Mohon tunggu...
Muhsin Nuralim
Muhsin Nuralim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student at UIN Sunan Kalijaga in Religious Studies | English Tutor | Bibliophile

Menulis untuk belajar memahami perspektif lain dan menghargai keberagaman

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Berbagi Menumbuhkan Empati, Apalagi di Bulan Suci

14 April 2021   06:38 Diperbarui: 14 April 2021   06:40 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI: Seorang pria sedang memberikan minum kepada seorang kakek | sumber: pexels.com

Selama pandemi, sedikit banyak, gaya kehidupan kita berubah. Mungkin perubahan sebagian orang itu nampak pada personality dan kaca mata mereka memandang hidup. Bukan hal baru memang karena ini adalah kali kedua (sambil nyanyi lagu Raisa), puasa saat pandemi.

Sahur pertama begitu sederhana. Hanya nasi dan sayur biasa. Tapi toh itu pun cukup jika niat sahur sebagai bekal energi untuk beraktifitas seharian. Semua rasa tak jauh berbeda pada situasi Ramadhan tahun lalu kecuali beberapa hal yang akan saya bagikan dengan teman-teman Kompasianer sekalian.

Tinggal jauh dari keluarga [kerap] perasaan teraliensi dengan lingkungan, bahkan diri yang cukup sulit dipahami muncul. Sebagai pengganti keluarga, kita manusia harus mencari 'keluarga' baru di tengah perantauan. Memang tidak mudah, tapi setidaknya survival-skill itu yang akan menolong kita dari gempuran berbagai kegelisahan, kecemasan, dan kesepian.

Manusia memang diciptakan untuk saling mengisi, apalagi Ramadhan menjadi momen yang paling pas untuk mengasah kemampuan diri kita sebagai manusia yang tak bisa lepas dari manusia lain. Cuma memang, ya, kadang kita terlalu egois untuk mengakui ketergantungan kita dengan yang lain.

Karena kesadaran akan kebutuhan bersosial itulah, kita perlu belajar dari Ramadhan tahun lalu untuk diaplikasikan pada Ramadhan tahun ini.

Kita ambil saja satu hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Ath-Thabrani "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa, dan mengabulkan doa. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini." (HR. Ath-Thabrani)

Pertama dengan mengetahui keutamaan Syahru Syiam ini semoga menjadikan kita termotivasi untuk saling berlomba dalam kebaikan, kalo insecure sama yang lain, minimal kita perbaiki diri kita setiap harinya (reminder juga buat saya inimah).

Setelah kita mengetahui keutamaan bulan suci, sikap kita pun sejatinya harus tampak seperti mensucikan, dalam arti kita harus lebih waspada pada apa-apa yang kita ucapkan, pikirkan dan lakukan. Sekarang gilirannya kita yang melatih untuk mengatur nafsu, setelah sekian lama kita kerap diatur hawa nafsu (keinginan-keinginan). Baru deh, kalo udah bisa aplikasiin amalan-amalan pada diri, jangan lupa berlatih untuk ber-muammalah; bagaimana kita bersikap dengan oranglain.

Iya, sih kadang agak sulit. Tapi ini sarana latihan untuk mengembangkan nilai-nilai empati dan kasih sayang dengan saling berbagi.

Bayangkan aja kemarin puasa baru sehari mungkin udah ada yang ngeluh, eh, tapi biasanya hari pertama masih semangat-semangatnya. Apalagi saudara-saudara kita yang nemu makan sehari sekali atau dua hari sekali aja mereka dah bersyukur banget. Nah,  maka dari itu, karena kita saling membutuhkan sebaiknya kita perlu mengembangkan skill satu ini: berbagi.

Berbagi tidak melulu menuntut kita mengeluarkan berbagai materi, sedekah kan bukan sebatas uang, toh?

If you see someone without a smile, give them one of yours

Jika kita melihat seseorang tengah dalam kesulitan, minimal beri mereka senyuman, sederhana bukan? tidak menuntut banyak hal. Apalagi pandemi mengharuskan diri kita untuk jaga jarak dan patuhi protokol kesehatan. Jadi intensitas kita sebagai mahluk sosial udah agak berkurang, karena kumpul-kumpul dikit kena denda.

Tapi nih, kalo misalkan kita belum ada kesempatan untuk berbagi dengan saudara, teman, keluarga, atau orang-orang yang seharusnya dibantu. Tapi pengen banget, gimana dong caranya? Nih caranya, minimal, kita batasi jumlah konsumsi makanan kita, lho kok? Gimana ceritanya kita harus batasi makan, kan puasa kita juga udah tahu, dari imsak hingga adzan maghrib berkumandang kita tidak makan apa-apa.

Lha iya, karena masalahnya bukan pada puasanya, tapi menjelang berbuka. Kalo kita beli ini-itu, (biasanya) ujung-ujungnya gak kemakan dan berakhir menjadi sampah makanan. Kan gak baik juga tuh buat dompet, lingkungan, dan orang lain.

Jadi daripada berakhir di tempat sampah. Bijak dulu sekiranya kita butuh gak makanan ini-itu. Kuncinya ada di butuh, bukan ingin. Ingat lho! Kita sedang melatih untuk tidak implusif, berlatih senantiasa untuk menjadi tuan bagi nafsu kita.

Dan kalo kita pertajam lagi panca indra kita, peluang beramal selama Ramdhan pasti aadaaaa aja. Bagi teman-teman yang mampu mungkin bisa berdonasi kepada saudara-saudara kita yang terkena musibah beberapa hari lalu di NTT.

Dan bagi yang masih belum ada rezeki, yang kalo buka puasa aja suka cari-cari masjid yang menyediakan bukber (buka bersama) secara cuma-cuma. Marilah kita doakan saja semoga Allah Yang Maha Kuasa memberikan kemudahan atas kesulitan yang tengah dirasakan para pengungsi terdampak bencana. Semoga negeri kita menjadi lebih baik... (Amiin)

Akhir kata, Ramadhan adalah tempat kita untuk saling mengasihi dan berbagi. Tempat dimana sifat arogansi kita dihilangkan pelan-pelan, diganti dengan kerendahan hati dan kesucian jiwa-raga. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun