Mohon tunggu...
Mulyadi Lukman
Mulyadi Lukman Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biar sedikit tapi tidak bertulang, biar banyak tapi tidak menyakiti orang

Advokat pada kantor hukum Law Office ZULHENDRI HASAN PARTNERS

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Politik Nasional Rezim Demokratik "Legalitas Kepentingan Partai atau Menyelenggarakan Negara untuk Kerakyatan"

22 Juli 2020   17:59 Diperbarui: 22 Juli 2020   17:59 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Mulyadi Lukman

Reformasi 1998 merupakan awal Kebangkitan Rezim Demokratik

Sejarah pembangunan nasional melalui sistem ketata-negaraan telah dimulai, sejak berdirinya Indonesia yang pada tahun 1947 telah dirumuskan Plan Produksi Tiga tahun untuk sektor ekonomi, yakni tahun 1948, 1949, dan 1950.

Di tahun yang sama juga dibentuk Biro Perancang Negara, yang menghasilkan rencana pembangunan lima tahun, mulai dari tahun 1956-1961. Namun rencana tersebut menguap begitu saja lantaran situasi geo-politik dalam negeri maupun luar negeri akibat depresi ekonomi AS dan Eropa. Namun demikian strategi pembangunan nasional di era-Soekarno telah dituangkan setidaknya dalam dalam bentuk 3 ketetapan, yakni Tap MPRS No. I /MPRS /1960 tentang Manifesto Politik RI sebagai GBHN, Tap MPRS No.II/MPRS 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman Pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan. Sekalipun rencana pembangunan tersebut pada akhirnya kandas dengan lengsernya Era-Soekarno (orde lama), namun menariknya dalam kondisi politik yang demikian “seram” di masa itu, “justru” tidak mengubah, mengamandemen, bahkan sekedar mengorat-oret naskah pembukaan maupun UUD 1945.

Kondisi demikian menurut pandangan penulis secara psikologis, barangkali saat itu actor politik yang menumbangkan pemerintahan Soekarno masih amat segan dengan para tokoh pendiri bangsa “founding fathers” yang masih hidup, bila coba-coba mengutak-atik UUD tersebut.

Tatkala masuknya era baru Pemerintahan Soeharto (orde baru), proses pembangunan nasional tetap melanjutkan strategi yang diusung pemerintahan sebelumnya, dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang dimulai pada tahun 1969, meski kondisi ekonomi nasional saat itu dalam kondisi sangat merosot, namun melalui pola pembangunan Repelita dan Pelita hingga Repelita/Pelita V tahun 1989-1994. Segala perbaikan-pun telah fokus dilakukan secara konsisten, sehingga strategi pembangunan yang diterapkan era Orde baru dipandang cocok untuk Indonesia sebagai negara berkembang, namun kembali kekuasaan tidak-lah kekal, mengingat rezim Soeharto-pun pada waktunya tumbang, akibat persoalan politik dan ekonomi.

Era Reformasi dimulai pada tahun 1999 hingga 2002, melahirkan episode politik dramatis, karena di era ini-lah terjadi perubahan dengan amandemen UUD 1945, yang implikasinya pada bangunan atau struktur ketatanegaraan, sebagaimana yang dikenal sebelumnya.

Sejak mulainya era Reformasi sudah tidak dikenal lagi istilah Repelita/Pelita, maupun GBHN. Karena strategi pembangunan nasional mulai di-elaborasi dari visi dan misi calon presiden dan wakil presiden ketika kampanye, mulai tahun 2004 lahir Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan, Pembangunan Nasional, UU No 17/2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025. Serta Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025. Di era SBY- JK maupun SBY – Budiono, produk pemikiran mengenai rencana strategi pembangunan di tuangkan dalam undang-undang. Bahkan boleh dibilang produk pemikiran semacam ini tidak terlepas dari landasan pembangunan yang sudah ada sebelumnya di era orde lama maupun orde baru.

Mungkin begitu juga dengan periode ke dua pemerintahan Jokowi-MA. Yang mendasarkan arah strategi pembangunan nasional pada visi dan misi semata ketika kampanye dulu, inilah yang kemudian mengubah sistem ketatanegaraan menjadi seolah sebagai rezim demokratik. Yang sampai saat ini dianggap masih ampuh untuk mempertahankan strateginya. Sekalipun pelaksanaan proses pemerintahan sejak awal sampai akhir tanpa melalui sistem kerakyatan dan cukup dengan ilusi demokrasi (visi dan misi).

Persoalannya apakah pemerintahan Jokowi-MA ini melanjutkan arah dan strategi pembangunan yang sudah diundangkan itu dan yang sudah dibuat oleh pemerintahan dua kali SBY sebelumnya?

Amandemen UUD 1945 Era Reformasi  menjadi Cenderung Inkonstitusional

Tempo hari kongres partai politik pemenang pemilu 2019, melemparkan wacana untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dengan dalih agar arah dan strategi rencana pembangunan nasional bisa berjalan secara berkesinambungan. Wacana ini menimbulkan pro- kontra. Namun demikian sebuah wacana tentang GBHN menarik untuk ditelaah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun