Mohon tunggu...
Mukhaimin Sukri
Mukhaimin Sukri Mohon Tunggu... Universitas Jambi

catur dan sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dinamika Pembentukan Hukum Di Indonesia

3 Oktober 2025   20:00 Diperbarui: 3 Oktober 2025   20:00 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dasar Pikiran

Hukum adalah sarana untuk mewujudkan keadilan, ketertiban, dan kepastian dalam masyarakat. Namun, dalam praktiknya hukum tidak pernah lahir di ruang hampa. Ia merupakan hasil tarik-menarik kepentingan politik, ekonomi, sosial, bahkan budaya. Indonesia sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945) menempatkan pembentukan hukum---khususnya undang-undang---sebagai proses penting dalam menjaga legitimasi kekuasaan dan menjamin hak warga negara.

Namun, dalam dua dekade terakhir, pembentukan hukum di Indonesia mengalami dinamika yang semakin kompleks. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pasca reformasi menggeser pola relasi kekuasaan, di mana DPR memperoleh kedudukan kuat sebagai legislator bersama Presiden. Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi hadir sebagai pengawal konstitusi yang dapat menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Secara teori, konfigurasi ini mencerminkan checks and balances. Akan tetapi, realitas politik menunjukkan bahwa proses legislasi sering kali lebih dipengaruhi oleh kalkulasi kekuasaan ketimbang pertimbangan hukum yang berbasis kepentingan publik.

Problem yang Mengemuka

Ada beberapa problem mendasar dalam pembentukan hukum di Indonesia saat ini:

  1. Dominasi politik dalam legislasi.
    Legislasi kerap menjadi arena kompromi politik jangka pendek. Alih-alih berorientasi pada kebutuhan rakyat, produk undang-undang justru sering merefleksikan kepentingan elite. Contoh menonjol adalah lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja yang dibentuk dengan metode omnibus law. Meski diproyeksikan untuk meningkatkan investasi dan lapangan kerja, proses pembentukannya banyak dikritik karena minim partisipasi publik dan terkesan terburu-buru.
  2. Keterbatasan partisipasi masyarakat.
    Konstitusi menjamin hak warga untuk didengar, namun mekanisme yang ada sering formalitas. Rapat dengar pendapat umum, uji publik, hingga sosialisasi rancangan undang-undang hanya sebatas simbolik. Akibatnya, masyarakat sering merasa tidak memiliki kontrol terhadap hukum yang nantinya mengikat kehidupan mereka.
  3. Masalah kualitas peraturan perundang-undangan.
    Data menunjukkan bahwa tidak sedikit undang-undang kemudian dibatalkan atau sebagian dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini mengindikasikan lemahnya perencanaan, naskah akademik yang tidak matang, dan proses legislasi yang kurang transparan.
  4. Inkonsistensi agenda legislasi nasional.
    Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang disusun sebagai peta jalan pembentukan undang-undang sering kali tidak konsisten. Banyak rancangan undang-undang yang masuk daftar prioritas justru mangkrak, sementara rancangan yang tidak masuk prioritas tiba-tiba disahkan dengan cepat.

Pembahasan

Fenomena di atas memperlihatkan bahwa pembentukan hukum di Indonesia menghadapi dilema antara idealisme negara hukum dan realitas politik praktis.

Pertama, dari aspek politik hukum, negara hukum Indonesia semestinya menjadikan hukum sebagai instrumen keadilan sosial, sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945. Akan tetapi, dalam praktiknya, hukum sering diposisikan sebagai legitimasi kebijakan politik. Ini menyebabkan legislasi lebih bersifat top-down, sehingga hukum lahir bukan dari partisipasi rakyat, melainkan dari konsensus elite.

Kedua, dari aspek partisipasi publik, penting untuk menegaskan kembali peran masyarakat sipil. Negara demokrasi tidak mungkin berjalan sehat bila masyarakat hanya ditempatkan sebagai objek hukum. Mekanisme partisipasi seharusnya dirancang substantif, bukan seremonial. Misalnya, membuka ruang konsultasi publik secara daring yang transparan, memberikan akses penuh terhadap naskah RUU sejak awal, hingga mewajibkan laporan hasil uji publik sebagai bagian resmi dari pembahasan.

Ketiga, peran Mahkamah Konstitusi menjadi sangat signifikan. Sejak berdirinya pada 2003, MK telah membatalkan puluhan pasal dan undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945. Meski hal ini menunjukkan adanya mekanisme koreksi, terlalu seringnya undang-undang diuji dan dibatalkan memperlihatkan bahwa DPR dan Presiden belum sepenuhnya menjadikan UUD 1945 sebagai pedoman utama. Dengan kata lain, kualitas legislasi masih problematik.

Keempat, perencanaan legislasi nasional harus diperkuat. Prolegnas seharusnya menjadi instrumen prioritas hukum yang konsisten, bukan daftar administratif yang bisa diubah sesuai kepentingan politik. Perlu ada mekanisme evaluasi dan akuntabilitas yang jelas, agar publik dapat menilai sejauh mana janji legislasi benar-benar diwujudkan.

Kelima, tantangan modernisasi hukum juga tidak kalah penting. Dinamika masyarakat digital, isu lingkungan hidup, dan perkembangan teknologi menuntut hukum yang adaptif. Jika pembentukan hukum tetap berorientasi pada politik jangka pendek, maka hukum akan tertinggal dari realitas sosial.

Penutup

Dinamika pembentukan hukum di Indonesia mencerminkan perjalanan demokrasi yang belum sepenuhnya matang. Hukum masih sering dipandang sebagai alat kekuasaan, bukan cerminan kedaulatan rakyat. Karena itu, ada beberapa agenda yang perlu ditegaskan:

  1. Menegakkan prinsip keterbukaan dan partisipasi publik yang nyata dalam setiap proses legislasi.
  2. Menjadikan UUD 1945 sebagai rujukan utama, bukan sekadar formalitas.
  3. Memperkuat konsistensi Prolegnas sebagai instrumen perencanaan hukum yang akuntabel.
  4. Menggeser orientasi legislasi dari kepentingan elite menuju kepentingan masyarakat luas.

Dengan demikian, hukum tidak lagi menjadi produk kompromi politik semata, melainkan benar-benar hadir sebagai instrumen keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun