Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kolonial Heritage Journey 3

1 April 2021   19:36 Diperbarui: 13 April 2021   08:06 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dokpri
Dokpri
 Museum Nasional

Museum nasional atau museum gajah bermula dari sebuah rumah yang berada di kawasan Kali besar kota. Rumah sumbangan dari seorang Belanda, ketua komunitas pencinta pemerhati pemikiran, sejarah dan artefak artefak peninggalan. Tahun 1778 rumah tersebut beserta koleksi buku dan benda benda budaya dihibahkan, menjadi cikal bakal keberadaan museum nasional Indonesia.

Beberapa dasa warsa kemudian rumah sumbangan itu penuh, tak muat lagi telah disesaki barang barang koleksinya yang bertambah terus dari para penyumbang penyumbang baru. Saat Inggris menguasai Jawa tahun 1811 sampai dengan 1816, Sir Stamford Raffles adalah Leutenant Gubernur dan ditunjuk menjadi ketua perkumpulan pecinta pemikiran Batavia yang juga mengelola rumah budaya itu. Raffles memerintahkan membangun dan memindahkan koleksi museum Kali besar  yang telah penuh ke gedung baru harmonie di jalan Majapahit. Yang sekarang adalah komplek sekretariat negara.

Setelah berpindah ke harmonie koleksi artefak, buku dan benda budaya semakin  bertambah komplit. Gedung Majapahit yang cukup luas pun tak mampu lagi menampung.

Saat pemerintah Belanda kembali berkuasa di Jawa, tahun 1862 dibangunlah gedung baru di Koningsplein atau sekarang jalan merdeka barat guna menampung  koleksi benda budaya dari jalan majapahit.

Pada tahun 1962, pemerintah RI menetapkan gedung di Koningsplein itu sebagai museum nasional, hingga kini.


Arca Adityawarman. Dokpri
Arca Adityawarman. Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Masuk gedung megah dan luas ini, pengunjung diajak menelusuri relung kehidupan masa lalu Nusantara melalui peninggalan budaya yang dipamerkan. Sekitar 1600 benda koleksi dipampang di gedung lima lantai ini. Dari arca arca raksasa batu solid, fosil tengkorak purba, perhiasan emas perak tembaga, senjata senjata batu maupun besi, keramik, benda benda lainnya dan tentu juga narasi penjelasannya.

Plaza arca atau arkeologi di ground floor tepat di pintu masuk dipajang kumpulan patung patung batu kali hitam. Menyajikan penggal penggal kisah jejak peninggalan Nusantara.

Plaza arca terbuka dengan batas kiri kanan selasar dengan deretan pilar pilar Yunani berwarna putih, menyajikan diorama menarik bernuansa magis.

Untung awak datang siang hari, suasana tintrim itu tak begitu kental terasa karena terangnya sinar mentari. Coba malam hari keluyuran disini, bulu kuduk pasti merinding, jegrig meremang.

Berbagai jenis arca batu candi solid menggelar cerita. Dari patung raksasa raja Adityawarman atau Bhairawa yang berdiri di hamparan tengkorak. Tangan kiri memegang bejana penampung darah dan tangan kanannya menggengam belati siap menikam. Arca menyeramkan menggambarkan kekuasaan yang diwarnai pertumpahan darah.

Di area plaza yang terbuka, arca Andhini artistik mendekam di rerumputan dikelilingi sapi sapi kecil. Andhini adalah sapi suci tunggangan Shiwa atau bathara Guru tetua para dewa. Hewan suci yang sampai saat ini sangat dihormati di India.

Dan masih banyak lagi arca peninggalan yang lain berderet menyimpan kisah. Dari arca Tri Bhuwana Tungga Dewi, ibu Hayam Wuruk sampai prasasti batu berbentuk gunungan yang halus terukir dengan huruf huruf kuno dan arca arca unik artistik lainnya.

Sebenarnya hampir setiap arca disediakan barcode, dimana pengunjung dengan selulernya bisa menscanning untuk membaca cerita dan riwayat masing masing arca itu. Cuma karena awak agak gaptek dan mas Hadi juga, jadilah kami tidak bisa menscan dan memperoleh penjelasan lengkap dari arca arca itu.

Plaza arkeologi ini adalah bagian paling menarik dan ikonik dari museum nasional.

Di lantai empat, pengunjung akan disuguhi berbagai koleksi keramik dan perhiasan perhiasan emas perak yang cantik sophisticted dan menawan. Sebagian besar koleksi perhiasan disini adalah hasil penemuan saat penggalian irigasi tahun 1990. Disebut situs Wonoboyo karena penggalian dilakukan di desa Wonoboyo kabupaten Klaten, tak jauh dari candi Prambanan. Peninggalan itu merupakan harta karun jaman Mataram kuno, Medang Kamolan. Yang berjaya di abad 9. 

Harta karun itu berupa mahkota, senjata, arca dan perangkat emas perak lainnya yang halus indah dan bernilai seni tinggi. Konon total penemuan berbobot hampir satu kuintal emas dan perak.

Koleksi situs Wonoboyo yang indah mendominasi terpampang di lantai empat.

Pengunjung tidak diperkenankan memotret atau memvideo karya karya master piece yang sangat berharga dan langka itu. Konon cahaya kamera lama kelamaan akan bisa mendegradasi kualitas karya karya indah itu.

Berada di lantai ini, sebaiknya pengunjung berjalan pelan pelan. Untuk lebih bisa meresapi kejeniusan karya nenek moyang kita yang bercita rasa seni tinggi dan lestari hingga sekarang.

Tadi sebelum naik lift ke lantai empat, di ground floor disuguhi diorama keluarga manusia prasejarah nenek moyang kita. Penampakan manusia purba itu setengah manusia dan setengah simpanse. Meriung sekeluarga di alam terbuka hampir telanjang. Itulah homo sapiens, makhluk cerdas diantara makhluk lain yang survive melalui proses evolusi, mengembara ke penjuru dunia. Homo sapiens survive selamat dan berkembang melalui berbagai badai dan bencana dunia.

Konon dari makhluk sapiens itu lahirlah kita kita para tuan tuan dan puan puan yang elegan cerdas bijaksana. Kita adalah homo sapiens yang dulunya setengah simpanse dan terus bertransformasi, beradaptasi berkembang menyempurnakan diri.

Pelajaran dari kisah homo sapiens adalah bahwa yang bisa survive itu bukanlah mereka mereka yang terkuat atau berkuasa. Survivor dan akan berkembang adalah makhluk makhluk yang adaptif dalam menghadapi segala gejolak, bencana dan perubahan dunia.

Keluar dari gedung museum melewati sculpture perunggu Ku Yakin Sampai Disana, karya Nyoman Nuarta. Menatapinya awak mengangguk angguk takjim, seolah bertambah bijak dan mahfum setelah mengarungi lorong waktu museum selama 50 menit. Memaklumi dan memahami gejolak ego yang terjadi pada manusia sejarah dalam menghadapi badai kehidupan dengan berbagai sifat dan perilakunya. Meyakini adagium bahwa mereka yang adaptif akan survive meniti waktu.


Ego, badai kehidupan, legasi, sejarah manusia anak cucu Adam terbaca dan terpampang di Museum. Museum adalah pembelajaran. 


Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
berlanjut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun