Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... welcome my friend

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Dodol Dawet dalam Pernikahan Jawa: Simbol Cinta, Rezeki, dan Restu Keluarga

26 September 2025   19:45 Diperbarui: 26 September 2025   19:52 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua pengantin berbagi peran dalam tradisi dodol dawet (Dok. Pribadi) 

Sang ayah yang berdiri memayungi dan menerima kereweng melambangkan tugas seorang ayah untuk melindungi, menafkahi, sekaligus menjadi penopang utama dalam keluarga. 

Dari sinilah, dodol dawet menjadi gambaran nyata tentang bagaimana sebuah rumah tangga bisa berjalan dengan harmoni, yakni melalui kerja sama yang saling melengkapi antara suami dan istri.

Bagi pasangan pengantin, prosesi ini adalah simbol ridha dan restu dari orang tua. Senyum orang tua ketika melayani para tamu bukanlah senyum biasa, melainkan wujud cinta dan doa yang tulus agar rumah tangga anaknya senantiasa manis seperti dawet yang dibagikan. 

Tidak ada doa yang lebih besar dari doa seorang ibu dan ayah, dan dalam momen singkat dodol dawet itu, doa-doa itu tersampaikan dengan cara yang sederhana namun penuh makna.

Menariknya, tradisi ini juga menjadi pengingat bahwa dalam kehidupan rumah tangga tidak semua hal bisa diperoleh dengan mudah. Sama seperti tamu yang harus menukar kereweng untuk mendapatkan segelas dawet, pasangan pengantin kelak harus belajar bahwa kebahagiaan rumah tangga membutuhkan usaha, pengorbanan, dan kerja sama. Rezeki dan kebahagiaan bukan datang begitu saja, melainkan harus diraih dengan kesabaran, keuletan, dan keikhlasan untuk berbagi.

Kehadiran dodol dawet dalam pernikahan Jawa bukan sekadar ornamen budaya, tetapi juga sarana pendidikan kehidupan. Generasi muda yang menyaksikan prosesi ini bisa belajar bahwa rumah tangga bukan hanya tentang cinta romantis, tetapi juga tentang kesediaan untuk bekerja sama, berbagi peran, dan saling mendukung. Diingatkan juga bahwa doa restu orang tua adalah fondasi penting yang tidak boleh dilupakan dalam membangun keluarga baru.

Dalam konteks yang lebih luas, dodol dawet juga mencerminkan kearifan lokal masyarakat Jawa yang selalu mampu membalut nilai kehidupan dalam tradisi yang sederhana. Melalui segelas dawet, tersampaikan pesan tentang cinta, tanggung jawab, rezeki, bahkan tentang kesadaran spiritual bahwa hidup ini hanya sementara. 

Tradisi ini adalah bukti bahwa budaya Jawa tidak hanya menjaga estetika dalam pernikahan, tetapi juga menyelipkan nilai-nilai luhur yang relevan sepanjang masa.

Bila direnungkan lebih dalam, dodol dawet juga menjadi simbol kebersamaan sosial. Tamu-tamu yang membeli dawet dengan kereweng melambangkan keterlibatan masyarakat dalam mendoakan dan merestui pengantin. 

Kerabat dan Tamu undangan antusias dalam prosesi dodol dawet (Dok. Pribadi) 
Kerabat dan Tamu undangan antusias dalam prosesi dodol dawet (Dok. Pribadi) 
Dengan ikut serta dalam prosesi ini, mereka bukan hanya sekadar tamu, tetapi juga bagian dari kebahagiaan yang sedang dirayakan. Inilah salah satu bentuk nyata dari filosofi Jawa tentang hidup yang guyub, saling mendukung, dan saling menguatkan.

Meskipun hanya berlangsung dalam beberapa menit, prosesi dodol dawet mampu meninggalkan kesan mendalam bagi semua yang hadir. Mengajarkan tentang cinta orang tua, doa restu, kerja sama dalam rumah tangga, kesederhanaan hidup, hingga kebersamaan dalam masyarakat. Semua itu terbalut dalam suasana hangat yang penuh tawa dan kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun