Setiap kali 1 Muharram datang, umat Islam di seluruh dunia diajak untuk membuka lembaran baru. Ini bukan sekadar pergantian angka dalam kalender Hijriah, melainkan momentum untuk memperbaiki diri, memperdalam makna hidup, dan menapaki awal yang lebih baik dalam ridha Allah SWT. Tahun Baru Islam bukanlah perayaan yang meriah secara lahir, tapi penuh keheningan yang membawa cahaya batin.
Bulan Muharram sendiri adalah salah satu dari empat bulan suci (asyhurul hurum) dalam Islam. Ia memiliki keistimewaan karena disebut sebagai "Syahrullah", yaitu bulannya Allah. Dalam bulan ini, amalan kebaikan dilipatgandakan, dan kita dianjurkan untuk menjauhi segala bentuk keburukan. Maka tak heran, banyak umat Muslim memperbanyak ibadah, introspeksi diri, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Allah SWT.
Tahun Baru Hijriah: Waktu Merenung, Bukan Sekadar Merayakan
Berbeda dari suasana gegap gempita pada malam tahun baru Masehi, 1 Muharram hadir dengan keheningan yang mendalam. Ia tidak butuh kembang api atau pesta, karena maknanya justru terletak pada kesunyian: waktu yang tepat untuk muhasabah, menakar sejauh mana langkah hidup telah ditempuh selama satu tahun terakhir.
Di Jawa, malam 1 Muharram dikenal dengan sebutan Malam 1 Suro. Bagi masyarakat Jawa, malam ini dianggap sakral dan penuh aura spiritual. Banyak yang memilih menyepi, bertirakat, atau sekadar menenangkan diri dengan doa dan perenungan. Meski kerap dikaitkan dengan hal-hal mistis, sejatinya malam 1 Suro adalah waktu hening untuk menyadari betapa hidup ini penuh rahmat, namun juga penuh amanah.
Arti Sebuah Nama
Di balik setiap nama, selalu tersimpan cerita dan arti. Begitu pula dengan nama saya: Muharika. Nama ini bukan sekadar rangkaian huruf, tapi cermin dari waktu yang begitu bermakna saat saya dilahirkan yakni malam 1 Suro, atau 1 Muharram dalam kalender Hijriah.
Malam itu dikenal sakral dalam budaya Jawa, sekaligus menjadi awal tahun baru Islam yang penuh keberkahan. Dalam suasana hening yang membawa harap, saya lahir sebagai anak pertama. Maka, Bapak saya merangkai nama "Muharram" dan "Ika" yang berarti anak pertama dalam bahasa Jawa dan menjadi nama Muharika: anak pertama yang lahir pada satu Muharram.
Bagi saya, nama ini lebih dari sekadar identitas administratif. Ia adalah pengingat bahwa saya dilahirkan di waktu yang tidak biasa waktu yang penuh doa, harapan, dan perenungan. Nama ini membawa pesan sunyi: bahwa hidup adalah perjalanan, dan setiap permulaan adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik.
Mungkin saya belum sebijak makna dari nama itu. Tapi setiap kali mendengar orang memanggil "Muharika," saya seperti diingatkan kembali bahwa hidup ini bukan hanya tentang tumbuh, tapi juga tentang arah. Dan saya bersyukur, karena arah itu dimulai dari malam yang penuh makna.
Keutamaan Bulan Muharram
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan yang patut kita renungkan. Salah satunya adalah dianjurkannya puasa sunnah Asyura pada tanggal 10 Muharram. Rasulullah SAW bersabda bahwa puasa ini dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu (HR. Muslim). Selain itu, di bulan ini pula terjadi peristiwa besar seperti diselamatkannya Nabi Musa AS dan kaumnya dari kejaran Firaun.
Dengan segala kemuliaannya, Muharram menjadi bulan untuk memperbanyak amal, memperkuat niat hijrah ke arah yang lebih baik, dan meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat. Bukan hanya soal ritual, tetapi juga tentang perubahan sikap, hati, dan pola pikir.