Mohon tunggu...
Mukhnizar Sabri
Mukhnizar Sabri Mohon Tunggu... -

Kerinci, Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Shalat Berjemaah Berhadiah : Ide "Gila" Sang Walikota

25 Februari 2014   05:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penyakit "Politik Pencitraan" benar-benar mewabah, menjangkiti pemimpin dan calon pemimpin di negeri ini. Untuk itu idenya makin aneh bin ajaib. Bisa bikin ketawa hingga mules sekali gus meratap dalam hati. Apa boleh buat. Silakan buat program yang paling menggelisahkan. Silakan susun kebijakan yang paling merisaukan dan silakan lontarkan ide segila apapun. Coba simak ide sang walikota Bengkulu: Shalat berjemaah berhadiah. Hayo coba! Apa tidak menggelikan sekali gus menggeramkan? Apa tidak ada ide yang sedikit menenteramkan warga? Kreatif sedikit, kenapa sih…!

Dengan menggunakan logika sederhana saja bisa dimengerti, kalau kebijakan semacam ini merupakan kebijakan nyeleneh. Dikatakan “kebijakan” karena akan menggunakan APBD. Apa tidak ada ide Pak wali yang sedikit bermakna untuk rakyat banyak? Anggaran yang akan disedot dari APBD sejumlah 2,3 milyar itu cukup banyak, lho. Taroklah ini ide murahan alias kampungan : Pedangan sayur harian itu omsetnya paling banter 500-700 ribu/hari. Nah! Kalau yang muncul di headline media daerah : Walikta anu Bantu 4,6 Ribu Pedagang Sayur. Hayo….Apa tidak mentereng? Dan Insya Allah, efek pencitraannya superdahsyat. Kalau memeng tujuannya ini. Dan dampak ekonomisnya juga sangat besar. Untung pedagang sayur setiap harinya 100% bisa dibawa pulang karena tak perlu setor kepada tengkulak.

Soal motivasi shalat berjamah, kalau Walikotanya sering kelihatan shalat berjamaah setiap waktu shalat fardhu, Insya Allah sedikit banyak ada warga yang akan menirunya, mengikutinya. Soal shalat berjamaah pahalanya sekian, dan salat sendirian pahalanya sekian semua orang sudah tahu. Memang ada hadits yang menerangkan. Yang tak ada hadisnya, ya itu tadi : Sahalat berjamaah berhadiah.

Ada hadis lain : Kemiskinan hampir-hampir mendekati kekafiran. Nah! Ini yang perlu yang perlu dipahami dan dihayati. Umar bib Khattab merasa perlu turba (turun kebawah) untuk memastikan warganya tak ada yang kelaparan. Ia tak percaya seratus persen laporan bawahan, yang seringkali sekedar ABS (asal bapak senang). Ternyata memang ada wanita janda beranak dua, yang sedang merebus batu, sekedar untuk meniniabobokkan anaknya hingga mereka tertidur. Terlupa dengan rasa laparnya. Umar bin Kahttab memanggul sendiri karung gandum untuk kebutuhan si janda ini. Ini tipe pemimpin yang mengutamakan tanggung jawabnya, bukan fasilitas jabatannya. Umar bin Abdul Azis begitu juga, hidup sebagamana rakyat kebanyakan. Ia ingin merasakan apa yang dirasakan rakyatnya, bagaimana denyut jantung umatnya. Hanya tiga setengah setengah tahun memimpin, ia bisa membalikkan keadaan, mensejahterakan warganya, hingga tak adalagi yang mau menerima sedekah, apalagi zakat. Karena semua sudah mau bersedekah, mau berzakat. Satu-satu pemberian yang mulia adalah hadiah (bukan sogok atau gratifikasi, lho). Umar bin Abdul Aziz membalikkan warganya, dari mustahik (berhak menerima zakat) menjadi muzakki (pembayar zakat). Mereka ingin mulia dengan tangan di atas. Waaaaw idealnya pemimpin Duo Umar ini. Kapan ya, Indonesia mendapatkan fotokopinya????

Kalau keadaannya sudah demikian, tak ada lagi yang stress dan struk soal urusan perut, soal uang sekolah anak. Jalan ke mesjid jadi nampak terang. Kita percaya mereka masih shalat, bahkan mungkin juga berjamaah, hanya saja belum bisa istiqamah di Masjid. Sesekali pasti ada. Tugas pemimpin membawa rakyatnya ke kondisi demikian. Dengan begitu, Pak Walikota tak perlu menyedot APBD untuk anggaran : Shalat berjamaah berhadiah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun