Lalu berangkatlah semua saudaranya memenuhi undangan ke Indrapura. Disambut suka cita sang Putri Serindang Bulan beserta sang suami, lupa dan tanpa rasa dendam kepada kakak-kakaknya.
Sebelum pamit akan pulang kembali ke Lebong, tidak lupa semua saudaranya sang Putri diberikan masing-masing oleh-oleh, dan sekantong emas dan perak sebagai uang jujur sang Putri.
Sungguh naas diperjalanan pulang, kapal yang mereka tumpangi diserang badai sehimgga membuat kapal terpecah-pecah, terdampar di teluk di antara Ipuh dan Ketaun.
Menyebabkan semua oleh-oleh, emas dan perak dari Indrapura yang mereka bawah, hilang habis, entah pada kemana. Terkecuali adik ke enam Ki Karang Nio.
Timbullah rasa iri berkesumat dengki kakaknya, pikiran kotor mereka tuk membunuh sang adik, demi merampas miliknya.
Karena Ki Karang Nio tanggap akan gerak-gerik mereka, dengan arif serta bijaksana. Berkata Ki Karang Nio;
Dalam bahasa Rejang kepada saudara-saudaranya, "hartoku harto udi, harto udi hartoku, barang udi cigai, uku magiea" artinya, hartaku harta kalian, harta kalian hartaku, barang kalian sudah tiada lagi maka aku bagikan hartaku ini untuk kalian.
Kemudian Ki Karang Nio membagikan bagiannya itu sama rata kepada para saudaranya.Â
Melihat tindakan sang adik, yang begitu baik dan bijaksana. Â Terharu dan malu-lah para abang. Lebih-lebih ingat pula pada perbuatan mereka di masa lalu, memaksa ki Karang Nio tuk membunuh adik si Putri Serindang Bulan.
Karena malu inilah yang menyebabkan mereka memisahkan diri dari sang adik. Mengambil keputusan tuk tidak kembali lagi ketanah asal Lebong.
Berkatalah mereka kepada Ki Karang Nio dalam bahasa Rejang, "uyo ote sao keme migei belek" yang artinya, "sekarang kita bercerai dan kami tidak akan kembali lagi."