Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Orang Pelabuhan Sekolah di Belanda #3

17 Februari 2023   13:04 Diperbarui: 17 Februari 2023   13:28 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


 

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

1.2 Kursus Inggris, Nge Kost di Keluarga Belanda. 

Bus sampai di depan gedung cukup megah. Bangunan tipikal Belanda, bata merah sepanjang temboknya.

Menaiki undakan masuk pintu utama, telah  banyak orang. Meneer dan Mevrouw Belanda menunggu disana. Rupanya mereka calon induk semang kami selama sebulan ke depan.

Setelah makan ringan ala Holland, saling berkenalan, meriung akrab, 20 pelajar Indonesia sabtu siang itu berpisah. Meninggalkan gedung, masing - masing dibawa induk semangnya.

Saya berdua dengan rekan Asnawi dari Kementerian Perhubungan nge kost di tempat yang sama.

Tuan rumah kami pasangan paruh baya. Meneer Franz Bouwman dan istrinya mevrouw Lise. Rumah itu berada di Rosmalen Straat, Jalan Rosmalen Den Bosch.

Mereka tinggal berdua saja di rumah sangat Hollander. Anaknya dua, yang besar pria dan yang kecil wanita. Karena keduanya sudah berusia diatas 18 tahun mereka tinggal terpisah. Konon sedang try out dengan pacar masing - masing. Hal yang kelihatannya wajar dan umum di negeri ini. Tidak melanggar wet pemerintah maupun etik sosial.

Ada dua kamar yang disediakan untuk kami. Satu besar satu kecil. Saya berinisiatif, karena rekan Asnawi dari institusi pembina, saya persilakan untuk menempati kamar besar. Saya tinggal di kamar yang tidak begitu besar, namun nyaman.

Franz dan Lise ke kami memanggil nama. Tanpa tambahan pak, saudara atau mister. Mereka minta hanya dipanggil nama saja, Franz dan Lis.

Panggilan hanya nama itu membikin nuansa menjadi terbuka, demokratis dan egaliter. Tidak canggung dan berjarak.

Kami dibriefing singkat tentang aturan main rumah tangga Belanda. Antara lain, jadwal makan setiap hari ditetapkan. Misalnya makan malam, hanya boleh antara pukul 18.00 sd pukul 19.00. Sebelum atau setelah jadwal itu dipersilakan makan di luar rumah.

Aturan yang lain, setiap habis mandi harus membersihkan bekas sabun dan air yang menciprat di dinding, kran maupun lantai. Idenya kamar mandi harus selalu bersih dan kering.

Hal lain yang agak aneh bagi kami, kalau ada tamu yang tidak diundang datang ke rumah, suguhan yang disajikan misal teh, kopi, makanan kecil atau makanan lainnya boleh dibayar. Kebiasaan yang unik dan menarik untuk ditelusuri asal usulnya.

Malam pertama berlalu tenang, nyaman dan aman. Tidur tidak perlu menggunakan pendingin ataupun penghangat. Di penghujung summer, Belanda sejuk di malam hari.

Minggu pagi kami diajak Franz dan Lis ke pasar kaget di kawasan heritage Den Bosch. Sebagaimana kota - kota lain, pada hari tertentu ada pasar kaget yang menjual berbagai macam barang baru ataupun bekas. Dari pakaian, furniture, makanan, perangkat dapur, lukisan, kristal dsb.

Di pasar itu kami diperkenalkan dengan makanan khas Belanda. Seperti berbagai panekuk, bermacam keju. Dan ini dia, ikan herring atau haring.

Ikan haring dijual mentah dan segar. Stoknya ditaruh di keranjang kayu bersih. Ikan laut dangkal itu bertumpuk. Matanya bulat melotot. Dan inilah yang membikin dilema.

Franz menantang kami, berani tidak makan haring gaya Belanda? Yaitu makan ikan itu mentah dan utuh.

Asnawi menggoyangkan telapak tangan. Franz tersenyum menatap saya.

Mikir, ini sebagai petualangan kuliner yang challenging. Risikonya rasa amis, paling banter muntah. Saya mau nyoba. Franz bertepuk kecil dan memesan 2 haring.

2 haring utuh dilapisi irisan bawang Bombay satu diserahkan saya, satunya dia pegang.

Franz memberi contoh bagaimana makan haring ala Belanda.

Memegang ekor, badan haring tergantung. Lalu diangkat tinggi. Kepala Franz mendongak, mulut menganga. Haring utuh dimasukan ke mulut dan langsung amblas ke tenggorokan. Hanya sedetik prosesnya. Franz sudah terbiasa menelan haring mentah dari kecil.

Franz tersenyum, mengibaskan tangan. Raut mukanya memerah, nampak puas.

Mengedipkan mata ke saya, seolah memberi aba, kini giliran saya.

Sempat meragu. Tapi sudah komit kalau mau nyoba. Ekor ikan haring hitam mentah utuh, sebesar 2 jari tengah sepanjang sekitar 10 cm itu saya pegang dan angkat diatas kepala.

Meniru Franz, kepala mendongak. Bismillah, menutup mata mulut terbuka. Kepala haring masuk ke mulut.

Tenggorokan terasa dingin campur pedas bawang. Tidak ada rasa amis, hanya kenyal dan geli. Hampir tak tahan dan mau menarik kembali ekor ikan. Tapi ingat komitmen, dan risiko sudah dihitung. Nekad.

Akhirnya, haring pertama Belanda itu meluncur dan bersemayam damai di perut. Alhamdulillah. Keringat terasa di dahi.

Franz dan Lis tertawa, menyelamati. Lalu mengajak berkeliling pasar kaget yang cukup ramai.

Sepanjang pagi dan siang ini, saya dan Asnawi berbaur. Mengenali dan merasakan sepotong life style wong Londo. Hal baru dan menarik.

Menjelang sore kami kembali ke Rosmalen Straat. Senin besok mulai kursus bahasa Inggris.

Kursus bahasa Inggris? Jadi teringat awal 70 an, waktu SMA ikut kursus bahasa Inggris di Chan Institut, di seberang Tugu Yogya.

Sampai lupa sudah berapa kali kursus bahasa ini? Dan tidak pinter - pinter juga.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun