Mohon tunggu...
Muhammad Yuwen
Muhammad Yuwen Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Bahasyuwen

Anak kecil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bunuh Diri Bersama

18 Februari 2021   21:46 Diperbarui: 24 Maret 2022   07:55 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jujur saja, semua yang ada dipikiranku tentang hal ini, tak dapat kusampaikan dalam tulisan ini, karena waktu yang tak memberi waktu tunggu. Begitu juga dengan kerusakan alam yang terus terjadi, tak ada waktu tunggu. Manusia harus segera bersatu bukan hanya dengan sesamanya tapi juga dengan segala unsur kehidupan yang ada. 

Karena yang namanya waktu tidak berjalan diatas jalan yang dibuat oleh manusia, manusialah yang harus berjalan dijalan waktu. Namun bagaimana bisa bersatu dengan segala unsur kehidupan yang ada, bersatu dengan sesamanya saja seakan dongeng zaman bahula. Ya, zaman bahula, karena zaman sekarang telah dipenuhi oleh dongeng kehancuran manusia. Dongeng bagi siapa?

Langka semakin langka tumbuhan-tumbuhan yang kita anggap biasa disekitar kita, begitu juga dengan hewan-hewan. Aku menganga melihat orang-orang menganga, lalu ia bertanya "mengapa yang dulu biasa pernah ada sudah sirna, saudara?". Kujawab apa? Sudah hilangkah perbedaan antara orang-orang sadar dengan orang-orang yang pura-pura tidak sadar. 

Mengusir yang ada tapi lupa, bingung sendiri. Lupa bahwa akhlak bukan hanya tentang bagaimana berhubungan dengan sesama manusia, tapi juga bagaimana manusia berhubungan dengan tuhannya, juga bagaimana manusia berhubungan dengan dirinya sendiri, juga bagaimana manusia berhubungan dengan ALAM.

Hal kecil saja disekitar kita, lihatlah bagaimana orang-orang mengejar angka agar bisa hidup panjang dengan merusak alam. Tapi tak sadar ia sedang berusaha memperpendek usianya, juga usia manusia. Mungkin saja ini kontradiksi yang dikontradiksikan oleh pikiranku yang pendek. Ada hewan purba disuatu negara, dikurung, dibuatkan tempat bagai surga katanya, demi angka yang datang dari luar, dari mancanegara. Yaa, memang surga, karena surga hanya dapat diproleh setelah kematian. Dan memang semua yang hidup pasti akan mati, tapi mempercepat kematian bukanlah peran manusia.

Aku pun menyadari hal yang lebih kecil lagi disekitarku dan terjadi sekarang ini, bahwa tanaman-tanaman yang sering tumbuh disekitar rumahku, tanaman-tanaman yang sering tumbuh dipinggir kali, yang tidak dipandang namun terpandang, begitu mahalnya, begitu langkanya, bahkan harganya ratusan sampai jutaan rupiah. Karena berharga, maling pun siaga. 

Terkejut aku melihat bermunculan maling tumbuhan yang menyasar rumah-rumah warga. Sudah mulai begitu berharga dan langka hal-hal yang dulunya dianggap biasa. Semakin sengsara manusia, memikirkan bagaimana menjaga sesuatu-seuatu yang dianggap berharga ini agar terjaga. 

Mungkin saja nanti rumput-rumput menjadi barang mewah, mungkin saja nanti tumbuh-tumbuhan liar disekitar kita begitu berharga. Bagiku era transisi itu sudah mulai, mungkin saja agak lama, mungkin tidak. Karena waktu tak berjeda. Bersiap, bergerak, bekerja merubah yang ada atau mati sia-sia. Aku rasa manusia diciptakan bukan atas ketidaksengajaanya sendiri. Pilih saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun