikan. Cuma tiba-tiba, punggung lo sakit pas kebanyakan duduk, dan lo mulai googling "manfaat jintan hitam".

Di momen-momen kontemplatif sambil nungguin air galon keisi penuh inilah, gue merangkum 37 pelajaran hidup yang gue dapatkan. Bukan pelajaran dari buku motivasi Mario Teguh, tapi pelajaran yang didapat dari kerasnya kenyataan, seperti saat lo sadar promo cashback ada batas maksimalnya.

Tentang Duit & Kerjaan (Alias Seni Bertahan Hidup)

  1. "Passion" adalah kemewahan. "Cicilan" adalah kenyataan.

    • Dulu kita semua idealis, mau jadi seniman atau travel blogger. Tapi di usia 37, ada entitas gaib bernama "tagihan KPR" yang datang menagih tiap bulan. Passion itu enak dibicarakan di kafe, tapi cicilan adalah bos kita yang sebenarnya. Dia nggak peduli kita lagi ada writer's block atau nggak.

  2. Rapat yang bisa diselesaikan lewat email adalah bentuk terorisme korporat.

    • Waktu di usia 37 adalah aset paling berharga. Rapat dua jam untuk membahas sesuatu yang bisa diringkas dalam tiga poin di email adalah pencurian waktu yang dilegalkan. Disebut terorisme karena sama-sama menyandera kita di sebuah ruangan dan menimbulkan trauma.

  3. Kerja keras memang tidak mengkhianati hasil, tapi sering kali mengkhianati punggung dan jam tidur.

    • Dulu kita percaya kalau kerja keras pasti hasilnya bagus. Sekarang kita tahu, hasilnya mungkin bagus buat perusahaan, tapi buat badan kita? Punggung rasanya kayak abis dipake jadi jembatan darurat, dan lingkaran di bawah mata udah kayak target panahan.

  4. Investasi terbaik di usia 30-an ternyata bukan saham atau reksa dana, tapi kursi kerja yang ergonomis.

    • Anak muda heboh ngomongin saham. Kita di usia 37? Heboh nyari kursi yang bisa menopang tulang ekor dengan sempurna. Return on Investment-nya jelas: berkurangnya frekuensi kunjungan ke tukang urut. Ini investasi untuk masa depan yang bebas encok.

  5. Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada notifikasi "gaji masuk", kecuali notifikasi "libur tanggal merah".

    • Gaji itu kebahagiaan yang terukur, tapi fana. Begitu masuk, langsung terdistribusi ke berbagai cicilan. Tapi tanggal merah? Itu kebahagiaan murni. Sebuah hari di mana kita dibayar untuk tidak melakukan apa-apa. Sebuah anomali indah dalam kapitalisme.

  6. Lo akan sampai di titik di mana "cita-cita" berubah dari "menjadi astronot" menjadi "bisa tidur 8 jam tanpa kebangun buat kencing".

    • Ini adalah evolusi mimpi. Dulu kita ingin menyentuh bintang, sekarang kita cuma ingin menyentuh kasur selama 8 jam tanpa gangguan. Prioritas kita bergeser dari pencapaian eksternal ke pemulihan internal. Kebutuhan paling dasar (tidur) menjadi kemewahan tertinggi.

  7. "Work-life balance" itu mitos. Yang ada hanya "work-life damage control".

    • Konsep "seimbang" itu mengasumsikan ada dua sisi yang bisa berdiri tenang. Kenyataannya, kerjaan dan kehidupan pribadi itu saling serang kayak dua suporter bola fanatik. Tugas kita bukan menyeimbangkan, tapi memastikan kerusakan yang ditimbulkan masih bisa diperbaiki besok paginya.

Tentang Hubungan & Pertemanan (Alias Lingkaran Setan Sosial)

  1. Lingkaran pertemanan menyusut, tapi tagihan patungan kado nikahan membesar.

    • Logikanya, teman makin sedikit, pengeluaran sosial harusnya makin irit. Tapi semesta punya humor yang aneh. Teman yang tersisa inilah yang justru mulai menikah (lagi) atau punya anak (lagi). Kualitas pertemanan diukur dari seberapa besar nominal yang kita transfer untuk kado patungan.

  2. Definisi "sahabat" bergeser dari "yang selalu ada" menjadi "yang nggak nge-read doang pas ditagih utang".

    • Kedekatan emosional di usia 37 seringkali kalah dengan keandalan finansial. Lo bisa aja curhat panjang lebar, tapi persahabatan sejati diuji ketika dia nggak pura-pura amnesia pas ditanya, "Bro, duit patungan kemarin jadi gimana?".

  3. Pernikahan itu pada dasarnya adalah kesepakatan dua orang untuk saling mentolerir keanehan satu sama lain selamanya.

    • Romantisme film itu cuma ada di 2 tahun pertama. Sisanya adalah seni mentolerir. Mulai dari cara dia mencet odol dari tengah, sampai kebiasaannya ninggalin potongan kuku di tempat misterius. Pernikahan yang langgeng adalah kumpulan dari ribuan "ya udahlah, nggak apa-apa" yang tulus.

  4. Obrolan di grup WhatsApp teman lama 90% isinya cuma saling ngirim stiker bapak-bapak dan 10% ngerencanain bukber yang nggak pernah jadi.

    • Grup WA adalah museum digital pertemanan kita. Isinya cuma artefak-artefak masa lalu (foto aib) dan ritual modern (ngirim stiker bapak-bapak). Rencana ketemuan adalah fosil paling umum, selalu direncanakan, tidak pernah terwujud.

  5. "Aku sayang kamu" itu penting, tapi "Aku udah pesenin GoFood, ya" itu lebih menenangkan.

    • Di usia 37, cinta butuh bukti nyata. Kata-kata itu angin. Tapi notifikasi GoFood yang datang pas kita lagi capek-capeknya? Itu adalah bentuk cinta paling konkret yang bisa dirasakan oleh perut dan jiwa yang lelah.

  6. Lo sadar lo tua ketika lebih memilih datang ke undangan nikahan teman buat makan gratis daripada buat joget di depan pelaminan.

    • Dulu, undangan nikahan adalah ajang sosialita. Sekarang? Ajang kuliner. Fokus kita bergeser dari "wah, ketemu siapa aja ya di sana?" menjadi "semoga ada kambing guling sama zuppa soup."

  7. Pasangan yang ideal bukanlah yang sempurna, tapi yang level anehnya masih bisa lo toleransi.

    • Mencari kesempurnaan itu melelahkan. Di usia ini, kita sadar kita juga aneh. Jadi, tujuan akhirnya adalah menemukan orang lain yang level anehnya masih satu frekuensi dengan kita. Saling aneh, tapi nyambung.

Tentang Diri Sendiri & Kewarasan (Alias Perang Batin Tiada Akhir)

  1. "Nggak apa-apa" adalah kebohongan terbesar yang kita katakan pada diri sendiri setelah makan seblak level 5.

    • Ini adalah mekanisme pertahanan standar orang dewasa. Kita bilang "nggak apa-apa" padahal di dalam, lambung kita lagi demo karena seblak, dan hati kita lagi demo karena revisi dari bos.

  2. Kebahagiaan tertinggi seorang introvert adalah ketika sebuah acara yang harusnya didatangi tiba-tiba dibatalkan.

    • Energi sosial kita punya kuota. Ketika sebuah acara batal, rasanya seperti dapat bonus kuota 100GB. Kita mendapatkan kembali malam kita, sofa kita, dan remote TV kita. Itu adalah kemenangan tanpa perlu bertanding.

  3. Lo bukan lagi anak muda ketika lo lebih milih pulang jam 10 malam daripada nambah satu botol lagi.

    • Ini adalah pertanda jelas bahwa tubuhmu sudah mulai menghargai prospek bangun pagi tanpa kepala pusing. Prioritas bergeser dari "seru-seruan malam ini" menjadi "kelangsungan hidup besok pagi".

  4. Ternyata, menjadi dewasa itu cuma soal mengoleksi lebih banyak jenis obat: obat maag, obat pusing, obat pegal linu.

    • Kotak P3K kita berevolusi. Dulu isinya cuma plester. Sekarang isinya udah kayak apotek berjalan. Ini bukti fisik bahwa tubuh kita mulai sering mengajukan protes atas gaya hidup kita.

  5. Belajar bilang "tidak" adalah skill bertahan hidup paling esensial. Terutama pada ajakan MLM dan reuni angkatan.

    • Kemampuan untuk menolak dengan sopan adalah sebuah superpower. Menyelamatkan kita dari presentasi bisnis yang aneh dan obrolan basa-basi tentang "kamu sekarang kerja di mana?".

  6. "Me time" itu bukan lagi nonton film di bioskop sendirian, tapi sekadar bisa ke toilet tanpa ada yang gedor-gedor pintu.

    • Definisi kemewahan personal berubah drastis. Kesendirian yang dulu dianggap sepi, sekarang menjadi komoditas langka yang sangat berharga, bahkan jika hanya berlangsung selama tiga menit di dalam kamar mandi.

  7. Lo sadar, ternyata selama ini lo nggak butuh motivasi. Lo cuma butuh tidur siang.

    • Kita sering berpikir masalah kita adalah kurangnya semangat. Padahal seringkali, masalah kita cuma kurang istirahat. Tidur siang 15 menit kadang lebih efektif daripada nonton video motivasi 2 jam.

  8. Asam lambung adalah alarm tubuh yang memberitahu bahwa lo nggak sekuat dulu, bro.

    • Dia adalah pengingat kejam bahwa makan mi instan pakai cabai rawit jam 2 pagi punya konsekuensi yang nyata. Asam lambung adalah guru kehidupan yang paling jujur.

  9. Menerima bahwa lo itu biasa-biasa saja adalah langkah pertama menuju kedamaian sejati.

    • Di dunia yang menuntut semua orang jadi luar biasa, menerima bahwa kita cukup "oke" saja adalah sebuah tindakan revolusioner. Damai itu sederhana: nggak perlu jadi yang terbaik, yang penting nggak nyusahin.

  10. Nostalgia itu candu. Tiba-tiba lo bisa nangis dengerin lagu Sheila on 7 sambil nyetrika.

    • Lagu-lagu dari masa lalu punya kekuatan magis untuk membawa kita kembali ke zaman di mana satu-satunya kekhawatiran kita adalah PR Matematika, bukan tagihan kartu kredit.

  11. Punggung bagian bawah adalah pusat dari segala penderitaan umat manusia usia 30-an.

    • Semua masalah orang dewasa---stres kerja, kelamaan duduk, salah posisi tidur---semua bermuara di satu titik ini. Dia adalah pusat episentrum dari gempa bumi kehidupan usia 37.

Tentang Hidup Secara Umum (Alias Komedi Absurd Semesta)

  1. Ternyata, semua yang dikatakan orang tua kita dulu itu benar. Semuanya.

    • Dulu kita menertawakan nasihat mereka soal "jangan sering begadang" atau "nabung dari sekarang". Sekarang, kita yang mengatakannya pada diri sendiri sambil megangin punggung. Kenyataan menampar kita dengan nasihat-nasihat yang dulu kita abaikan.

  2. Waktu berjalan semakin cepat bukan karena teori relativitas Einstein, tapi karena cicilan KPR belum lunas-lunas.

    • Rasanya baru kemarin tanggal gajian, tahu-tahu udah tanggal 25 lagi dan saldo menipis. Waktu diukur dari satu tanggal jatuh tempo ke tanggal jatuh tempo berikutnya.

  3. Semesta tidak peduli dengan resolusi tahun baru lo.

    • Lo bisa aja nulis 10 resolusi dengan semangat membara di tanggal 1 Januari. Di tanggal 15 Januari, semesta akan mengetes lo dengan promo buy-one-get-one pizza, dan semua resolusi diet lo akan runtuh.

  4. Menjadi "orang baik" itu melelahkan. Kadang-kadang, menjadi "orang yang nggak nyusahin" itu sudah cukup.

    • Standar hidup diturunkan demi kewarasan. Daripada berusaha menyenangkan semua orang, lebih baik fokus untuk tidak menjadi sumber masalah bagi orang lain. Itu sudah sebuah pencapaian.

  5. Anak kecil adalah pengingat berjalan bahwa energi kita terbatas dan kesabaran kita ada tanggal kedaluwarsanya.

    • Mereka adalah mesin energi tak terbatas yang bahan bakarnya adalah kewarasan kita. Melihat mereka berlarian selama 3 jam non-stop membuat kita ingin ikut program tukar tambah tubuh.

  6. Lo akan lebih sering ngobrol sama kurir paket daripada sama tetangga sebelah.

    • Di era digital, interaksi sosial paling konsisten yang kita miliki adalah dengan mas-mas kurir yang sudah hafal di mana kita biasa naruh sandal. "Paket, Mas!" adalah sapaan yang lebih sering kita dengar daripada "Selamat pagi, Pak."

  7. Makanan terenak di dunia adalah makanan gratis.

    • Sebuah hukum alam yang tak terbantahkan. Nasi kotak dari acara syukuran kantor rasanya bisa lebih nikmat daripada makan di restoran bintang lima.

  8. Kunci kebahagiaan adalah ekspektasi yang rendah. Sangat, sangat rendah.

    • Berharap dapat promosi, ternyata cuma dapat voucher makan siang. Dengan menurunkan ekspektasi, setiap hal kecil yang baik akan terasa seperti keajaiban. Nggak ada macet di jalan pulang? Wah, anugerah!

  9. Internet diciptakan untuk dua hal: memvalidasi argumen kita dan mendiagnosis penyakit yang sebenarnya tidak kita derita.

    • Kalah debat? Cari artikel di Google yang mendukung pendapat lo. Merasa sedikit pusing? Google akan memberitahu bahwa itu mungkin gejala penyakit langka. Internet adalah teman sekaligus musuh kewarasan.

  10. Antara benar dan salah, seringkali ada pilihan ketiga: bodo amat.

    • Tidak semua pertempuran harus dimenangkan. Terkadang, menghemat energi dengan memilih untuk tidak peduli adalah strategi terbaik untuk bertahan hidup.

  11. Hidup itu seperti buffet all-you-can-eat. Kelihatannya banyak pilihan enak, tapi kapasitas perut kita terbatas.

    • Di usia 20-an kita mencoba semua hidangan. Di usia 37, kita sadar perut kita (baca: energi, waktu, uang) terbatas. Jadi kita hanya memilih hidangan yang benar-benar kita suka dan tidak akan menyebabkan asam lambung naik.

  12. Pada akhirnya, hidup itu nggak perlu dipahami sepenuhnya. Cukup dijalani saja, kalau bisa sambil sesekali tertawa. Atau minimal, punya kupon diskon.

    • Kita berhenti mencari "makna hidup" yang agung. Kita lebih fokus mencari "di mana naruh kunci motor". Kebahagiaan ditemukan dalam hal-hal kecil dan kemampuan untuk menertawakan betapa absurdnya semua ini.

Jadi, di usia 37 ini, gue mungkin belum punya mobil terbang atau jadi penulis novel best-seller dunia. Tapi setidaknya, gue udah tahu merek salep pereda nyeri sendi mana yang paling ampuh. Dan entah kenapa, pengetahuan itu terasa jauh lebih berguna saat ini. Hidup memang aneh.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun