Dramatisasi ternyata menjadi bumbu yang bisa menjual bagi siapa pun yang menginginkan hiburan. Cerita nyata jika tidak ada bumbu hanya dianggap 'biasa saja'.
Tetangga saya, beberapa hari lalu dijemput Ambulans dan Polisi karena dinyatakan positif Covid-19. Tentu saja, semuanya menyaksikan bagaimana penjemputan itu menjadi hal yang "dramatis" buat kami warga kampung. Ditambah, ada orang yang merekam kejadian waktu itu dan menyebarkannya lewat jejaring pesan berantai.
Ramailah sudah desa kami dimana sebelumnya keadaannya "baik-baik saja". Pandemi itu bukan lagi berita di TV tapi fakta di depan mata kami. Namun, drama itu hanya terjadi dalam sehari. Besoknya, kami beraktifitas seperti sedia kala. Kekalutan atau kekhawatiran itu sudah tidak ada lagi. Protokol kesehatan? Ah, sudah lupa.
Dramatisasi pandemi mulai saya mengerti. Bahwa benar Covid itu ada, saya mempercayainya. Tapi, bagaimana mengolah informasi tentangnya, wajar dong jika saya mencurigai. Dramatisasi bukannya membuat kami semakin mawas diri justru malah mempertanyakan kebenaran informasi.
Adalagi informasi tentang FPI dan Polisi yang sedang berkonfrontasi. Mereka mempertontonkan drama yang sulit saya mengerti. Manakah informasi yang benar dan mana yang sekedar opini? Saya tidak tahu.
Di televisi, drama itu tidak terlalu berbeda dengan drama yang disuguhkan sinetron. Kalau saya sedang menonton  sinetron di satu chanel dan dipindahkan ke chanel lain, rasanya sama. Dramatis. Bedanya, yang satu fiksi dan satunya lagi non-fiksi.
Media memang pintar mendramatisir keadaan. Berita kriminal dan penembakan terduga kejahatan sering ditayangkan, tapi berita penembakan anggota FPI begitu menyita perhatian. Kami kebingungan, mana antagonis dan mana yang protagonis.
Saya yakin, drama FPI dan Polisi ini akan tayang dalam episode yang bergelombang. Selama penonton suka, drama akan terus disajikan. Dan, jika penonton jenuh maka tayangan akan dihilangkan.
Dramatisasi tetap menjadi andalan untuk mengalihkan perhatian. Apakah berita itu penting buat kami? Penyaji tidak terlalu peduli.
***
Saya justru mengkhawatirkan efek negatif dramatisasi keadaan. Akan ada 2 kutub yang berlawanan. Sebagaimana tetangga saya, ada yang semakin percaya malah ketakutan pada si Covid tetapi ada juga yang semakin menganggapnya biasa saja. Pikirnya, tidak ada yang luar biasa dari pandemi yang menghebohkan dunia.