Mohon tunggu...
Muhammad Ridho Muhaimin
Muhammad Ridho Muhaimin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Agribisnis

Aku (calon) Mitani

Selanjutnya

Tutup

Money

Kegagalan Nawacita dalam Kedaulatan Pangan

20 Juni 2020   13:30 Diperbarui: 20 Juni 2020   13:34 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sapi Peternak di Tempurejo, Jember (Dok Pribadi)

Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) Era Menteri Andi Amran Sulaiman

Presiden Ir. Joko Widodo pada pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2015 telah memperkenalkan istilah nawacita yang merujuk pada visi dan misi yang akan dijalankan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Ir. H. Joko Widodo dan Dr. Drs. H. M. Jusuf Kalla pada saat itu. Nawacita berisi sembilan agenda pokok presiden untuk tetap berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Nawacita milik Presiden Joko Widodo salah satunya adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Perwujudan kemandirian ekonomi didorong dengan (1) Membangun kedaulatan pangan, (2) Mewujudkan kedaulatan energi, (3) Mewujudkan kedaulatan keuangan, (4) Mendirikan bank petani/nelayan dan UMKM termasuk gudang dengan fasilitas pengelolaan paska panen di tiap sentra produksi tani/nelayan, dan (5) Mewujudkan penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional (Kementerian Komunikasi dan Informasi, 2015). Upaya yang telah dilakukan hingga saat ini dalam membangun kedaulatan pangan yaitu melalui program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab).

Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (Upsus Siwab) adalah program pemerintah yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang dimulai pada tahun 2016 oleh Menteri Andi Amran Sulaiman untuk mendukung terealisasinya nawacita Presiden Joko Widodo dalam hal kedaulatan pangan asal ternak. Program ini menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam sub sektor peternakan. Tujuan jangka panjang dari program ini adalah Indonesia swasembada daging sapi pada tahun 2026 dan menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Upsus siwab dalam mewujudkan tujuannya memiliki 5 fokus dalam kegiatannya yaitu pengendalian pemotongan betina produktif, pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi, pelayanan inseminasi buatan dan kawin alam, pemenuhan semen beku dan nitrogen cair, dan pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat.

Indonesia sangat memiliki harapan besar kepada program yang dijalankan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Program upsus siwab akan meningkatkan produksi sapi di dalam negeri sehingga impor daging yang dilakukan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Penurunan impor daging sapi akan menghentikan ketergantungan terhadap negara lain untuk pemenuhan daging sapi.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (30/09/18) telah mempublikasikan keberhasilan dari program upsus siwab. Menurut I Ketut Diarmita selaku Direktur Peternakan dan Kesehatan Hewan mengatakan upsus siwab dari sejak awal pelaksanaanya pada tahun 2017 hingga September 2018 telah menghasilkan 2 juta ekor lebih pedet sapi yang berasal dari indukan milik peternak. Upsus siwab akan menciptakan loncatan populasi sapi potong di Indonesia. Keberhasilan ini telah membangkitkan harapan bagi Indonesia dalam mewujudkan swasembada daging 2026.

Program upsus siwab yang diinisiasi oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang di klaim telah berhasil menghasilkan 2 juta ekor lebih pedet sapi digadang-gadang dapat meningkatkan populasi sapi di Indonesia sehingga akan berimplikasi pada peningkatan produksi daging nasional. Namun, menurut data yang dikeluarkan oleh  Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2019) populasi sapi potong di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 15.419.718 ekor. Populasi sapi potong mengalami kenaikan sebesar 584.379 ekor sehingga pada tahun 2016 populasi sapi potong menjadi 16.004.097 ekor. Pada tahun 2017 sebagai tahun awal pelaksanaan upsus siwab memiliki kenaikan populasi sebesar 425.005 ekor sapi sehingga total populasi sapi potong menjadi 16.429.102 ekor. Pada periode 2017-2018 nyaris tidak terjadi kenaikan populasi sapi potong. Populasi sapi potong pada tahun 2018 sebesar 16.432.945 ekor. Pada tahun 2019 kembali terjadi kenaikan sebesar 685.705 ekor sehingga total populasi sapi potong menjadi 17.118.650 ekor. Angka populasi sapi potong di Indonesia terbagi menjadi 20,72% sapi anak, 25.42% sapi muda, dan 53,86% sapi dewasa.

Data populasi sapi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan seperti  menjadi antitesis atas klaim keberhasilan menciptakan 2 juta ekor pedet pada program upsus siwab pada era Menteri Andi Amran Sulaiman. Kenaikan rata-rata populasi sapi potong pada tahun 2015 hingga tahun 2019 hanya sebesar 425.000 ekor sapi setiap tahun. Kenaikan populasi sapi potong dengan rata rata 425.500 ekor sapi pertahun ternyata tidak dapat membantu menambah produksi daging sapi di Indonesia.

Produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2015 hingga tahun 2019 memiliki angka yang fluktiatif dan bertrend negatif. Produksi daging sapi tahun 2015 sebesar 506.660 ton. Pada tahun 2016 terjadi kenaikan produksi menjadi 518.484 ton daging sapi. Setelah kenaikan di tahun 2016, terjadi penurunan produksi yang cukup besar pada tahun 2017. Penurunan produksi daging sapi sebesar 32.165 ton sehingga total produksi daging sapi tahun 2017 menjadi 486.319 ton. Pada tahun 2018 kembali terjadi kenaikan daging sapi sebesar 11.652 ton menjadi 497.971 ton daging sapi. Penurunan kembali terjadi pada tahun 2019 dengan total produksi 490.420 ton daging sapi. Produksi daging sapi yang memiliki trend negatif akan berimplikasi pada volume impor daging sapi di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2020) pada tahun 2015 Indonesia telah mengimpor daging sejenis lembu sebesar 50.689 ton. Volume impor daging sejenis lembu terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Indonesia pada tahun 2019 telah mengimpor 262.251 ton daging sejenis lembu dengan nilai impor USD 829.855.200. Nilai impor yang besar ini seharusnya telah berkurang jika memang Upsus Siwab telah menghasilkan pedet sebesar 2 juta ekor.

Setiap program pasti memiliki kendala dalam implementasinya Dr. Syahruddin Said, peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI dalam Prosiding Seminar Nasional Peternakan 3 Tahun 2017 di Universitas Hasanuddin Makassar telah menyatakan implementasi Upsus Siwab memiliki 3 kendala utama, yaitu (1) Kondisi ternak yang mengikuti inseminasi buatan sangat bervariasi dalam hal manajemen pemeliharaan yang berpengaruh dalam keberhasilan inseminasi buatan, (2) Jangkauan tenaga inseminator terbatas karena ternak yang mengikuti inseminasi buatan tersebar luas, (3) Sarana pendukung pelaksanaan inseminasi buatan terbatas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun