Mohon tunggu...
Muna Panggabean
Muna Panggabean Mohon Tunggu... -

seorang pengamat sastra sekaligus pelaku, esais, dan budayawan. tapi yang lebih penting daripada itu semua: seorang ibu rumah tangga, ibu dari 3 puteri dan 2 putera.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku Antar Kamu ke Sana

4 Juni 2014   14:07 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:26 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

episode ke-1: mimpi


Musik menggelegar, membangunkan pagi. Derina menjentik remah roti ke arah Yoram. Lelaki itu membalasnya dengan bungkus rokok yang sudah kosong. Dari balik kaca, Anwar mengacungkan lima jari. Lalu, empat, dan tiga, kemudian dua, satu, berakhir di kepalan tinju.

“Selamat pagi tolan radio Kanal-7, selamat pagi Indonesia, selamat memulai hari. Dari kebisingan roda dan suara starter mobil di garasi rumah-rumah, Derina Zasa hadir menemani Anda untuk menemukan perspektif baru di hari yang baru. Ini hari Jumat, hari yang sama dengan pekan lalu, bulan lalu, tahun lalu, dan seabad lalu. Tapi ini hari baru. Ini Jumat yang baru sebab kita percaya: Sang Hidup menjadikan segala sesuatunya baru.”

“Dan di sebelah perempuan tak bermutu ini, saya, Yoram Mangundap, bertugas untuk sekuat tenaga menjaga Anda tetap waras dari romantisisme jaman Barok yang ditawarkan Derina -romantisisme yang  sebetulnya sudah tak laku lagi dalam hidup kita di abad ini semenjak The Beatles bersabda: words are flowing out like endless rain into a paper cup; they slither while they pass, they slip away across the universe. Dominasi tertentu selesai karena akan tiba giliran bagi sabda orang Baduy dan firman orang Tomohon menyelinap pergi, menembus batas-batas, berhamburan ke seantero jagad raya.”

“Di pagi yang baru ini, tolan Kanal-7,  kita akan berbincang tentang The right to be forgotten,” Derina melempar-balik bungkus rokok dan mengenai hidung Yoram. “Petisi tentang The Right To Be Forgotten diajukan oleh seorang spanish-judean yang jengkel karena permohonan kreditnya untuk membiayai pembelian rumah ditolak oleh banyak bank di Madrid, Spanyol. Para bankir, ternyata, melakukan due diligence terhadap calon debitur ini dengan, salah satunya, menggunakan mesin pencari google.”

“Celaka bagi calon debitur, google menyajikan belasan hasil pencarian yang mengabarkan bahwa si calon debitur pernah mengalami default dalam pelunasan kredit di masa lalu. Informasi itu menjadi dasar bagi para bankir untuk menolak permohonan kredit baru si calon nasabah.”

“Calon debitur marah. Dia pergi ke pengadilan untuk menuntut google menghapus informasi tersebut dari daftar pencariannya. Tuntutan itu kemudian dikenal dengan judul The Right To Be Forgotten.”

“Dalam persidangan, The European Commission mendukung tuntutan si calon debitur dan selanjutnya memberlakukan The Right To Be Forgotten mulai tahun 2012.”

“Persoalan lalu melebar. Tuntutan The Right To Be Forgotten berkumandang di Amerika Serikat oleh sejumlah orang yang mengaku telah melakukan kebodohan di masa lalu dengan memosting beberapa gambar tak patut tentang dirinya ke internet.”

“Padahal, negara adidaya ini menganut azas kebebasan berbicara secara mutlak dan mengharamkan sensor. Jika The Right To Be Forgotten diundangkan di Amerika Serikat, implikasinya akan meluas hingga ke keterkekangan para pekerja pers dalam menyajikan informasi secara jujur. Nah, tolan Kanal-7, kita akan mendiskusikan topik ini selama tiga jam berseling lagu-lagu dari manca negara.”

“Kita juga sekaligus akan mengujinya sejauh mungkin hingga mencakup pertanyaan: apakah The Right To Be Forgotten yang menjadi dasar bagi Komisi Pemilihan Umum untuk meloloskan seorang warga negeri ini dari masa lalunya yang memalukan dan keji sehingga hari ini dia berkesempatan menjadi salah satu calon presiden Indonesia?”

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun