Mohon tunggu...
Muklisin Said
Muklisin Said Mohon Tunggu... Politisi - Mahasiswa yang kritis

Berfikir dan zikir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebodohan yang Ilmiah

20 Juli 2020   05:49 Diperbarui: 20 Juli 2020   05:59 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup kita sekarang ini sungguh tercabut dari alam. Kita merasa terasing dengantanaman dan hewan. Padahal, keduanya adalah sumber kehidupan kita. Tanpa mereka, kita akan punah.Justru sebaliknya, hidup kita malah semakin tidak alami. 

Kita bersentuhan dengan beton dan besi, tetapi justru jijik dengan tanah dan pohon. Padahal, tanpa tanah dan pohon, kita tidak akan dapat hidup.Kita tidak hanya semakin jauh dari alam. Kita justru menghancurkan alam.Kita mengeruk sumber daya alam tanpa kendali nurani. Kita menggunakan energi,tanpa peduli dari mana energi itu berasal.Kita asik makan daging di restoran.

Namun, kita mengabaikan fakta, bahwa banyak hewan digunakan dan dihancurkan hidupnya oleh perusahaan-perusahaan daging raksasa. Seperti dinyatakan oleh Peter Singer, salah satu tokoh etika hewan (animal ethics), hubungan manusia dengan hewan sama seperti hubungan antara Hitler dengan orang-orang Yahudi pada dekade 1933 sampai 1945 di Jerman.Singkat kata, kita melakukan pembunuhan massal yang biadab pada jutaan hewan setiap harinya, demi memuaskan nafsu kita atas daging dan kenikmatan singkat
semata.

Kita menghancurkan hutan, supaya bisa mengeruk keuntungan ekonomi sesaat. Dengan hancurnya hutan, banyak pula binatang yang kehilangan tempat tinggal. Mereka pun terancam punah. Hampir setiap saat, menurut Singer, ada salah satu jenis binatang yang punah dari muka bumi ini, karena kehilangan tempat
tinggal alamiahnya. Ketika hutan dan tempat alamiah para hewan hancur, berbagai
bencana pun terjadi, mulai dari banjir sampai dengan perubahan iklim yang terjadi
di seluruh dunia.


Kini, kita menghancurkan hewan dan tumbuhan. Artinya, kita menghancurkan alam itu sendiri. Tidak ada alasan yang masuk akal untuk tindakan ini. Semuanya dilakukan bukan karena kita sebagai manusia perlu melakukannya, tetapi karena kita rakus dan hanya terpaku pada kebutuhan.  

Namun, bagaimana kerakusan kita bisa mewujud begitu kuat, dan membuat seluruh alam takluk? Apa yang membuat kita mampu melakukan itu semua dengan cepat dan sistematik?

 Cara berpikir yang berpijak pada kerakusan tersebut kini menjelma secara nyata di dalam ilmu pengetahuan. Bentuk nyata dari ilmu
pengetahuan adalah perkembangan teknologi yang begitu cepat, seperti yang kita rasakan sekarang ini

Banyak orang mengira, bahwa ilmu pengetahuan telah menyelamatkan dunia. Ia telah
memberi kita begitu banyak kemudahan dalam hidup. Ia berhasil mengembangkan
obat-obatan untuk melawan beragam jenis penyakit. Namun, apa artinya semua itu,
jika jutaan hewan dan tumbuhan menjadi korbannya, dan menghancurkan alam itu
sendiri

Apakah kita sebagai manusia merasa begitu penting, sehingga keselamatan kita lebih penting dari hewan dan tumbuhan lainnya? Bukankah dengan menghancurkan hewan dan tumbuhan demi kenikmatan sesaat belaka, kita juga, pada akhirnya, menghancurkan diri kita sendiri? Lalu, apa motivasi dari semua tindakan yang
merusak ini? Mungkin, seperti yang dinyatakan oleh Heidegger, bahwa manusia tidaklah memiliki kehendak jahat, melainkan hanya tidak berpikir.


Sudah sejak jaman Aristoteles, ilmu pengetahuan memisahkan-misahkan alam ke dalam berbagai kelompok. Tugas utama ilmu pengetahuan adalah memahami,dan memahami dipahami secara sempit sebagai menganalisis yang berarti memecah segala sesuatu ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Dengan cara berpikir
ini, orang dengan mudah kehilangan pandangan keseluruhan tentang apa yang
ia dalami.

 Ia bisa memahami sesuatu melalui bagian-bagiannya, tetapi buta pada pandangan secara keseluruhan. Tak heran, seorang ahli biologi bisa bekerja sama dengan perusahaan yang hendak merusak hutan demi memperoleh uang lebih banyak. Tak heran, ahli kimia bisa disuap untuk melakukan penelitian palsu untuk menipu orang banyak. Tak heran, ahli pangan tidak paham, mengapa harga beras naik terus setiap tahunnya.Inilah orang-orang cerdas yang sekaligus juga bodoh dan buta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun