Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Wawas Diri dari Gejala Beragama yang Rigid ala Arie "Al-Untung" Ngustaz "Wicis" Fikih

15 April 2021   03:48 Diperbarui: 15 April 2021   17:29 2134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar siniar (podcast) Daniel Mananta dan Aire Untung/Sumber: YouTube Daniel Mananta Network

Yang pada akhirmya berujung pada "teguran" (pemberitahuan) warganet atas ketidaktepatan (kesalahan) AU dalam memberikan jawaban perihal pengertian "fikih". 

Mungkin warganet berharap AU mengakui apa yang terjadi dan legawa memohon maaf sebagai klarifikasi dan respons bijak. Bukan malah sebaliknya, bersikap arogan dan merasa benar sendiri.

Padahal di antara bererot warganet yang meresponsnya dengan kritikan dan saran itu ada beberapa guru besar dan pakar di bidang Syariah dan Hukum Islam yang tidak diragukan lagi keilmuannya. 

Kalau hanya untuk menjelaskan pengertian "fikih" (mohon maaf), murid madarasah ibtidaiyah (setingkat SD) atau madrasah tsanawiyah (setingkat SMP) juga sudah tahu dan bisa jawab. Lebih-lebih anak pesantren, menjawab pertanyaan, "Ma huwa al-fiqhu?" (Apa itu fikih?) sudah ngelotok dan di luar kepala (hafal banget).

Pelajaran moral penting dari fenomena AU dengan gaya bahasanya yang sering bilang dan mengulang-ulang kata "wicis" ini, adalah bahwa dalam hal apa pun, jangan pernah berhenti untuk belajar. Tidak ada kata terlambat untuk terus belajar. 

Tidak ada yang membatasi untuk selalu belajar. Jadilah pemelajar sepanjang hidup di kandung badan, dan dari buaian sampai ajal menjemput, belajarlah, begitu pesan Nabi Muhammad saw.

Jangan pernah malu dan malas mendaras ilmu, membaca buku (kitab), mengaji, mengkaji, dan memperdalam ilmu agama Islam untuk menambah wawasan dan khazanah keislaman. Jangan berpuas diri dan merasa cukup belajar agama hanya kepada "ustaz" google.

Carilah guru yang baik, dan tepat (mumpuni, kapabel, otoritatif, dan jelas sanad keilmuannya) yang bisa membawa kemaslahatan dan Islam yang rahmatan lil 'alamin. Islam yang rahmat bagi semesta, moderat, toleran, insklusif, dan tidak diskriminatif. Islam yang ramah, bukan Islam yang marah-marah dan rigid.

Selebihnya, jangan nafsu dan kebelet mendaku diri (pengin dipanggil) ustaz. Tetaplah rendah hati dan jauhkan diri dari sikap sombong dan arogan, merasa paling benar dan pintar sendiri. Sadari betul bahwa di atas langit masih ada langit. 

Jangan pernah mengecilkan (meremehkan) orang lain dan hindari sikap yang gemar mengafirkan (bersikap takfiri) kepada sesama orang yang beriman.

Demikian, sekadar wawas diri. Semoga bermanfaat. Tabik. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun