Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kopi Gayo, Kini Jadi Daya Tarik Wisata

3 Oktober 2014   06:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:33 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_345672" align="aligncenter" width="560" caption="Dua wisatawan Eropa ikut menumbuk kopi di pondokan petani (Foto: WRB)"][/caption]

Media warga yang bernama Kompasiana telah terbukti cukup efektif mempromosikan potensi wisata di nusantara. Cerita tentang keunikan sebuah obyek wisata yang jarang dipublikasikan media mainstream, ternyata banyak ditemukan di Kompasiana. Tanpa disadari, Kompasiana pada akhirnya menjadi rujukan para wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah.

Sebagai seorang kompasianer yang mulai menulis di media warga ini sejak 19 Mei 2011, mengeksplore potensi wisata di Aceh Tengah menjadi sesuatu yang membanggakan. Bagaimana tidak, Aceh Tengah diberi karunia oleh Sang Khalik dengan alam yang cukup indah. Seperti sengaja diciptakan sebagai sebuah obyek wisata.

Negeri yang digelar sebagai The Paradise Land itu memiliki udara yang sejuk, hutan yang masih perawan, serta Danau Laut Tawar berair bening berada disisi Timur kota Takengon (ibukota Kabupaten Aceh Tengah). Sungguh percuma jika karunia itu tidak diinformasikan kepada khalayak di muka bumi ini.

Alam yang indah, ternyata bukan hanya milik Aceh Tengah. Di daerah lain, obyek wisata keindahan alam plus danau sudah lebih dahulu menjadi andalan utama pariwisata. Seperti Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau dan Singkarak di Sumatera Barat, Danau Sentani di Papua, Danau Kintamani di Bali, dan danau-danau lainnya di tanah air.

Bersaing dengan fasilitas pariwisata yang sudah dimiliki daerah itu, tentu obyek wisata Danau Laut Tawar akan tertinggal jauh. Pariwisata Aceh Tengah harus mencari komoditi pendukung yang dapat dijadikan sebagai daya tarik wisatawan berkunjung ke daerah ini. Sebuah komoditi yang unik, dan jarang ditemukan di daerah lain.

Beruntung, Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai areal tanaman kopi arabika terluas di Indonesia, yaitu sekitar 48.300 hektar. Uniknya, areal tanaman kopi ini bukan milik corporate tetapi milik warga. Makin menarik, manakala para petani kopi bukan hanya sekedar menanam kopi. Kini, mereka juga telah melangkah menjadi penyangrai kopi (roaster), pengelola cafe dan pemandu wisata kebun kopi.

Menunggu media mainstream mempublikasikan keunikan potensi wisata kopi, tentu tidak segencar media warga. Saya melihat, Kompasiana yang anggotanya mencapai 127.068 orang merupakan media paling efektif untuk mempromosikan potensi wisata Aceh Tengah. Lebih-lebih pengunjung Kompasiana, menurut Kang Pepih Nugraha (dalam Wikipedia), rata-rata 6-7 juta orang per bulan.

Kemudian, saya memutuskan untuk mulai menulis tentang kopi di Kompasiana. Tulisan pertama yang saya posting tanggal 19 Mei 2011 berjudul: “Di Aceh, Warung Kopi Sejatinya Rumah Aspirasi,” dengan hits 502 pembaca. Lalu, pada tanggal 25 Mei 2011, saya kembali memposting tulisan berjudul: “Menghitung Mutu Kopi, Ternyata Mudah,” dengan hits 977 orang. Terus, pada tanggal 29 Juli 2011 kembali saya posting tulisan berjudul: “Kopi Arabika Gayo, One of The Best Coffee,” dengan hits 439 orang.

Hits tulisan tentang kopi yang rata-rata diatas 100, semakin membangkitkan semangat menulis. Niat awal memposisikan komoditi kopi sebagai daya tarik wisata mulai menunjukkan hasil. Sejumlah wisatawan domestik sengaja menjumpai saya ketika berkunjung ke Takengon. Mereka menanyakan tentang kopi yang pernah saya tulis di Kompasiana. Dengan penuh rasa bangga, saya antar mereka ke lokasi penyangraian kopi, sekaligus mentraktir secangkir espresso.

Pada tanggal 18 November 2011, dua orang mahasiswi S-2 pada Institute de Region Chaudes Sup Agro Montpellier Perancis berkunjung ke Takengon. Kedatangan Clara Durand dan Bigot Jeanne ke pusat kopi arabika ini karena popularitas kopi Gayo makin mendunia. Mereka ingin meneliti aspek-aspek indikasi geografis kopi Gayo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun