Franz memberi contoh bagaimana makan haring ala Belanda.
Memegang ekor, badan haring tergantung. Lalu diangkat tinggi. Kepala Franz mendongak, mulut menganga. Haring utuh dimasukan ke mulut dan langsung amblas ke tenggorokan. Hanya sedetik prosesnya. Franz sudah terbiasa menelan haring mentah dari kecil.
Franz tersenyum, mengibaskan tangan. Raut mukanya memerah, nampak puas.
Mengedipkan mata ke saya, seolah memberi aba, kini giliran saya.
Sempat meragu. Tapi sudah komit kalau mau nyoba. Ekor ikan haring hitam mentah utuh, sebesar 2 jari tengah sepanjang sekitar 10 cm itu saya pegang dan angkat diatas kepala.
Meniru Franz, kepala mendongak. Bismillah, menutup mata mulut terbuka. Kepala haring masuk ke mulut.
Tenggorokan terasa dingin campur pedas bawang. Tidak ada rasa amis, hanya kenyal dan geli. Hampir tak tahan dan mau menarik kembali ekor ikan. Tapi ingat komitmen, dan risiko sudah dihitung. Nekad.
Akhirnya, haring pertama Belanda itu meluncur dan bersemayam damai di perut. Alhamdulillah. Keringat terasa di dahi.
Franz dan Lis tertawa, menyelamati. Lalu mengajak berkeliling pasar kaget yang cukup ramai.
Sepanjang pagi dan siang ini, saya dan Asnawi berbaur. Mengenali dan merasakan sepotong life style wong Londo. Hal baru dan menarik.
Menjelang sore kami kembali ke Rosmalen Straat. Senin besok mulai kursus bahasa Inggris.