Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hembusan Angin Cemara Tujuh 34

6 Juli 2018   09:26 Diperbarui: 6 Juli 2018   09:41 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

*Hembusan Angin Cemara Tujuh 34*

Taman Tulip Keukenhof yang spektakuler itu terletak tidak jauh dari Kota Leiden. Sutopo dan Marieska berangkat pagi dari Rotterdam, naik kereta api. Turun di Stasiun Leiden, kemudian dari Stasiun dilanjutkan naik bus umum nomor 32.

Kurang lebih 20 menit, sampailah bus persis di halte depan gerbang Keukenhof. Di sepanjang perjalanan di bulan April ini, dari Leiden ke Keukenhof, terhampar Mozaik sawah bunga tulip yang beraneka warna, sangat indah. Sutopo terkenang kembali, saat pertama datang ke Belanda hampir setahun yang lalu, Sutopo merasa Dejavu.

Bunga Tulip adalah salah satu komoditi ekspor negeri Belanda yang cukup besar. Sejatinya bunga ini aslinya berasal dari Turki. Bibitnya dibawa ke Belanda pada abad enam belas, di jaman Kesultanan Ottoman yang tengah berekspansi ke Eropa.

Bibit Tulip menemukan lingkungannya yang tepat di Belanda. Di musim semi, lahan pertanian pada tingkat kekeringannya yang pas, namun malamnya tetap dingin, kelembaban udara terjaga. Saat itulah musim Tulip berbunga, dengan ratusan warna dan kombinasi warna yang indah cemerlang.

Di musim semi, setiap pagi diselenggarakan lelang bunga Tulip di kota kecil Alsmeer, dekat Leiden. Dan siangnya dari Bandara Schipol, Tulip sudah terkirim ke seluruh dunia. Malamnya, kesegaran Tulip menghiasi restoran, hotel dan ajang ajang perhelatan di kota kota besar dunia. Devisa besar mengalir ke Belanda.

Menyambangi Keukenhof dan Leiden, tidak hanya keindahan saja yang mengusik cita rasanya, namun juga mengingatkan Sutopo pada beberapa pejuang pendiri NKRI, yang puluhan tahun lalu pernah belajar di kota Leiden, yang masyur dengan sekolah Hukum nya.

Sultan Hamengku Buwana IX, Soetan Sjahrir, Achmad Soebardjo, adalah beberapa tokoh yang pernah belajar di kota Leiden.

Leiden is lijden, Memimpin itu menderita, adalah ungkapan dalam bahasa Belanda, mengungkapkan kalau pemimpin sejati itu penuh perjuangan, bahkan penderitaan. Dan, konon menjadi mahasiswa di Leiden Univercity itu juga suatu penderitaan. Saking susahnya untuk bisa lulus dari Universitas itu.

Sebelum kembali ke Rotterdam, Sutopo dan Marieska menjelajahi kota tua Leiden. Menapaki jalan jalan sempitnya yang terjepit gedung gedung tua kelabu.

Menelusuri kanal kanalnya yang panjang dan muram. Sutopo mencoba membayangkan, ketika Sultan Yogya HB IX, Sjahrir, Achmad Soebardjo waktu mahasiswa. Beliau beliau itu tinggal, sekolah dan berkeliling di kota tua ini. Bayangan Sutopo, itu So romantic..........So epic.

Setiap Week end di Belanda adalah penjelajahan. Marieska seolah ingin memamerkan keindahan Belanda, mengajak Sutopo pelesiran ke seantero negeri, dengan ongkos masing masing. Dengan Biaya masing masing, ini juga salah satu hal yang biasa di Belanda, tidak perlu khawatir harus gengsi traktir traktiran.

Volendamm adalah danau dan pedesaan nelayan tradisional di utara, ikonik khas Belanda. Di desa ini, turis biasa menyewa pakaian tradisional Belanda . Berfoto di studio yang berjajar di sepanjang pinggiran danau. Demikian juga Sutopo dan Marieska berkostum tradisional, akting mesra dan berfoto kilat, bak pasangan muda nelayan Belanda yang dilanda asmara.

Wisata ke Amsterdam pusat bisnis Belanda adalah benar benar sesuatu. Puspa sempat bad mood dan marah marah di kota ini.

Mereka berenam, Wikarya, Puspa dan pasangan Deni Helen, Topo Rieska, berangkat bersama dari Rotterdam. Turun di Amsterdam Centraal Stasiun yang besar, antik dan riuh orang berlalu lalang cepat. Keluar dari Stasiun, mereka berenam menyusuri Dam straat yang amat ramai di hari Sabtu. Menyeberangi beberapa lampu merah, meloncat menghindari Tram Tram yang berkeloneng sibuk berlalu lalang, menuju Dam Square yang 1 Km jauhnya dari Stasiun.

Pemandangan pagi itu bak sarang lebah yang dilempar batu, orang orang seperti kumpulan lebah, berjalan cepat berhamburan ke segala arah tak beraturan. Pemandangan unik ini pasti akan terpatri lama, bagi mereka yang pertama kali datang ke Amsterdam.

Sepanjang pagi itu, mereka santai menikmati kerumunan wisatawan di Dam Square, di depan Royal Palace, jantung kota Amsterdam. Dan tengah hari, mereka makan nasi goreng di restoran Suriname. Nasi goreng Suriname itu tersaji menggunung. Satu porsi nasgor beraroma khas itu , cukup mengenyangkan untuk disantap tiga perut Indonesia.

Sorenya, mereka mengikuti kanal tur dengan boat kecil, kapasitas 50 an orang. Kapal menyusuri kanal kanal  kota, dengan bangunan dan rumah rumah antik di kiri kanannya , Boat menerobos kolong kolong ratusan jembatan kecil di sepanjang Kanal.

Setelah selesai kanal tur mereka belum ada rencana lagi.

Entah idenya siapa, tiba tiba saja mereka berenam sudah berada di Sea dykes, kawasan lampu merah yang terkenal di Amsterdam.

Menyusuri jalan kecil disisi kanal, mulai terasa aura eksotisnya. Lampu warna warni berpendar pendar mengundang.

                   Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun