Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa hunian layak adalah hak dasar setiap warga negara. Karena itu, sektor perumahan ditempatkan sebagai salah satu prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan langkah konkret untuk menjawab persoalan besar yang telah lama membayangi masyarakat: backlog perumahan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, backlog perumahan Indonesia masih berada di angka 12,7 juta unit. Artinya, jutaan keluarga Indonesia hingga kini belum memiliki rumah yang layak huni. Situasi ini mendesak, mengingat rumah bukan hanya tempat berteduh, tetapi juga fondasi kesejahteraan keluarga.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Presiden Prabowo menargetkan pembangunan 3 juta rumah rakyat dalam lima tahun ke depan. Angka ini ambisius, namun sangat penting untuk menekan backlog yang selama ini membebani rakyat. Fokus pembangunan rumah ini diarahkan bagi:
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Pekerja informal
Generasi muda dan milenial yang baru masuk dunia kerja
Sebagai langkah awal, Prabowo menyaksikan akad massal 26 ribu rumah subsidi yang digelar serentak di berbagai daerah. Momen ini menjadi simbol dimulainya program besar perumahan rakyat di era pemerintahannya.
Rumah Subsidi: Pemenuhan Kebutuhan dan Motor Ekonomi
Presiden Prabowo menekankan, program rumah subsidi bukan hanya pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga motor penggerak ekonomi nasional. Sektor konstruksi, industri bahan bangunan, dan usaha-usaha terkait akan menyerap jutaan tenaga kerja. Artinya, setiap rumah yang dibangun tidak hanya memberi atap bagi keluarga, tetapi juga membuka peluang kerja dan menghidupkan ekonomi lokal.
Untuk memastikan keterjangkauan, pemerintah menyiapkan skema Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) dengan ketentuan: