Mohon tunggu...
mulia nasution
mulia nasution Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Pernah bekerja sebagai jurnalis The Jakarta Post, RCTI, Trans TV. Sekarang bergiat sebagai trainer jurnalistik, marketing dan public relations

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Cinta Membabi Buta

6 Februari 2019   10:34 Diperbarui: 6 Februari 2019   11:54 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

             

SEBENARNYA sikap sahabat kami ini, tidaklah kenes, ia juga bukan tipe orang yang ca'ur lucunya. Tingkah-laku sehari-harinya bersahaja, kecuali sikap naifnya---kadangkala memermalukan diri sendiri.

Kepalanya yang mungil, kurang singkron dengan tubuh gembrotnya, sesekali  bahan ocehan. Suaranya yang halus seperti siaran radio bervolume rendah, pernah pula menjadi bahan lelucon.

Nama sahabat kami itu cukup mentereng,  Merdy Lesmana! Tetapi, mungkin karena dia campuran Betawi dengan Minangkabau, kami menjulukinya Otong Gapuak. Otong, panggilan populernya, karena orang tuanya berasal dari Betawi. Sedangkan Gapuak kami nukilkan dari kamus bahasa Minangkabau bermakna gemuk.

Nah, setiap kali ada kejadian  aneh, lucu, melankolis---teman-teman selalu menghubung-hubungkannya dengan Otong. Seolah-olah hanya Otong dari sekian puluh penghuni kelas sebagai bahan kegembiraan kami. Anehnya, Otong tidak pernah marah jika kami mengerjainya.

"Tong.....Eh, ada yang nyari kamu, Tong!" seru Saptohadi, anak Jawa tulen yang terkenal tukang guyon di kelas.

"Siapa tuh?"Otong menanggapi serius.

"Ibu guru kita yang selalu mengenakan kacamata minus di dua lobang matanya,Tong!"cetus Bony nimbrung.

Otong Gapuak pun mereka-reka, siapa gerangan guru yang dimaksud temannya. Dia berpikir keras. Mungkin Bu Farida Simangunsong, guru kimia yang terkenal killer di SMA 3.                                   

Selekasnya Otong menghambur ke kantor majelis guru, menemui orang yang memanggilnya. Dengan keceriaan yang sangat indah, Otong menghadap sang guru. Penuh rasa hormat dan patuh.

Sementara itu kami yang sedang kongkow di kafetaria tertawa terpingkal-pingkal membayangkan gelagat Otong menghadap sang guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun