Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tikus Sawah dan Dua Orang Petani

11 Juli 2021   07:58 Diperbarui: 11 Juli 2021   07:59 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

******
Ada sebuah cerita dari dua orang petani diperkampungan sama-sama menunggu waktu musim panen Padi. Setelah kurang lebih empat bulan dari masa semai, berkisar dari bulan Mei-Juli masa bertanam. 

Menurut perhitungan umur Padi yang ditanam memang jenis Padi empat bulanan. Empat bulan bisa dipanen. Terhitung dari masa tanam, disertai aktivitas rutin seperti pemupukan, penyemprotan, penyiangan gulma, pengaturan pengairan kemestian yang wajib dilakukan.

Supaya hasil Padi memuaskan, karena usaha tidak mengecewakan hasil. Sedangkan prihal selanjutnya diserah kepada yang diatas. Sing penting usaha maksimal dan doa tentunya, pesan petani kampung sebelah.

Kini saatnya menunggu bulir padi mulai meranjak muncul satu persatu berlahan menampakam diri disetiap batang Pada, ramai. Dalam bahasa Rejang dinamakan masa pada sedang "Mbuting".

Rasa penat dan lelah dalam menggarap sawah seakan terobati, melihat hamparan persawahan dari tegak sudah kelihatan merunduk. Padi yang mulai menguning, satu persatu.

Tak sia deh ucap si Fulan kepada Bedul, semoga hasil panen kali memuaskan. Amiin jawab si Bedul.


Jika menurut perhitungan panen sebentar lagi. Kurang lebih satu bulan lama masa ini supaya bisa dipanen, apalagi didukung dengan cuaca sedikit panas dan sawah dibiarkan kering. Padi biasanya lebih cepat menguning, timpal Bedul.

Namun, musim Padi kali ini mereka merasakan sangat berbeda dengan musim sebelumnya. Banyak hama Padi menyerang bak virus corona. Yang mulai merusak lahan persawahan menjelang masa panen.

Dari serangan Walang Sangit, Hama Wereng, Burung Pipit, hingga Tikus pun jadi ancaman yang meresahkan. Sangat mencemaskan. Diketahui bahwa Padi satu-satunya pendapatan utama bagi keluarga Fulan dan Bedul.

******

Dimana harga kebutuhan hidup semakin merangkak naik, lapangan kerja sampingan yang semakin terbatas diera pandemi. Eeh masalah barupun muncul mengancam, Ujar Fulan.

Karena prinsip hidup tidak boleh pasrah pada keadaan. Bedul dan Fulan melakukan berbagai upaya untuk mencegah hama ini. Dengan menerapkan berbagai sumber informasi dalam penanganan hama yang sangat mengkhawatirkan hasil panen nanti.

Membingungkan, dari berbagai hama tersebut hanya satu hama yang sangat susah untuk ditangani oleh mereka. Yakni hama Tikus. Menggeret batang padi, membuat pemandangan padi seperti gundul/kompong dari kejauhan.

Lahan persawahan rusak hanya tersisa dipinggiran pematang yang masih jelas terlihat utuh, yang mungkin nanti bisa untuk dipanen. Walaupun dengan hasil yang mengecewakan.

Sambil menggeleng kepala atas kejadian yang menimpa. Masih sempat untuk melakukan upaya pada Padi yang masih tertinggal, yang masih bisa dipanen. Walaupun hasilnya jelas berkurang seperti biasanya, biar dapat sedikit sing penting panen, kelakar Bedul.

*****

Bangsat nih Tikus, gila nih serangan Tikus, awas kalau ketemu saya bakar hidup-hidup, maki si Fulan. 

Penuh emosi yang meluap-meluap. Sedangkan Bedul hanya diam menunduk, berpikir tenang dalam melihat keadaan yang mereka alami ini. Kedua petani ini pun segera mencari alternatif untuk menangani hama Tikus.

Tapi, Fulan dan Bedul berbeda dalam bersikap. Satu dengan emosi dan satu lagi lebih tenang melihat keadaan ini.

Sebut saja si Fulan namanya, dengan amarah membara Ia pun langsung mencari Tikus yang merusak sawahnya. Kebetulan ia melihat, lalumengejarnya.

Melihat ancaman mendekat, Tikus dengan cerdik berlari dan bersembunyi didalam lobang pada kolong Pondok sawah si Fulan.

Masih dengan emosi tinggi tanpa berpikir panjang Fulan spontan membawah korek api untuk membakar Tikus. Langsung membakar lobang persembunyian Tikus.

Namun naas yang terjadi justru api bukan hanya membakar si Tikus, tapi merayap kemana-mana dan membakar semuanya. Termasuk tiga Ekor Ayam Kampung, Lima Ekor Kambing dan seisi pondok. Jadi ikut hangus terpanggang menjadi arang.

Fulan tertunduk layu melihat semua yang telah terjadi hangus terbakar bersama puing pondok yang telah menjadi arang . 

Akibat Tikus seekor justru membakar segalanya. Sungguh bodoh, gumam Fulan.

Berbeda dengan Bedul dalam menangani hama Tikus dilahannya. Ia pun menggunakan berbagai cara, dari racun Tikus, memasang perangkap Tikus, mencari lobang persembunyian Tikus lalu menutup lobang tersebut. Serta menggunakan Anjing untuk memburuhnya. 

Selain itu ia juga telah lama membiarkan binatang pemangsa Tikus seperti Ular dan Burung Elang hidup dilahannya supaya siklus rantai makanam makhluk hidup tetap berjalan. Menjalani pesan gru sewaktu sekolah dulu, menjaga habot dan ekosistem alam, alam pun bisa menciotakan alamnya sendiri.

Dan pada akhirnya Sang Bedul dapat memetik hasil panen, walau hanya sedikit karena hama Tikus yang menggila ditahun ini. Berbeda dengan Fulan. Semoga musim padi selanjutnya tidak seperti kita alami, Doa Fulan dan Bedul.

SALAM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun