Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Abah, Guru Membaca Saya

14 September 2019   06:00 Diperbarui: 18 September 2019   22:51 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa buku baru koleksi saya yang baru-baru ini atau kali terakhir saya beli. / sumber: foto pribadi

Kalau sudah acak-acakan dan nggak karuan begitu (pabalatak, kata orang Sunda), Ibu saya biasanya yang paham betul, segera untuk merapikan lagi dan meletakkanya di rak/lemari buku. Tapi tetap saja kitab-kitab dan buku-buku itu nanti kembali lagi acak-acakan tak karuan. Karena Abah mengambil dan membacanya lagi. Dan Ibu saya tidak pernah bosan merapikan kembali buku-buku itu. 

Itu sudah menjadi rutinitas. Karena setiap hari, setiap saat, dan setiap waktu luang, Abah selalu membuka, membaca dan mendaras kitab-kitab dan buku-buku itu. Abah begitu asyik larut tenggelam dalam aktivitas membacanya.

Dari menyaksikan itu, secara tidak langsung, kondisi ini memengaruhi saya juga. Sejak kanak-kanak saya sudah suka membaca buku, terutama buku-buku cerita rakyat dan legenda nusantara, buku biografi, cerita para pahlawan nasional, sejarah para Nabi, novel, majalah, termasuk komik tentu saja. Layaknya anak-anak seusia saya kala itu.

Minat saya membaca buku terus berkembang menggebu ketika saya nyantri sampai kuliah. Apalagi pada masa-masa inilah Abah saya selalu mengajak saya berdiskusi berbagai tema keislaman, baik itu berkaitan dengan persoalan hukum Islam (fikih), ilmu kalam (teologi), tasawuf, pemikiran Islam, dan seterusnya, bahkan kadang-kadang merespons kasus-kasus dan persoalan yang muncul di masyarakat.

Saat-saat berdiskusi seperti inilah tercipta keakraban, saling tukar pikiran, berbagi ilmu dan informasi di antara Abah dan saya. Tidak jarang saya dan Abah bersama-sama membuka dan membaca kitab sebagai rujukan dari topik yang didiskusikan. 

Abah, bagi saya, adalah teman diskusi yang amat mengasyikkan. Sehingga saya dan Abah itu bisa berlama-lama berdiskusi, bahkan sering tidak terasa sampai larut malam, sambil ngopi dan ngerokok bareng.

Suasana seperti ini yang memengaruhi dan mendorong minat dan semangat saya untuk banyak membaca buku. Apalagi saat-saat kuliah, saya seperti keranjingan virus membaca. 

Makanya, saya itu suka sekali berada di perpusatakaan kampus dan jalan-jalan ke toko buku sekadar untuk memenuhi dan memuaskan hasrat saya membaca. Terus terang kebanyakan sekadar numpang baca buku di toko buku itu ketimbang beli buku. Maklum keterbatasan keuangan saya untuk beli buku. 

Untuk hal yang satu ini, yaitu berkaitan soal keterbatasan keuangan saya untuk membeli buku, saya sampai-sampai menyiasatinya. Yang pertama, tentu membaca buku di perpustakaan kampus. Membaca buku di "Ruang Reference" adalah suasana yang paling saya sukai. Saya bisa berlama-lama betah di sini.

Kedua, dulu, di Ciputat, depan kampus IAIN  (sekarang UIN) Jakarta ada toko buku bekas, namanya "Toko Buku Mantan". Saya kerap beli buku bekas di toko buku itu. Karena harganya relatif lebih murah. Maklum buku-bukunya cetakan lama.

Dan terakhir, pernah juga saking ingin baca buku terbitan baru, saya terpaksa merayu teman yang punya uang untuk beli buku terbitan baru itu. Ketika teman saya tidur, saya buru-buru membaca buku terbitan terbaru yang baru dibelinya sampai tamat dalam tempo yang sesingkat-singkatnya (baca kilat).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun