Manajemen kelompok tani: Petani dilatih untuk mencatat biaya dan hasil secara sederhana, sehingga memahami struktur ekonomi usahanya.
Inovasi ini bukan sekadar teknis, tetapi membawa dampak ekonomi mikro signifikan. Dengan biaya lebih rendah dan hasil relatif stabil, rasio penerimaan terhadap biaya (R/C ratio) meningkat, menandakan usaha tani lebih efisien dan menguntungkan (lihat analisis serupa pada Jurnal Ekonomi dan Bisnis Pertanian, PSEB 2023).
3. Dampak Ekonomi Mikro: Menekan Biaya dan Meningkatkan Kesejahteraan
Dari perspektif ekonomi mikro, program SPM berfungsi sebagai mekanisme efisiensi produksi. Ketika biaya variabel seperti pupuk, tenaga kerja, dan air berkurang, kurva penawaran hasil tani bergeser ke kanan---artinya produksi meningkat dengan biaya yang lebih rendah.
Berdasarkan data Pemkab Agam (2024), petani SPM di daerah tersebut mampu menurunkan biaya produksi dari sekitar Rp12 juta menjadi Rp7 juta per hektar, dengan hasil panen yang tetap mencapai 6--8 ton/ha. Ini menunjukkan peningkatan efisiensi ekonomi yang signifikan.
Selain itu, model ini mendukung kemandirian petani. Mereka tidak lagi tergantung penuh pada pupuk kimia bersubsidi, dan dapat menggunakan sumber daya lokal untuk memperkuat modal sosial desa.
4. Peran Pemerintah Daerah dan Dukungan Kebijakan
Wakil Gubernur Sumatera Barat dalam berbagai kesempatan (DetikNews, 2025) menyebut bahwa program SPM adalah bentuk inovasi daerah yang layak dijadikan model nasional. Dukungan kebijakan ini sangat penting, karena adopsi teknologi pertanian efisien membutuhkan pendampingan, pelatihan, dan dukungan pasar.
Komisi IV DPR RI juga mendorong agar SPM masuk dalam program ketahanan pangan nasional karena terbukti efektif dan ramah lingkungan (DetikNews, 2025). Ini menunjukkan bahwa inovasi mikro di tingkat petani bisa menjadi solusi makro nasional bila mendapat dukungan kebijakan yang tepat.
5. Analisis dan Tantangan
Walaupun menjanjikan, penerapan SPM masih menghadapi beberapa kendala: