Mohon tunggu...
Muhammad Sevaja Ansas
Muhammad Sevaja Ansas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Jakarta

sedang berjuang menjadi penyambung lidah rakyat

Selanjutnya

Tutup

Politik

The Spanish Civil War (1936-1939): Vis a Vis Ideologi dan Implikasinya terhadap Gerakan Kemerdekaan Catalunya

23 Desember 2022   18:15 Diperbarui: 23 Desember 2022   19:45 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun corak keinginan merdeka dari gerakan-gerakan dan partai tersebut tidak begitu mencolok, kepentingan yang mereka bawa tidak lepas dari keinginan untuk bisa diakomodasi atau difasilitasi dalam memenuhi nafsu politik atau dalam meraih kursi parlemen, dan lain sebagainya. 

Hingga Juli 1918, muncullah organisasi independen yang memperjuangkan kemerdekaan Catalunya secara konsekuen dan cukup masif yakni Comite Pro Cataluna sebagai organisasi yang lahir dari Unio Catalanista yang diketuai oleh Vicenc Albert Ballester. Nama Vicenc Albert Ballester ini cukup lekat dengan gerakan-gerakan pro-kemerdekaan Catalunya karena beliaulah yang merancang dan memunculkan bendera Estelada -terinspirasi dari bendera tradisional Catalunya dan dipadukan dengan model bendera Kuba dan Puerto Rico- yang nantinya tidak pernah terpisahkan dari perjuangan gerakan-gerakan kemerdekaan Catalunya.

Dalam buku The Battle for Spain: The Spanish Civil War 1936-1939, Antony Beevor yang dilansir dari tirto.id, menjelaskan Perang Sipil Spanyol merupakan puncak polarisasi politik yang telah berkembang selama beberapa dekade antara kaum republik dengan kaum nasionalis. 

Kaum republik terdiri dari pekerja, buruh tani, kelas menengah terdidik, dan kelompok kiri secara luas; sementara kaum nasionalis terdiri dari orang-orang yang berada di spektrum kanan, seperti militer, gereja (Katolik Roma), aristokrat konservatif, dan simpatisan atau hamba monarki. 

Mengutip laman History, pada 18 Juli 1936, bisa dikatakan sebagai rentetan yang mencapai klimaks dari Perang Saudara Spanyol yang rentetannya sudah pecah pada sebelumnya, Franco sebagai jenderal pemimpin angkatan bersenjata saat itu menyebarkan pesan dalam rangka memobilisasi perwira lain untuk turut serta mengkudeta pemerintahan sayap kiri yang dipimpin Presiden Manuel Azana atas kemenangannya pada pemilu 1936. Pada Perang ini terjadi pula proxy war, yang dimana kaum nasionalis mendapat dukungan dan bantuan dari koalisi fasis mereka dari luar negeri, seperti Italia dan Jerman. 

Sedangkan kaum republik didukung oleh Uni Soviet (Brigade Internasional yang didirikan oleh Komintern), Meksiko, dan Amerika Serikat dengan Brigade Lincoln-nya. 1937, menjadi pembuka dari kemenangan kaum nasionalis dengan cukup banyak wilayah yang berhasil dikuasai. Hingga akhirnya Catalunya berhasil dikuasai pada 1939. Kaum nasionalis berhasil memenangkan perang sipil setelah kaum republik menyerah pada 29 Maret 1939 yang sekaligus menyerahkan Madrid ke tangan Franco.

Nasionalisme yang mulai dibangun oleh Franco jelas bercorak fasisme-totalitarianisme. Sejak 1939, yakni masa kepemimpinan Jenderal Franco yang diktator inilah pergolakan warga Catalunya terhadap pemerintah Spanyol mulai berkobar. 

Spanyol di bawah cengkeraman Franco menjalankan kebijakan-kebijakan dan aturan yang bersifat kontroversial, represif, dan menimbulkan disintegrasi. Jenderal Franco menghendaki secara kuat sentralisasi kekuasaan sehingga desentralisasi dalam bentuk status otonomi, khususnya untuk wilayah Catalunya dihapuskan yang dimana otonomi ini sudah diberikan jauh sebelum Franco memimpin. Implikasi dari sentralisasi kekuasaan ala Franco jelas sebagaimana Fasisme yang menolak pluralisme dan segala bentuk perbedaan politik, maka yan hadir ialah "penyeragaman" tidak hanya ideologis, namun juga sosial, budaya, dan sebagainya. 

Hadirlah kebijakan penyeragaman ini atas konsekuensi yang lahir dari sentralisasi tersebut. Pengontrolan dan penyensoran berbagai macam budaya yang dijalankan oleh Franco kerap kali berlebihan. Keinginannya dalam "menasionaliskan" masyarakat, tidak lebih hanya sebagai penghancuran terhadap budaya setempat. Selain otonomi Catalunya, maka bahasa Catalunya pun terkena imbasnya karena undang-undang serta pengakuannya dicabut olehnya, ia mewajibkan penggunaan bahasa Spanyol secara masif dan holistik.

Indikator demokrasi seperti kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berserikat yang mengandung nilai HAM menjadi barang yang sangat mahal di bawah rezim Franco. Bagaimana tidak? segala bentuk ekspresi dan pendapat seperti protes ditanggapi secara keji, didukung dengan salah satu ciri fasisme, yakni selain aparatus ideologi terdapat pula aparatus represif, semakin menyempitkan ruang-ruang tersebut. Imbasnya, penjara-penjara dipenuhi tahanan politik. Ribuan Catalan --sebutan untuk orang Catalunya-- dieksekusi antara 1938 hingga 1953. Penyeragaman ideologis memaksa pemberangusan keberadaan kelompok di luar spektrum kanan. 

Orang-orang komunis, liberal, demokrat, hingga separatis-nasionalis kewilayahan yang memperjuangkan wilayah Catalunya dan Basque dibubarkan dan dilenyapkan. Franco mengganyang Partai Nasionalis Basque serta berupaya melenyapkan gerakan kemerdekaan Basque. Serikat pekerja Confederacion Nacional del Trabajo (CNT) dan Union General de Trabajadores (UGT) dilarang. Partai Pekerja Sosialis Spanyol dan Esquerra Republicana de Catalunya diberhentikan. Sementara Partai Komunis terpaksa bergerak di bawah tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun