Demikian, yang jelas dalam berbahasa, prinsipnya memang sering berdasarkan rasa, kebiasaan dan mudah diucapkan. Makanya tidak aneh jika dalam bahasa Indonesia tidak sedikit dijumpai kata serapan dari bahasa asing keluar atau melenceng dari makna aslinya. Seperti halnya kata takjil ini. Â
Artinya, dalam berbahasa sehari-hari, bisa jadi kata-kata yang yang kadung memasyarakat, mentradisi, dan sering diucapkan (menjadi biasa) itu tidak lagi terletak pada benar atau salah penggunaannya, tetapi berbahasa itu kadang-kadang adalah soal rasa dan nyaman (nggak ribet).Â
Sampai di situ, ya mungkin sah-sah saja, ketika takjil diartikan sebagai makanan berbuka puasa. Walau kurang tepat, dan salah kaprah. Ya sudahlah. Karena bukankah kadangkala orang lebih senang tersesat dalam kesesatan yang sudah mendarahdaging dan diklaim sebagai sebuah kebenaran di era  post-truth sekarang ini?
Semoga bermanfaat. Selamat berpuasa!