Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Romantic Journey di India, Caper 25

23 April 2019   21:26 Diperbarui: 24 April 2019   08:33 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah kekuasaan, selain diliputi kemegahan, kepahlawanan dan pengabdian. Seringkali juga diwarnai dengan fitnah, penghianatan dan banjir darah. Demi sebuah kekuasaan.

Kekuasaan menjadi drama hitam. Diperani oleh orang orang yang ingin berkuasa. Dan orang orang yang takut tidak berkuasa lagi. Dikelilingi pengikut pengikut dengan berbagai kepentingan yang berbeda beda. Kepentingan baik dan kepentingan buruk. Namun ibarat warna, kekuasaan memang bukan hanya sebuah warna. Hitam atau Putih. Kekuasaan itu multi warna. Sering tak terduga perubahannya.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Kekuasaan tinggi sebagai ajang dan wahana untuk mengabdi, terkadang menjadi jebakan. Kekuasaan tega merampas kebaikan seseorang. Menjadikannya kehilangan jati diri dan tergerus sifat kemanusiaannya. Membunuh saudara, memenjarakan orang tua, mertua. Membuang ibu tiri, memusnahkan sahabat, teman seperjuangan. Adalah peristiwa peristiwa yang acapkali terjadi demi kekuasaan. 

Apakah kita akhirnya akan menjadi pesimis dan tidak percaya kepada kekuasaan?Ternyata kita tetap harus optimis akan nilai kekuasaan. Karena sebenarnya kekuasaan pula yang mengangkat seorang pemimpin ke derajad kemuliaan. Kekuasaan adalah sarana untuk menjadi penyelamat kehidupan komunitas dan bangsa. Sarana untuk menciptakan Keadilan dan Kemakmuran.

Banyak contoh pemimpin hebat dengan pengabdian luar biasa. Sepi ing pamrih Rame ing gawe. Untuk memajukan Bangsa dan Negaranya.

Meskipun jargon klasik mengatakan power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely. Kita tetap harus percaya kepada pemimpin. Tentu harus disertai dengan membangun, memperbaiki sistim dan praktik praktik  kekuasaan yang tepat.

Ikan Koi dengan totol merah terang di kepala itu mengibas air kolam. Membuat gerakan dan berenang gemulai, indah. Di tepi kolam mini buatan dalam udara sejuk Bandara Changi, Awak jadi teringat masa kecil di desa. Ketika mendengarkan cerita Guru Ngaji di tepi kali. 

Bahwa nanti dalam kehidupan setelah kematian setiap orang akan dihisap. Ditimbang amal perbuatannya. Setiap orang akhirnya harus menyeberangi jembatan Shiratalmustaqim. Jembatan setipis rambut dibelah tujuh dan tajam melebihi mata pedang. Dibawahnya, Api Neraka berkobar kobar siap menelan mereka yang tidak mampu menyeberang. Dan berjatuhan dari jembatan.

Jembatan Shiratalmustaqim adalah cara penghakiman akhir akan amal perbuatan manusia di Dunia. Meniti Jembatan, yang dalam bahasa Jawa disebut Wot Ogal Agil adalah perjalanan sulit. Sulit bagi mereka yang amal perbuatannya tidak cukup baik kala hidup di Dunia. Namun bagi orang baik, Wot Ogal Agil akan gampang dilalui. Mengantar lancar  menyeberang titian sampai di Sorga.

Kalau orang percaya akan kehidupan setelah kematian. Percaya penghakiman, Hisap Amal manusia. Mengapa masih banyak terjadi Sejarah kelam tak beradab dalam kekuasaan? Hukuman hukuman dijatuhkan tanpa proses pengadilan?

Bagi Niccolo Machiavelli, pertanyaan moralitas benar atau salah dalam kekuasaan adalah pertanyaan naif. Kekuasaan itu memiliki moralitasnya sendiri. Kalah atau Menang adalah moralitas kekuasaan. Bukan benar atau salah. Berdasar dalih teori kekuasaan Machiaveli, maka semua  tindakan yang menghasilkan kemenangan itu adalah benar. Demi kepentingan yang lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun