Mohon tunggu...
MUHAMMAD RIFQI RASYIDDIN
MUHAMMAD RIFQI RASYIDDIN Mohon Tunggu... Sophomore Undergraduate Student of State Financial Management at Politeknik Keuangan Negara STAN | Green Economy Enthusiast

In a world fueled by efficiency, I am committed to unraveling the art of organization. Through my studies and experiences, I am dedicated to honing the skills that transform chaos into structured brilliance. From optimizing processes to enhancing workflows, my journey is all about creating systems that drive seamless operations and tangible results.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Implementasi Pajak Karbon di Indonesia: Pembelajaran dari Swedia dan Finlandia serta Potensi Dampaknya terhadap Perekonomian

10 November 2024   17:00 Diperbarui: 5 Januari 2025   21:43 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Penetapan tarif pajak karbon yang progresif.

  • Penggunaan penerimaan pajak untuk mendanai proyek energi hijau.

  • Penerapan kebijakan yang transparan dan konsisten untuk mendorong kepercayaan publik.

  • Pembahasan

    Pengalaman Swedia dan Finlandia

    1. Swedia menerapkan tarif pajak karbon tertinggi di dunia sebesar USD 137 per ton COâ‚‚ ekuivalen. Kebijakan ini berhasil menekan emisi karbon secara signifikan tanpa merugikan pertumbuhan ekonomi. Transparansi kebijakan dan dukungan insentif kepada sektor industri menjadi kunci keberhasilan. Pajak karbon di Swedia dialokasikan untuk mendanai proyek energi terbarukan dan efisiensi energi.

    2. Finlandia menjadi negara pertama yang menerapkan pajak karbon pada tahun 1990. Dalam 15 tahun, emisi karbon dari sektor transportasi berkurang hingga 48%. Penerapan tarif yang sesuai serta alokasi penerimaan untuk program hijau menjadi faktor penting keberhasilannya.

    Implementasi di Indonesia

    Penerapan pajak karbon di Indonesia masih berada dalam tahap awal dan menghadapi tantangan besar, terutama:

    • Tarif yang Rendah: Tarif Rp 30 per kilogram COâ‚‚ ekuivalen jauh lebih rendah dibandingkan negara maju, sehingga kurang memberikan dorongan kepada pelaku industri untuk mengurangi emisi karbon.

    • Pengawasan dan Transparansi: Mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan pajak karbon perlu diperkuat untuk memastikan kepatuhan pelaku ekonomi.

    • Penggunaan Penerimaan Pajak: Saat ini belum ada kejelasan mengenai alokasi penerimaan pajak karbon untuk proyek-proyek energi hijau.

    Rekomendasi dari Pembelajaran Internasional

    1. Penetapan Tarif yang EfektifIndonesia dapat mempertimbangkan kenaikan tarif pajak karbon secara bertahap, seperti yang dilakukan Swedia. Hal ini akan memberikan tekanan kepada industri untuk segera beralih ke teknologi yang lebih ramah lingkungan.

    2. Transparansi dan Konsistensi KebijakanPemerintah harus memastikan kebijakan diterapkan secara konsisten, termasuk memberikan insentif bagi sektor industri yang mengurangi emisi karbon dan penalti bagi pelanggar.

    3. HALAMAN :
      1. 1
      2. 2
      3. 3
      4. 4
      Mohon tunggu...

      Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
      Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
      Beri Komentar
      Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

      Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun