Mohon tunggu...
Muhammad Syaamil Hidayat
Muhammad Syaamil Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Regulasi Konten Digital terhadap Kebebasan Berpendapat

4 Juni 2023   20:02 Diperbarui: 4 Juni 2023   20:19 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mediaindonesia.com/opini/385698/dilema-etis-kebebasan-berpendapat

   Dilema Regulasi Konten Digital terhadap

       Kebebasan Berpendapat:

 

Kebebasan berpendapat merupakan salah satu pilar penting dalam sebuah demokrasi yang sehat. Kemajuan teknologi dan perkembangan internet telah membuka pintu bagi berbagai platform digital yang memfasilitasi ekspresi opini dan pandangan masyarakat secara luas. Akan tetapi, dengan kebebasan tersebut, muncul dilema tentang bagaimana mengatur dan melindungi kebebasan berpendapat di era digital. Regulasi konten digital memainkan peran penting dalam upaya membangun lingkungan online yang aman dan bertanggung jawab, tetapi juga berpotensi mengancam kebebasan berpendapat jika tidak dikelola dengan tepat.

Dalam beberapa tahun terakhir, platform-platform digital seperti media sosial, forum online, dan situs berbagi konten telah mengalami pertumbuhan pesat. Sayangnya, dengan pertumbuhan tersebut terdapat semakin banyak konten yang menimbulkan polemik baru seperti hoax, merugikan, atau melanggar hukum. Hal ini memunculkan kebutuhan untuk meregulasi konten digital. Hal ini mendorong munculnya dilema yang melibatkan regulasi konten digital dan kebebasan berpendapat.

Internet adalah medium atau forum publik untuk bersosialisasi dan menjadi wahana mencari informasi. Pertumbuhan pengguna Internet yang telah mencapai 55 Juta pengguna di Indonesia juga sudah pasti akan semakin bertambah dalam beberapa tahun ke depan. Jumlah penduduk yang semakin melek teknologi dan internet ini merupakan hal positif yang bisa berpengaruh pada kemajuan bangsa.

Salah satu faktor bertambahnya pengguna internet adalah booming-nya trend media sosial dari pertengahan tahun 2000-an seperti Facebook dan Twitter. Saat ini Indonesia ada di posisi ketiga pengguna Twitter teraktif setelah Brazil dan Amerika Serikat. Media sosial sering kali menjadi tempat untuk mengeluarkan ekspresi dan pendapat. Bahkan saking dinamisnya, sedikit banyak media sosial juga mempengaruhi perkembangan media di Tanah Air, khususnya media online.

Karena pendekatannya hingga ke individual dari masing-masing pengguna internet, kebebasan berpendapat di dunia maya tentunya jadi sulit diregulasi. Beruntungnya, ini bukan masalah besar karena sudah ada peraturan perundangan seperti UU No.36 tahun 1999, UU No. 11 tahun 2008, dan UU No. 14 tahun 2008 untuk mengatur hal-hal mengenai telekomunikasi dan keterbukaan informasi publik. "Masyarakat bebas berkomentar di dunia maya sebagai media berdiskusi dan menyampaikan pendapat," Jelas Kominfo.

Apabila ditelaah sedikit lebih dalam, sebenarnya tidak ada masalah mengenai dasar hukum yang sudah ada. Lagipula, kebebasan berpendapat telah dijamin oleh UUD 1945 pasal 28E ayat (3) dan aturan yang mengenai hal tersebut seperti yang dipaparkan kominfo, hanya saja ini merupakan sebuah tantangan bagaimana kebebasan berpendapat masyarakat di forum publik dan aturan yang berlaku  dapat terhubung dengan baik dan seimbang. Pemberantasan terhadap ujaran kebencian, hoax, dan disinformasi harusnya lebih diperhatikan. 

Tentunya hal ini akan selalu memunculkan dilema, tetapi itulah tantangan yang harus dilalui. Kita memang harus mengakui bahwa kebebasan berpendapat di dunia maya tidak sejatinya tanpa konsekuensi karena ada aturan yang menjaga serta melindungi setiap masyarakat dari ancaman-ancaman yang dapat merugikan. 

Pada akhirnya akan selalu ada tantangan yang kemudian menjadi perhatian publik, seperti adanya regulasi mengenai aturan bermedia yang termaktub dalam UU ITE yang kerap kali menjadi suatu alat untuk memberangus kritik yang dikemukakan. Memang kita seharusnya selalu positif dalam berpikir bahwa aturan yang ada meskipun terlihat membatasi kebebasan, hal itu semata mata demi menjaga kepentingan publik. Akan tetapi alangkah baiknya bagi para regulator untuk dapat menciptakan diksi-diksi yang lebih konkret seperti diksi "penghinaan" sehingga tidak digunakan bagi para pemegang kekuasaan untuk bertindak semena-mena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun