Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... welcome my friend

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebaya Janggan: Dari Busana Pejuang Hingga Tampil Elegan di Layar Kaca

21 Juni 2025   19:00 Diperbarui: 21 Juni 2025   20:35 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebaya Janggan yang dikenakan Dian Sastrowardoyo/Jeng Yah dalam film Gadis Kretek (Poster netflix)

Ada yang istimewa dari kebaya janggan. Kebaya ini bukan hanya sekadar busana, tapi potongan sejarah yang melekat di tubuh para perempuan tangguh Jawa. Dari medan perang hingga istana, bahkan kini merambah layar kaca, kebaya ini membuktikan bahwa warisan budaya tak pernah kehilangan pesonanya.

Kebaya janggan dikenal sebagai busana berkerah tinggi dengan lengan panjang yang menutup rapat. Berasal dari kata jangga yang berarti leher, desain ini mencerminkan kesederhanaan yang anggun. 

Warnanya cenderung gelap biasanya hitam polos atau dihiasi motif kembang batu yang melambangkan ketegasan, kesucian, sekaligus kedalaman hati perempuan Jawa.

Yang menjadikan kebaya ini begitu istimewa adalah kisah di baliknya.

Busana Para Pejuang

Sekitar tahun 1830, di ujung masa Perang Diponegoro, kebaya janggan mulai dikenal luas. Salah satu tokoh yang mengenakannya adalah Ratna Ningsih, istri Pangeran Diponegoro. 

Dalam beberapa catatan dan cerita lisan, Ratna Ningsih menggunakan kebaya ini tidak hanya sebagai pakaian harian, tapi juga sebagai alat untuk menyembunyikan patrem (keris kecil milik perempuan) saat ia mendampingi suaminya berjuang melawan penjajah.

Desainnya yang tertutup erat dan sederhana diyakini terinspirasi dari seragam militer Eropa, namun tetap mempertahankan nuansa Jawa. Ada juga pengaruh dari surjan, pakaian khas pria Jawa, yang terlihat dalam potongan lurus dan penggunaan kancing depan.

Baca Juga: Surjan: Busana Jawa yang Menjaga Iman dan Identitas

Kisah kebaya janggan sebagai busana perang tak berhenti di situ. Nama besar Nyi Ageng Serang, seorang pahlawan perempuan yang juga keturunan Sunan Kalijaga dan nenek dari Ki Hajar Dewantara. Dikenang sebagai pemimpin pasukan di usia senjanya, lengkap dengan kebaya dan tandunya. 

Saat Perang Diponegoro meletus pada 1825, beliau berusia 73 tahun namun tetap turun ke medan tempur dan memberi nasihat perang bagi Pangeran Diponegoro. Kini, patungnya berdiri gagah di Kulon Progo, mengenakan kebaya yang serupa: tertutup, sederhana, tapi menyimpan wibawa luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun