Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Roti Canai “Made in Malaysia”

7 Juni 2013   22:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:22 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_258729" align="aligncenter" width="600" caption="Abi Fathir sedang membuat roti canai di warungnya, depan Hotel Arizona Takengon."][/caption] Usaha roti canai atau cane yang di Surabaya dikenal dengan nama roti maryam mulai menjamur di Aceh. Sebelumnya, roti canai atau cane hanya dapat ditemukan di warung penjual martabak telor. Roti canai itupun digunakan untuk bahan pembuat martabak telor. Kalaupun mereka bersedia membuat roti canai, hanya dibalur dengan gula pasir. Menjamurnya warung roti canai di Aceh ditandai setelah para pembuat roti canai “lulusan” Malaysia kembali ke kampung halamannya. Pengetahuan membuat canai yang mereka peroleh di Malaysia, lalu dipraktekkan dalam bentuk usaha kuliner di tanah kelahirannya. Beberapa warung canai di Banda Aceh, malah dengan terang-terangan membuat papan nama: Canai Mamak Malaysia. Salah seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berhasil menggali ilmu membuat canai di Malaysia adalah Abi Fathir (32). Sore tadi, Jumat (7/6/2013) di warung Canai Fathir Jalan Sengeda (depan Hotel Arizona) Takengon, kompasianer berbincang-bincang dengan pembuat roti canai “lulusan” Malaysia itu. Dengan aksen khas Malaysia, dia mengaku mulai bekerja di Malaysia sejak tahun 2000 lalu. Di negeri jiran itu, dia bekerja di warung canai. Paling lama dia bekerja di Kuala Lumpur, pernah juga di Selangor dan beberapa kota lainnya. Bagi warga Malaysia, kata lelaki asal Stabat Sumut itu, roti canai adalah sarapan pagi yang dimakan dengan kuah kari kambing. Sekitar tahun 2010, Abi Fathir kembali ke tanah air. Selama berada di tanah air, dia sudah bekerja di beberapa tempat di Medan dan sekitarnya. Kenapa sampai terdampar ke Takengon, tanya kompasianer. Berawal dari tawaran sebagai chef untuk sebuah hotel yang baru dibangun. Tidak cocok bekerja di hotel itu, kemudian dia melanjutkan usaha membuka warung canai sampai hari ini. Abi Fathir mengakui, konsumen di Takengon belum terbiasa makan canai dengan kuah kari kambing. Oleh karena itu, dia membuat berbagai variasi canai, ada martabak mesir, martabak telor, canai pakai milo, canai keju, canai pisang, sampai canai bom pakai gula. Harganya bervariasi, yang paling murah adalah canai biasa dengan kuah kari kambing seharga Rp.3000 per buah. [caption id="attachment_258730" align="aligncenter" width="600" caption="Roti canai produk Abi Fathir sedang dibakar ditungku pembakaran"]

1370619374979484823
1370619374979484823
[/caption] Walaupun roti canai belum menjadi penganan populer di Takengon, Abi Fathir mengaku berhasil menjual roti canai sebanyak 3 kg tepung setiap harinya. Untuk 1 kg tepung, dia bisa membuat 60 buah roti canai, maka dalam sehari dia berhasil menjual 180 buah roti canai. Kalau dihitung omsetnya, Abi Fathir mampu meraup penghasilan (bruto) sebanyak Rp. 540 ribu per hari. Dengan penghasilan bruto Rp. 540 ribu per hari, Abi Fathir menganggap omsetnya belum memadai. Dia pernah mendapat tawaran untuk membuka pojok canai didepan USU Medan, karena di universitas itu banyak mahasiswa asal Malaysia. Kalau ada pojok canai, kata Abi Fathir, bakal jadi tempat nongkrong mahasiswa Malaysia itu. Namun, dia belum tertarik karena usaha yang sedang dirintisnya di Takengon mulai prosfektif dan menunjukkan tanda-tanda membaik. Beberapa pelanggan Canai Fathir yang mendengar obrolan kompasianer ikut menimpali, “Pak Fathir kerja di Malaysia malah dapat ilmu membuat canai, sekarang bisa buka usaha sendiri, teman yang lain koq dibilang pendatang haram,” kata Umer. Sementara itu Abi Fathir hanya senyam senyum mendengar komentar itu sambil terus membakar roti canainya. Beruntunglah orang-orang seperti Abi Fathir dan beberapa “lulusan” sekolah canai Malaysia yang berhasil membuka usaha sendiri. Moga jejaknya bisa diikuti oleh TKI lainnya, uang yang dikumpulkan di negeri jiran (luar negeri) digunakan untuk membuka usaha di tanah air. Sukses untuk Abi Fathir!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun