Memasuki era 1970-1990-an, industri jamu berkembang pesat. Banyak perusahaan berdiri, pemerintah memberi dukungan, dan jamu mulai dikemas dalam bentuk pil, tablet, atau bubuk instan.Â
Inovasi ini memperluas jangkauan jamu ke masyarakat perkotaan. Dari yang dulunya identik dengan penjual jamu gendong, jamu kini hadir di toko modern hingga kafe-kafe kekinian.Â
Di era digital, jamu tetap bertahan dengan wajah baru. Ada jamu dalam kemasan botol modern, kafe jamu dengan branding elegan, bahkan layanan pesan antar online. Generasi muda mulai melihat jamu bukan sekadar minuman "kuno", tetapi bagian dari gaya hidup sehat yang alami.
Karena sejak lama, jamu dipercaya bisa menjaga stamina, melancarkan peredaran darah, hingga meredakan pegal dan masuk angin. Meski tidak semua khasiatnya sudah dibuktikan ilmiah, pengalaman turun-temurun telah mengajarkan bahwa jamu memang teman setia menjaga kesehatan.Â
Kini, semakin banyak penelitian modern yang mulai mengonfirmasi manfaat tanaman herbal yang menjadi bahan utamanya.
Namun, ada hal yang patut disayangkan: tradisi meracik jamu secara turun-temurun mulai pudar. Banyak anak muda lebih memilih jamu instan ketimbang belajar meraciknya.Â
Penjual jamu gendong makin jarang dijumpai. Padahal, di balik segelas jamu, tersimpan nilai luhur tentang kesabaran, ketekunan, serta keterhubungan manusia dengan alam.
Pembeli sedang menikmati segelas jamu (Dok. Pribadi)Â

Minum jamu bukan hanya tentang rasa pahit atau manisnya. Ia adalah simbol filosofi hidup orang Indonesia: kembali pada alam. Bahannya sederhana, bisa ditanam di pekarangan, dan cara meraciknya mengajarkan kesabaran.
Bayangkan suasana pagi atau di sore hari. Seorang ibu penjual jamu gendong berjalan dari rumah ke rumah, membawa botol kaca berisi jamu. Dengan suara ramah ia menawarkan beras kencur, kunyit asam, hingga pahitan.Â
Bagi pembelinya, momen itu bukan sekadar membeli minuman, tetapi juga kesempatan bertegur sapa, berbagi cerita, maupun melepas lelah.
Yang sering dilupakan, jamu menghadirkan momen jeda dalam hidup yang sibuk. Saat seseorang duduk sambil meneguk jamu, diajak berhenti sejenak dari rutinitas, merasakan pahit dan manis kehidupan lewat segelas sederhana. Ada tawa ringan yang muncul, ada rasa lega ketika tubuh kembali segar.