Mohon tunggu...
Muhammad Zaiin
Muhammad Zaiin Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA AL HIKMAH INSTITUTE MAKASSAR

Manusia bebas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manusia dalam Tinjauan Filsafat

3 Juli 2021   15:12 Diperbarui: 3 Juli 2021   15:40 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun penjelasan Quran masih menyisakan pertanyaan bagi manusia baik dalam tataran ibadah kepada-Nya menjadi suatu kemestian maupun apa lagi dalam konteks sekarang dengan beragam Agama dan secara khusus Islam itu sendiri terpecah menjadi bagian-bagian, yang secara konsepsi keberagamaan saling kontradiksi. 

Sehingga pertanyaan sederhana yang bisa diajukan dengan terlepas dari berbagai macam tendensi mazhab dan teologis ialah apakah dengan kontraksi-kontradiksi yang ada di dalam internal Islam manakah yang menjadi jalan yang orisinal. Ataukah secara sederhana dapat kita katakan dari berbagai macam aliran yang ada manakah yang menjadi representatif dari Islam sebagaimana Islam itu sendiri, yakni Islam yang menjadi visi dasar dari Rasulullah Saw.

Kita tidak menolak Agama sebagai suatu kebenaran yang menjelaskan hakikat diri manusia, namun dalam tataran Agama sebagai sarana bagi manusia menuju kesempurnaan dirinya, apakah adalah sebuah keniscayaan yang bisa digapai manusia dengan beragam aliran-aliran yang ada. Agama telah total dalam menjelaskan konsep kemanusiaan. 

Bahwa Tuhan ketika menciptakan Nabi Adam, Dia sendiri memuji dirinya lantaran begitu agungnya ciptaan-Nya akan manusia ini. Nabi Adam adalah manusia pertama yang diciptakan dengan dua dimensi yakni ruhaniah dan material dan menjadi puncak dari kreasi Tuhan. Sehingga tidak sedikit kita temukan beragam perspektif yang memiliki nilai esoterik berkenaan dengan manusia.

Dalam hal ini, dapat kita jumpai bagaimana perkataan Sayidina Ali karamallahu wajhah, "Jangan engkau anggap bahwa diri mu itu kecil namun di dalam diri mu terdapat semesta yang luas". Apa yang hendak dikatakannya, bahwa manusia adalah makrokosmos itu sendiri. Manusia adalah realitas yang merepresentasikan secara total dimensi-dimensi material maupun immaterial itu sendiri. Hal ini juga dapat kita temukan dalam pernyataan-pernyataan lainya, bahwa manusia pada dimensi materialnya mewakili seluruh realitas alam material yang ada. 

Di dalam diri manusia dapat kita temukan unsur-unsur atau elemen-elemen dasar yang menjadi penyusun alam material itu sendiri. Jadi tubuh manusia yang bendawi ini adalah perwujudan langsung dari semua benda-benda yang ada di alam ini. 


Kemudian yang lebih prinsipil adalah pada dimensi ruhaniah manusia, ia juga mewakili secara keseluruhan alam-alam atau tingkat alam yang ada. Di dalam diri manusia pada dimensi ruhaniahnya terkumpul semua tingkatan-tingkatan jiwa. Jadi dalam hal ini Agama tidak bisa ditolak sebagai suatu kebenaran. Namun lagi dan lagi, apakah dengan beragam kontradiksi yang ada meniscayakan bahwa manusia mampu mencapai tujuannya sebagaimana yang menjadi tujuan penciptaan itu sendiri. Inilah isu penting yang mesti dijawab bagi kita yang merasa diri manusia. 

Namun agar pembahasan tidak melebar, karena yang menjadi fokusitas tulisan ini adalah pada konsepsi manusia dalam perspektif Agama maka mungkin ini hanya sebagai bahan renungan dan kontemplasi kita dalam menyelami hakikat eksistensi manusia sebagai makhluk yang cinta akan kebenaran dan kesempurnaan.

Di atas telah saya singgung bahwa dengan penjelasan Agama, manusia masih merasakan ketidakpuasan dan belum sampai pada penjelasan yang benar-benar rasional , karena kita hanya bertolak dari pendapat-pendapat secara tekstual. Bahwa kita menerima kebenaran Agama dalam menjelaskan konsep manusia karena keyakinan kita akan Agama itu sendiri. Sehingga jawaban Agama atas pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia adalah tidak memuaskan dan masih terus menyisihkan kecurigaan-kecurigaan akan keabsahannya. 

Maka dari itu akibat Agama tidak dapat menghilangkan dahaga manusia yang cinta akan kebenaran, maka manusia mencoba keluar dari pandangan Agama dengan tidak membuangnya melainkan mencari bukti-bukti filosofis yang rasional kemudian melihat relevansinya dengan pandangan Agama. Olehnya itu, sebagai pelarian Filsafat lah tempat penginapan yang tepat demi menimba pemahaman yang otentik mengenai konsepsi manusia dan tujuan hidupnya. Karena Filsafat dengan berangkat dari premis-premis Agama yang benar, ia mampu membangun argumentasi dengan konklusi yang logis lagi rasional. 

Namun dalam pembahasan ini, Filsafat dengan karakternya sendiri mampu mengatasi masalah mendasar manusia. Dengan subjek Filsafat adalah wujud qua wujud maka pembahasan tentang manusia adalah masuk dalam garapan Filsafat. Lalu bagaimana Filsafat memecahkan masalah ini. Sederhananya ialah bertolak dari pandangan Ibnu Sina mengenai pengklasifikasian wujud, ia menjelaskan bahwa secara rasional wujud itu terbagi menjadi dua; yakni, wujud wajib dan wujud mumkin, kemudian wujud wajib itu sendiri terbagi menjadi dua lagi; yakni, wujud wajib karena dirinya sendiri dan wujud wajib karena yang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun