Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Sedekah Bumi "Kedurai Agung" dalam Suku Rejang

23 Agustus 2021   18:48 Diperbarui: 24 Agustus 2021   12:47 2079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Sesepuh desa (memegang mikrofon) memimpin doa dalam tradisi sedekah bumi, Kamis (25/3/2021). (Foto: KOMPAS.COM/USMAN HADI)

Kedurai Agung atau juga Kedurei Agung merupakan acara adat dalam suku Rejang yang diwariskan secara turun temurun. Pusaka dari nenek piyang (leluhur) hingga saat ini masih berlangsung dan selalu diadakan oleh orang Rejang.

Dalam momentum peringatan HUT kota Curup misalnya. Kedurai Agung upacara adat yang sakral sebagai bentuk pelestarian terhadap kearifan lokal, maka tidak heran bila perayaan HUT kota Curup pelaksanaan Kedurai Agung mesti dilaksanakan.

Apabila dilihat dari jejak ritual adat ini, kepercayaan cenderung bersifat animisme dan bercorak pada agama Hindu-Buddha. Perjamuan dengan pernak pernik ritual beraura mistis, do'a rezeki pada diwo/dewa, punjung (nasi kuning/tumpeng) dan bakar kemenyan.

Kedurai Agung bukti nyata adanya akulturasi kepercayaan leluhur dengan kepercayaan baru (Hindu-Buddha) bila dilihat dari prosesi dalam acara adat. Simbol-simbol pada rangkaian upacara pelaksanaan.

Hal bisa diterima juga bisa diterima bila berkaca pada literatur sejarah Kerajaan Sriwijaya yang dikenal sebagai kerajaan Buddha. Demografi suku Rejang tak luput dari daerah kuasa kerajaan Siriwijaya, bagian Sumatera Selatan kala itu.


Dan bisa juga terkontaminasi/pembauran ajaran Hindu dari pulau Jawa. Yakni kerajaan Majapahit. Seperti kisah empat biku keturunan Majapahit. Yang datang ketanah Rejang yang dikenal daerah Pinang Belapis/Renah Sekalawi.

Jadi asimilasi budaya suku Rejang pada dua agama ini bisa saja terjadi sebelum akulturasi Islam. Tradisi/kebudayaan telah bersahaja, Rejang Pra-Islam (sebelum datangnya Islam).

Baca : Akuturasi Islam dalam Kebudayaan Rejang

Istilah Kedurai  Agung atau juga sering dilafadzkan Kedurei Agung. Variasi pengucapan kata setiap daerah orang Rejang berbeda. 

Namun pemaknaan tetap sama, mungkin karena faktor adaptasi masyarakat atas wilayah sekitar, yang membentuk logat/dialek. Seperti dialek Rejang Curup, Kelapahiang, dan Lebong berbeda satu sama lain, punya ciri khas. Sinonim tetap sama.

Kembali pada Kedurai Agung. Berasal dari Bahasa Rejang yang terdiri dari dua kata, Kedurai dan Agung. Kedurai artinya kenduri, hajatan, perjamuan. Dan Agung, besar, luhur, dan mulia.

Jadi acara ini bukan hanya Curup (Rejang Lebong) saja dapat ditemukan diempat kabupaten lain yakni Kepahiang, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, dan Lebong tahu akan prihal upacarä adat ini. Peta penyebaran/domisilinya orang Rejang.

Berangkat dari obrolan pagi tadi dengan warga kampung tempat tinggal penulis, yang membahas tentang pelaksanaan Kedurai Agung yang akan dilaksanakan tahun ini, menarik untuk kutuangkan dalam artikel kali ini. Rangkuman dari menyimak obrolan mereka.

Katanya, Kedurai Agung tak ubahnya dengan acara sedekah bumi yang biasa dilakukan daerah lain. Persis sama walau secara rangkaian ataupun prosesinya sedikit perbedaan.

Hakikatnya budaya luhur Nusantara ini secara tujuan sama seperti ucapan syukur pada Tuhan. Dan doa keselamatan.

Dilihat dari harus atau tidaknya Kedurai Agung tidak terlalu wajib dalam artian akan diberikan sanksi jika Kedurai Agung tidak dilaksaknakan. Jarang sekali atau tidak pernah sekali terdengar ditelinga penulis.Tergantung dengan masyarakat, mau atau tidak untuk mengadakannya.

Terlepas apakah pelaksanaan acara adat ini mulai memudar dimakan zaman, hanya pàda moment tertentu, seperti HUT kota Curup saja. Bersifat seremonial belaka, entahlah.

Kalaupun masih ditemukan paling banter didaerah perkampungan/perdesaan. Hanya pada desa-desa tertentu, dimana adat masih dipegang teguh oleh masyarat sekitar. Sebagian sudah tidak kenal lagi bahkan merasa asing dengan hal ini.

Disamping cara pandang yang sudah mulai berubah, percaya pada hal yang kongkrit menjauhi yang bersifat mistik. Pendidikan, pengaruh dari luar, atau bentuk keyakinan yang dianut masyarakat bertentangan pada tradisi ini. 

Bisa saja mempengaruhi, versi awamologiku. Bila daerah perkotaan sudah dimaklumi mengapa Kedurai Agung tidak dilaksanakan karena faktor Heterogenitas etnis. Ya, wajarlah, wong telah membaur toh.

Dari obrolan seputar Kedurai Agung ada dua point yang penulis tangkap dan rangkum. Dan ditambah hasil searching tuk memperkuat materi akan makna mengapa Kedurai Agung, baik untuk dilaksanakan. Sangatlah dianjurkan kepada masyarakat.

Pertama Wujud Syukur

Kedurai, adalah salah satu ritual adat yang sakral bertujuan untuk mewujudkan rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan tanah yang subur atau hasil panen yang baik. 

Puja-puji syukur kepada yang diatas atas limpahan nikmat dan rezeki yang berikan. Doa selamat karena hasil panen, kondisi/keadaan sehat wal afiat, kedamaian yang dirasakan. Karunia Tuhan yang besar kepada makhluknya. Nikmat Tuhan mana yang kau dustakan, hehe..

Maka untuk itu Punjung/nasi kuning/nasi tumpeng dan bermacam jenis hasil bumi, pertanian/ternak dapat dijumpai dalam acara ini. Terhidang tuk dimakan secara berjamaah setelah doa usai.

Dalam ritual Kedurai, ditambahkan dengan doa lalu acara makan-makan, seperti syukuran. Dan berdoa semoga rezeki tahun depan semakin lancar. Amiin.

Kedua Wujud Tolak Balak

Kedurai Agung,  selain memohon kepada "Yang-Di-Atas" juga meminta pada roh-roh para leluhur untuk dijauhi akan adanya taak dari ninik puyang.

Diauhkan dari malapetaka. Dilepaskan dari musibah dan bencana yang sedang menimpa penduduk dan daerah tempat tinggal. Dan diberikan kenyamanan, kedamaian, ketentraman terhindar dari macam-macam permasalahan hidup. 

Pendeknya, tujuan untuk menghindar balak di kemudian hari. Baik untuk desa ataupun masyarakat yang bertempat tinggal disana. Kedurai Agung sumbang sih dari masyarakat, tokoh adat dan pemerintahan desa. 

Dilanjutkan ritual Belangea  dan memercikkan air “Sedingin” keseluruh arah dan juga melepaskan burung Merpati kalau ada. 

Baca: Istilah "Belangea dan Kesapo" dalam Suku Rejang

Catatan. Percaya atau tidak percaya Kedurai Agung, terkadang berhubungan pada keadaan di masyarakat. Bumei Panes (kondisi desa) sedang panas dalam suasana dipenuhi musibah/bencana, kriminal, keributan masyarakat, muncul Harimau masuk desa. 

Untuk itu perlunya Kedurai dilaksanakan, tuk mendinginkan keadaan desa. Karena desa sedang kotor, maka para roh-roh leluhur datang menegur para cucu-cucunya.

SALAM

Sumber Referensi: Wikipedia dan Diskusi dengan Tokoh Masyarakat Desa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun