Referensi: kitab kuning
Baik, kali ini tidak beda jauh dengan seorang yang ingin bisa ilmu fikih, terlebih dahulu harus bisa ilmu nahwu dan shorof.
Ilmu fikih sendiri diartikan ilmu yang membahas seluruh pelaksanaan dan aspek kehidupan manusia. Selama ini, mungkin yang banyak kita ketahui fikih itu ya membahas shalat saja. Tidak demikian.
Fikih sendiri ada banyak jenisnya, tapi kalau diringkas ada 3, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain, dengan makhluk hidup lain, dan dengan Allah sebagai Tuhan Semesta Alam.
Oke, kali ini akan penulis berikan pengantar singkat tentang fikih. Perlu diingat hampir seluruh kitab yang berisi fikih, selalu pembahasan awalnya adalah kaifiyah thoharoh (tata cara bersuci). Baru setelah thoharoh, dibahas mengenai kaifiyah sholat, zakat, puasa, dan haji.
Hal ini merupakan isyarat bahwa hal yang menjadi dasar seorang muslim adalah bersuci. Kalau artikel sebelumnya, ujung tombak muslim itu terletak pada sholatnya. Nah, kali ini ujung tombak dari sholat adalah bersuci.
Juga, seorang santri sebelum belajar kitab kuning atau membuka Al-Qur'an, ia harus suci terlebih dahulu. Sebab, untuk membuka dan membaca ilmu yang penuh dengan kemuliaan itu, diperlukan diri yang suci dan mulia juga.
Kemudian, apa itu thoharoh? Yaitu cara mensucikan diri dari hadas dan najis.
Apa itu hadas? Hadas adalah kondisi tubuh yang tidak suci karena suatu hal. Hadas terbagi menjadi 2, yaitu hadas kecil (seperti bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram) dan hadas besar (seperti keluar darah/menstruasi).
 Lalu apa itu najis? Najis sendiri adalah segala jenis kotoran dan wujudnya nampak kasat mata. Terbagi menjadi 3, yaitu mukhaffafah (air kencing anak laki-laki dibawah 2 tahun), mutawasithah (kotoran manusia), dan mughalazah (menyentuh anjing dan air liur anjing).
 Cara menyucikannya pun berbeda-beda, tergantung jenisnya. Kalau hadas kecil iti dengan berwudhu, najis mukhafafah dan najis mutawaithoh itu dengan menyiramkan air, hadas besar itu dengan junub, najis mughalazah itu dengan membasuh bergantian dengan air dan tanah sebanyak 7 kali.
Itulah pengantar fikih tentang kaifiyah thoharoh. Lalu bagaimana dengan pembahasan yang lain. Contoh sederhananya adalah kaifiyah bai' (tata cara jual-beli). Itu termasuk jenis fikih muamalah, sebab berhubungan manusia dengan manusia lain.
Bagaimana tata cara yang agar transaksi jual-beli sesuai syariah? Pertama, kalau fikih dibahas terlebih dahulu tentang rukun dan syaratnta. Kegiatan manusia bisa disebut jual beli itu harus memenuhi 5 rukun, yaitu adanya penjual, pembeli, barang, alat tukar, serta ijab dan kabul.Â
Lalu, harus juga memenuhi syarat dari semua rukun. Misal, si pembeli haruslah tamyiz (bisa membedakan mana yang baik dan buruk). Kalau salah satu rukun atau syarat tidak terpenuhi, maka tranksaksi dinyatakan tidak sah dan tidak bernilai pahala.
Oh iya sebagai penutup, ilmu fikih sendiri penulis ibaratkan seperti 'UUD'nya umat muslim. Jadi kalau sudah yang namanya hukum, maka tidak bisa ditawar lagi. Seluruh kegiatan harus berdasar pada hukum.
by: M. Saiful Kalam