Mohon tunggu...
Mulyadi Lukman
Mulyadi Lukman Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biar sedikit tapi tidak bertulang, biar banyak tapi tidak menyakiti orang

Advokat pada kantor hukum Law Office ZULHENDRI HASAN PARTNERS

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Politik Nasional Rezim Demokratik "Legalitas Kepentingan Partai atau Menyelenggarakan Negara untuk Kerakyatan"

22 Juli 2020   17:59 Diperbarui: 22 Juli 2020   17:59 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengingat GBHN suatu model kebijakan pemerintah dalam merencanakan pembangunan nasional yang pernah dilakukan dan sudah diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945, baik di pembukaan maupun batang tubuhnya. Namun sejak amandemen UUD 1945 dillakukan pada masa reformasi, istilah GBHN tidak dikenal lagi.

Pada masa orde lama GBHN dijadikan acuan proses pembangunan nasional, karena atribusi UUD 1945 mengisyaratkannya dalam muatan pasal-pasal tertentu. Bahkan dijabarkan dalam pelaksanaannya oleh MPRS maupun MPR melalui ketetapan atau keputusannya. Dimana MPR/MPRS ketika itu memiliki kewenangan untuk menyusun GBHN, memilih, mengangkat dan memberhentikan presiden dan wakil presiden, sekaligus secara tersirat, memerintahkan presiden dan wakil presiden untuk melaksanakan GBHN melalui  rencana program pembangunan nasional dalam pemerintahannya.

Keberadaan MPR maupun MPRS sebagai lembaga tertinggi Negara, sejatinya tidak luput dari sistim kondisi politik yang terjadi saat itu. Misalnya di era Soekarno dengan manifesto politiknya, karena pergolakan politik yang tidak stabil, lantas manifesto ini dijadikan GBHN oleh TAP MPRS di tahun 1960. Sejak dekrit presiden tahun 1959 yang membubarkan konstituante, serta partai-partai politik yang dianggap bersebrangan dengan pemerintahannya, seperti Masyumi, PSI, Murba, memang tampak, bahwa anggota MPRS yang diangkat lewat keputusannya tidak berjalan sebagaimana mestinya, entah itu implementasi GBHN (manifesto politik), atau antara lain menyelenggarakan pemilihan umum.

Artinya MPRS di masa ini justru menyudahi kekuasaan pemerintahan Soekarno akibat peristiwa politik 1965. Begitu juga di era Soeharto, MPR sebagai lembaga tertinggi Negara, yang anggotanya dipilih lewat pemilihan umum, memiliki kewenangan yang nyaris sama dengan MPRS  dulu. Sehingga rencana pembangunan nasional masih sejalan dengan strategi pemerintah sebelumnya. Bahkan orde baru ketika itu tugasnya adalah melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Sehingga MPR mendapatkan legitimasinya, sekaligus memiliki kewenangan untuk menyusun GBHN, sebagaimana sebelumnya.

Menurut para pemikir yang hidup di masa orde baru. sekalipun pemerintahan otoriter maupun demokrasi tertutup. Pada masa itulah fokus pembangunan tetap memiliki arahnya, Apalagi produk undang-undang dan peraturan lainnya mendukung, terlebih lagi seluruhnya mengacu pada konstitusi atau UUD 1945. Sementara di era reformasi, kehidupan politik demokrasi yang tertutup, telah diubah menjadi demokrasi yang terbuka dengan melakukan perubahan atau amandemen UUD 1945, sehingga mengubah atau menambah pasal-pasal di dalam batang tubuhnya. Menurut pemikir orde reformasi ini, UUD 1945 itu bukan kitab suci, dan tidak haram untuk mengubahnya!

Konsensus Politik untuk Haluan Negara (GBHN)


UUD 1945 hasil amandemen tidak lagi menjadikan MPR lembaga tertinggi Negara, akan tetapi sebagai lembaga tinggi Negara, sehingga kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi lainnya, seperti DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan Presiden. Selanjutnya Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, sebagaimana DPR dan DPD. Begitu juga yang terjadi pada semua tingkatan, baik itu pemerintahan daerah untuk Gubernur, maupun Kabupaten/Kota untuk Bupati/Walikota.

Dalam proses pemilu di semua level pasangan calon mengampanyekan apa yang bakal dilakukannya jika terpilih, yang dirumuskan lewat visi dan misinya. Tatkala pasangan tersebut terpilih, maka jadilah pejabat yang merealisasikan janjinya melalui  perencanaan pembangunan nasional yang di musyawarahkan (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional atau Daerah) yang diolah oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Daerah (Bappenas/Bappeda). Sehingga pola rencana pembangunan yang sedang berjalan sampai saat ini, tentunya tidak bisa dilepaskan dari peran partai politik pemenang pemilu atau yang berkoalisi sebagai pengusung calon presiden, gubernur atau bupati walikota dari partai politik tertentu. Partai politik sebagai syarat keikutsertaan calon, tentu memiliki visi dan misinya masing-masing serta ideology dan program kerja partainya.

Ideologi dan program kerja partai inilah yang diolah oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi Program Pemerintah Jangka Panjang, Menengah, maupun pendek, juga pendek sekali. Begitu juga dengan Bappeda untuk di daerah. Tidak heran jika presidennya dari partai A, kemudian salah satu gubernur di daerah tertentu dari partai B, sementara Bupati/Walikota dari partai C tidak sinkron atau sejalan di dalam melaksanakan rencana pembangunan, dengan alasan-alasan tertentu, padahal sudah lewat musyawarah tadi.

Jika sistim politik semacam ini yang sedang berlangsung, serta UUD 1945 amandemen yang berlaku, bagaimana caranya menghidupkan GBHN?

Kepentingan pembangunan nasional seharusnya tidak semata sebagai pengejawantahan dari kepentingan program kerja Partai, sebab menjadi ambigu jikalau kompetisi demokrasi dijadikani sarana mengambil –alih kekuasaan (subrogate), terlebih lagi pelaksanaan pemerintahan melalui rencana pembangunan nasional ditujukan untuk terciptanya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun