Membicarakan hal yang filosofis tidak bisa dinilai mana benar dan mana yang salah. Laksanakan dan rasakan manfaatnya sendiri.
Kembali ke Nadiem, saya melihat jika filosofi perubahan yang disuguhkan bukan untuk terus-menerus diperdebatkan. Boleh saja kita berdebat masalah teknis, tetapi ketika seorang pemimpin ingin melakukan perubahan maka dia bertanggung jawab pada akibat yang telah dicanangkannya.
Saya begitu yakin akan filosofi perubahan ini. Dalam tataran aplikatif, ya, memang akan banyak pertentangan dan tantangan. Namun, kita harus menyadari bahwa zaman sudah berubah. Coba rasakan, betapa zaman berubah begitu cepat. Tidak merangkak lambat tetapi berlari kencang!
Filosofi Perubahan Demi Menyambut Masa Depan
Maaf, nampaknya masyarakat kita tidak sepenuhnya menganut filosofi perubahan ini. Entah apa yang merasuki pikiran kita, perubahan itu harus selalu menunggu orang lain. Bahkan, bangsa lain!
Apakah keinginan kita untuk berubah itu akan datang apabila ada penjajahan? Satu sisi kita tidak ingin 'dikalahkan' bangsa lain tetapi perubahan tidak segera kita lakukan.
Maaf, apakah dalam pikiran kita ada kesadaran bahwa perubahan itu mesti dilakukan? Kebiasaan-kebiasaan jelek dalam diri kita betapa sulit untuk ditinggalkan.
Saya sendiri terkadang 'minder' jika harus dihadapkan dengan negara tetangga dalam banyak hal. Jangan dulu berbicara masalah kesejahteraan, masalah kebersihan dan kerapihan kok kayaknya sangat memilukan.
Nah, apabila seorang pemimpin tidak 'membangunkan' kita yang terus dininabobokan keadaan maka perubahan itu tidak akan ada. Saya sangat setuju jika kata 'berubah' itu diinjeksijan ke dalam tubuh kita sehingga sadar bahwa dunia akan terus berubah.
Bila rakyat Jepang punya filosofi "kaizen" sebagai dasar perilaku berubah, maka masyarakat negeri ini belum memiliki filosofi itu. Dalam banyak kesempatan, seorang pemimpin perlu meneriakan dengan lantang kalau berubah itu adalah suatu kebutuhan. Nilainya sama dengan kebutuhan kita akan makanan!
***