Mohon tunggu...
Muhayat AF
Muhayat AF Mohon Tunggu... -

http://1000burungkertas.org/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mudik

22 Agustus 2010   15:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:48 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lebaran masih dua minggu lagi, tapi calon pemudik yang sibuk mencari tiket sudah tampak di terminal Giwangan Yogyakarta. Baliho dan banner berisi ucapan Idul Fitri – dari penjual produk makanan dan minuman – juga tampak menghiasi beberapa sudut terminal. Tidak hanya itu, imbauan dari Pemerintah Lokal dan Kepolisian Daerah terkait keselamatan di jalan raya juga ikut mewarnai keramaian di terminal ini. Kondisi inilah yang saya lihat pagi tadi saat mengantar seorang teman yang akan pulang kampung. Sebuah pemandangan yang langsung mengingatkan saya pada suasana mudik pada tahun-tahun sebelumnya. Kebahagian bertemu keluarga tiba-tiba saja seperti tampak begitu nyata di depan mata.

Ya, bagi para perantau, mudik adalah ritual budaya yang tak kalah penting dari ritual keagamaan – yang menjadi alasan mereka untuk mudik, dalam hal ini adalah Idul Fitri. Kebahagian bertemu dengan keluarga dan sanak saudara menjadi tujuan utama. Meskipun tak jarang, momentum ini juga dijadikan sebagai ajang ‘pembuktian’ (baca: memperlihatkan, untuk tidak mengatakan ‘memamerkan’) hasil apa yang mereka peroleh di tanah rantau. Tapi apapun alasannya bagi seorang perantau mudik selalu menjadi impian yang harus diraih meskipun tidak sedikit pengorbanan yang dibutuhkan.

[caption id="attachment_235439" align="alignright" width="219" caption="Segala upaya dilakukan untuk segera sampai ke kampung halaman"][/caption]

Bagi Anda yang perantau atau pernah menjadi perantau tentu bisa merasakan suasana seperti ini. Sementara Anda yang merasa belum pernah merantau sebaiknya Anda belajar merasakan apa yang ada dalam ritual mudik ini. Cobalah belajar dari para pemudik itu. Rasakan sebisa mungkin apa yang mereka rasakan. Lihat bagaimana mereka harus rela antri berjam-jam demi mendapatkan satu tiket. Atau merelekan dirinya berdesak-desakan di dalam kereta untuk bisa segera sampai di kampung halaman. Teruslah melihat pemandangan itu sampai Anda merasakan lelah seperti yang mereka rasakan. Dan rasakan pula bagaimana kebahagiaan saat bertemua keluarga, seperti sebuah keajaiban, langsung menghapus semua rasa letih yang mereka rasakan sebelumnya.

Mengapa kita harus belajar sedemikian rupa?

Karena kita semua adalah perantau yang suatu saat akan mudik ke kampung halaman. Dunia ini adalah tanah rantau, tempat tinggal sementara untuk sekedar mengumpulkan bekal yang akan kita bawa pulang ke kampung halaman. Rumah Tuhan sebagai kampung halaman kita. Dari sanalah kita berasal dari dan akan kembali.

Bagaimana pun kebahagiaan yang kita peroleh di tanah rantau jangan sampai membuat kita lupa akan kampung halaman. Kita harus senantiasa ingat bahwa keberadaan kita di tanah rantau tidak lebih dari sekedar mengumpulkan bekal yang akan kita bawa pulang dan kita ‘banggakan’ saat kita kembali ke kampung halaman kelak.

Seperti halnya mudik, kembali ke ‘kampung halaman’ bukanlah perjalanan yang mudah. Kita harus memastikan bahwa bekal yang kita bawa sudah memadai, Fatazawwaaduu fainna khaira az-zaadi taqwa. Amal ibadah adalah tiket perjalanan kita. Maut dan alam barzah adalah terminal dan tempat antrian kita untuk memulai perjalanan mudik ke kampung halaman, kembali kepada-Nya.

Sedikit rasa lelah dan ‘ongkos’ yang kita keluarkan sama sekali tidak sebanding dengan besarnya kebahagiaan yang kita rasakan saat bertemu keluarga di kampung halaman. Demikian pula saat kita kembali kepada-Nya. Wallahu a’lam.

Salam

22082010

sumber gambar di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun