Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surpetisi, Pegang Kendali Diri Sendiri

2 Juli 2020   23:24 Diperbarui: 2 Juli 2020   23:28 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak. Sumber foto : Pixabay.com

Fakta sebenar, persaingan justru terkadang membuat pening. Godaan-godaan untuk melakukan apa saja pun datang. Yang penting menang! Bila sudah begitu, kemana hakekat pendidikan yang bertujuan memerdekakan manusia?

Tentukan Sendiri Standarnya

Bagaimana mendorong terjadinya supertisi? Saya pernah membaca bahwa di Finlandia, sebelum dimulainya persekolahan, ada kegiatan diskusi yang diinisiasi pihak sekolah. Yang diajak bicara adalah guru, calon murid, orangtua dan psikolog.

Keempatnya mendiskusikan apa yang ingin dipelajari oleh sang calon murid itu nanti dalam semester yang akan datang. Lalu dibahas pula soal target capaian si anak. Sebatas mana limit yang ingin dan bisa ia gapai. Jadilah anak, dibantu orangtua dan psikolog, menetapkan sendiri standar capaiannya. Itulah yang akan ia kejar.

Sumber : pixabay.com
Sumber : pixabay.com
Teman-teman kelasnya pun melalui prosedur yang sama, membuat target capaian pribadi. Alhasil, tak ada yang namanya kompetisi antar teman. Yang ada adalah persaingan dengan diri sendiri. Surpetisi.

Kenapa surpetisi diperlukan? Setiap anak punya keunikan masing-masing. Minat, gaya belajar, kecepatan belajar, bakat, karakter, semuanya berbeda bagi setiap anak. Ciri khas itulah yang menjadi kekuatannya masing-masing. Maka keunikan itu yang perlu dikembangkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang unik diadu dengan keunikan lainnya?

Bagaimana mungkin burung unta dilatih, diajari dan dilombakan untuk kompetisi terbang, bersaing dengan burung elang misalnya? Padahal keduanya keunikan masing-masing. Meskipun sama-sama burung!

Surpetisi yang menonjolkan potensi diri sendiri, pada akhirnya juga akan membawa diri pada posisi keberhasilan. Seperti satu video lama tentang presentasi Steve Job yang kemarin saya lihat di Twitter.

Job menginginkan Apple untuk mengenalkan diri dengan keunikan sendiri, memasarkan diri dengan kelebihan yang ditawarkan. Bukan dengan memburukkan brand lain yang menjadi pesaing.

Alhasil, Apple kemudian sukses menjadi merk eletronik yang membuat orang menanti produk terbarunya. Karena mereka punya ciri khas. Memberi identitas pada si pembeli produk.

***

Pernah ada satu lomba mewarnai antar anak usia TK. Kebetulan saya menjadi panitia. Lazimnya lomba mewarnai, maka orang tua dan guru dilarang berdiri dekat-dekat. Susah-susah kami meminta mereka untuk meninggalkan anaknya berusaha sendiri. Sampai sedikit dongkol : niat bener mau anaknya juara!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun