Jika kita melihat seseorang tengah dalam kesulitan, minimal beri mereka senyuman, sederhana bukan? tidak menuntut banyak hal. Apalagi pandemi mengharuskan diri kita untuk jaga jarak dan patuhi protokol kesehatan. Jadi intensitas kita sebagai mahluk sosial udah agak berkurang, karena kumpul-kumpul dikit kena denda.
Tapi nih, kalo misalkan kita belum ada kesempatan untuk berbagi dengan saudara, teman, keluarga, atau orang-orang yang seharusnya dibantu. Tapi pengen banget, gimana dong caranya? Nih caranya, minimal, kita batasi jumlah konsumsi makanan kita, lho kok? Gimana ceritanya kita harus batasi makan, kan puasa kita juga udah tahu, dari imsak hingga adzan maghrib berkumandang kita tidak makan apa-apa.
Lha iya, karena masalahnya bukan pada puasanya, tapi menjelang berbuka. Kalo kita beli ini-itu, (biasanya) ujung-ujungnya gak kemakan dan berakhir menjadi sampah makanan. Kan gak baik juga tuh buat dompet, lingkungan, dan orang lain.
Jadi daripada berakhir di tempat sampah. Bijak dulu sekiranya kita butuh gak makanan ini-itu. Kuncinya ada di butuh, bukan ingin. Ingat lho! Kita sedang melatih untuk tidak implusif, berlatih senantiasa untuk menjadi tuan bagi nafsu kita.
Dan kalo kita pertajam lagi panca indra kita, peluang beramal selama Ramdhan pasti aadaaaa aja. Bagi teman-teman yang mampu mungkin bisa berdonasi kepada saudara-saudara kita yang terkena musibah beberapa hari lalu di NTT.
Dan bagi yang masih belum ada rezeki, yang kalo buka puasa aja suka cari-cari masjid yang menyediakan bukber (buka bersama) secara cuma-cuma. Marilah kita doakan saja semoga Allah Yang Maha Kuasa memberikan kemudahan atas kesulitan yang tengah dirasakan para pengungsi terdampak bencana. Semoga negeri kita menjadi lebih baik... (Amiin)
Akhir kata, Ramadhan adalah tempat kita untuk saling mengasihi dan berbagi. Tempat dimana sifat arogansi kita dihilangkan pelan-pelan, diganti dengan kerendahan hati dan kesucian jiwa-raga. Semoga.