Mohon tunggu...
muhammadreichard
muhammadreichard Mohon Tunggu... Wiraswasta

41123110116 Kampus Universitas Mercu Buana Meruya | Fakultas Teknik | Prodi S1 Teknik Sipil | Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB I Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, AK., M.Si, CIFM, CIABV, CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram Pada Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

24 Februari 2025   00:23 Diperbarui: 24 Februari 2025   00:23 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard

PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard

PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard

PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard

PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard

PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard

PPT. Muhammad Reichard
PPT. Muhammad Reichard

Siapakah Ki Ageng Suryomentaram?

Ki Ageng Suryomentaram (1892--1962) adalah seorang tokoh filsuf dan psikolog Jawa yang dikenal karena pemikirannya tentang ilmu jiwa (psikologi) dan kawruh jiwa (pengetahuan jiwa). Lahir dengan nama asli BRM Kudiarman, ia merupakan putra ke-55 dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII di Yogyakarta. Meskipun berasal dari kalangan bangsawan, ia memilih meninggalkan gelar kebangsawanannya dan hidup sebagai rakyat biasa untuk lebih mendalami kehidupan masyarakat.

Perjalanan Hidup dan Pendidikannya Sejak muda, Ki Ageng Suryomentaram menunjukkan minat mendalam dalam dunia filsafat, spiritualitas, dan psikologi. Pendidikan formalnya tidak terlalu tinggi, tetapi ia banyak belajar secara otodidak dan berguru pada berbagai tokoh spiritual dan intelektual. Pada usia 40 tahun, ia meninggalkan keraton dan menjalani kehidupan sebagai petani di daerah Kalibawang, Kulon Progo, untuk lebih memahami kehidupan masyarakat kecil.

Apa itu Kebatinan bagi Ki Ageng Suryomentaram?

Kebatinan berasal dari kata batin, yang merujuk pada sisi terdalam dalam diri manusia, mencakup aspek pikiran, perasaan, dan kesadaran. Batin tidak hanya berfungsi sebagai tempat bersemayamnya emosi dan pemikiran, tetapi juga berperan penting sebagai pusat kendali dalam memahami serta menghadapi berbagai situasi kehidupan. Menurut Ki Ageng Suryomentaram, kebatinan bukan sekadar kegiatan spiritual atau ritual semata, melainkan sebuah ilmu kehidupan yang bertujuan untuk mengenali, memahami, dan mengelola aspek batiniah tersebut. Melalui kebatinan, seseorang dapat mencapai keseimbangan dan kedamaian dalam hidupnya, karena ia mampu mengenal dirinya secara utuh tanpa terpengaruh oleh godaan duniawi.

Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa kebatinan merupakan sebuah proses introspektif yang mendorong individu untuk memahami dirinya sendiri. Dengan mengetahui esensi diri, seseorang dapat membedakan antara kebutuhan sejati dan sekadar keinginan yang dipengaruhi oleh lingkungan atau ambisi sesaat. Kebatinan tidak hanya sekadar mencari ketenangan batin, tetapi juga melibatkan upaya sadar dalam mengenal, mengendalikan, dan mengelola aspek batin. Tujuan utamanya adalah meraih kebahagiaan sejati yang tidak bergantung pada faktor eksternal seperti tempat, waktu, atau kondisi tertentu. Dalam ajarannya, Ki Ageng Suryomentaram mengungkapkan bahwa akar utama penderitaan manusia terletak pada keinginan yang berlebihan. Keinginan yang tidak terkontrol sering kali menyebabkan rasa tidak puas, kekecewaan, dan kegelisahan. Oleh sebab itu, ajaran kebatinan yang ia kembangkan berfokus pada pencapaian hidup yang harmonis dan damai. Keseimbangan di sini berarti mampu menyelaraskan pikiran, perasaan, dan tindakan, sedangkan kedamaian berarti menerima kehidupan dengan kesadaran penuh dan hati yang ikhlas. Dengan mempraktikkan kebatinan, seseorang akan lebih mudah melepaskan diri dari nafsu dan ambisi yang berlebihan, sehingga mencapai ketenangan dan kebahagiaan sejati.

Ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram bersifat inklusif dan dapat diterapkan oleh semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial, budaya, atau agama. Inti dari ajaran ini adalah menemukan makna hidup yang sesungguhnya melalui pemahaman diri yang mendalam serta sikap tulus dalam menghadapi kehidupan.Konsep kebatinan yang diajarkan Ki Ageng Suryomentaram berlandaskan pada prinsip "mencari manusia" dan "mencari kebahagiaan (bedjo)". Menurutnya, manusia sering kali tidak benar-benar memahami dirinya sendiri, sehingga mudah terjerumus dalam hasrat duniawi atau keinginan (karep) yang terus tumbuh tanpa batas. Keinginan yang tidak terkendali ini membuat seseorang selalu mengejar hal-hal baru tanpa pernah merasa puas, yang memicu konflik batin, kegelisahan, dan penderitaan.

Dalam mengajarkan konsep-konsepnya, Ki Ageng Suryomentaram menerapkan pendekatan rasionalitas reflektif, yaitu cara berpikir yang melibatkan perasaan, akal budi, naluri, dan intuisi untuk memahami diri dan kehidupan. Pendekatan ini mengajak setiap individu untuk merenungkan dan mengevaluasi pengalamannya secara mendalam agar mampu mengambil keputusan yang bijaksana. Selain itu, ia juga memperkenalkan pendekatan rasionalitas akomodatif, yang menekankan pentingnya memahami perasaan dan sudut pandang orang lain dalam menemukan kebenaran dan kebahagiaan. Pendekatan ini menempatkan kesejahteraan bersama sebagai bagian integral dari kebahagiaan individu.

Apabila kedua pendekatan tersebut---reflektif dan akomodatif---digabungkan, akan terbentuk kondisi "situasional", yaitu kemampuan seseorang dalam membuat keputusan yang tepat dan efektif ketika menghadapi berbagai tantangan hidup, baik dalam konteks sosial, budaya, maupun dalam situasi yang dinamis. Lebih jauh lagi, kebatinan juga mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan alam dan lingkungannya. Ki Ageng Suryomentaram percaya bahwa alam merupakan cerminan dari batin manusia itu sendiri. Ketika seseorang memiliki batin yang damai, maka ia akan mampu menciptakan keharmonisan dalam hubungannya dengan alam. Melalui kebatinan, seseorang diajak untuk tidak hanya berhubungan baik dengan sesama manusia, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan sekitar. Dalam konteks ini, kebatinan menjadi landasan etika hidup yang komprehensif, tidak hanya terbatas pada hubungan manusia dengan Tuhan atau dirinya sendiri, tetapi juga dengan dunia yang lebih luas.

Ki Ageng Suryomentaram juga melihat bahwa kebatinan dapat menjadi solusi dalam menghadapi tekanan hidup modern. Di tengah era globalisasi yang serba cepat dan penuh persaingan, banyak orang merasa kehilangan arah dan jati diri. Melalui pendekatan kebatinan, seseorang diajak untuk kembali kepada esensi diri, menyadari potensi batiniah, dan menemukan kedamaian di tengah hiruk-pikuk kehidupan duniawi. Kebatinan mengajarkan pentingnya jeda dalam hidup, untuk sejenak merenung, mengolah rasa, dan kembali menemukan keseimbangan batin. Secara praktis, Ki Ageng Suryomentaram mengembangkan metode-metode sederhana yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dengan latihan kesadaran (mindfulness), meditasi, atau sekadar menyediakan waktu untuk berdiam diri dan merenung. Semua ini bertujuan untuk melatih batin agar tetap tenang dalam menghadapi berbagai situasi. Melalui latihan yang konsisten, seseorang diharapkan dapat mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi, di mana ia mampu melihat kehidupan dengan sudut pandang yang lebih bijaksana dan luas.

Kebatinan menurut Ki Ageng Suryomentaram bukanlah sesuatu yang rumit atau eksklusif. Kebatinan adalah jalan hidup yang sederhana, namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Siapa pun dapat mempraktikkannya, karena pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi batiniah yang sama. Dengan membuka diri terhadap ajaran kebatinan, seseorang tidak hanya memperkaya batinnya sendiri, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya dunia yang lebih damai, harmonis, dan sejahtera.

Menurut Ki Ageng Suryomentaram, ukuran kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh seberapa banyak harta, tingginya jabatan, atau segudang pencapaian duniawi yang dimiliki seseorang. Baginya, esensi kebahagiaan justru terletak pada kemampuan individu untuk memahami dan menyadari batas kebutuhannya sendiri. Dalam sudut pandang ini, manusia sering kali terjebak dalam anggapan keliru bahwa kekayaan, kekuasaan, atau pencapaian lebih banyak akan membawa kebahagiaan. Namun, kenyataannya justru sebaliknya---semakin seseorang terikat pada hal-hal tersebut, semakin besar pula kemungkinan munculnya perasaan gelisah, ketidakpuasan, dan tenggelam dalam pusaran ambisi yang tak berkesudahan.

Ki Ageng Suryomentaram menegaskan bahwa rahasia kebahagiaan sebenarnya terletak pada kemampuan untuk memahami apa yang benar-benar bernilai dalam hidup. Kebahagiaan bukanlah soal memenuhi segala keinginan, melainkan mencukupkan diri dengan apa yang benar-benar dibutuhkan. Ketika seseorang mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan, ia akan lebih mudah menjalani hidup dengan sederhana serta terhindar dari sikap serakah. Godaan duniawi yang sering kali hanya menawarkan kebahagiaan semu dan sesaat tidak akan lagi mempengaruhi batinnya. Kebahagiaan yang sejati bukanlah tentang memiliki segalanya, tetapi tentang merasakan kecukupan dengan apa yang sudah ada.

PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard

PPT Muhamad Reichard
PPT Muhamad Reichard

PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard
PPT Muhammad Reichard

Selain itu, sikap lapang dada juga menjadi salah satu elemen penting dalam mencapai kebahagiaan menurut ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Menerima segala keadaan, baik itu dalam suka maupun duka, dengan hati yang ikhlas akan membawa ketenangan dalam batin. Ketika seseorang mampu menerima realitas kehidupan tanpa banyak keluhan atau protes, ia akan lebih mudah menemukan kebahagiaan dalam berbagai kondisi. Sikap ini juga membantu seseorang untuk tidak terlalu terikat pada hasil akhir dan lebih menikmati proses hidup dengan penuh kesadaran.

Lebih dalam lagi, Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa sumber kebahagiaan sejati bukan berasal dari faktor eksternal, melainkan dari dalam diri sendiri. Kebahagiaan yang datang dari luar, seperti pengakuan, pujian, atau pencapaian materi, bersifat tidak stabil dan mudah hilang. Sebaliknya, kebahagiaan batin yang muncul dari kesadaran diri dan keseimbangan batin cenderung lebih abadi dan konsisten. Inilah yang membedakan antara kebahagiaan sejati dengan sekadar rasa senang yang bersifat sementara. Untuk mencapai keseimbangan batin tersebut, Ki Ageng Suryomentaram menganjurkan penerapan hidup yang cukup, yakni hidup sesuai kebutuhan tanpa berlebihan. Konsep hidup cukup ini sejalan dengan filosofi *nrimo ing pandum*, yang berarti menerima segala sesuatu sebagai bagian dari kehendak Tuhan dan menjalani hidup dengan rasa syukur. Dengan menjalani hidup yang seimbang, seseorang tidak akan mudah terpengaruh oleh perubahan situasi eksternal, karena fondasi kebahagiaannya sudah tertanam kuat dalam batinnya.

Di samping itu, Ki Ageng Suryomentaram juga memperingatkan bahaya terjebak dalam nafsu duniawi yang tiada habisnya. Nafsu duniawi sering kali membuat manusia merasa kurang dan selalu ingin lebih. Semakin keras seseorang mengejar nafsu tersebut, semakin jauh pula jarak antara keinginan dan kepuasan yang ia rasakan. Justru, kebahagiaan sejati dapat diraih ketika seseorang mampu melepaskan diri dari jeratan nafsu duniawi dan mulai menikmati hidup dengan apa adanya. Secara keseluruhan, ajaran Ki Ageng Suryomentaram memberikan pedoman yang jelas untuk menjalani hidup dengan bijaksana. Dengan mengenali dan mengelola aspek batin, hidup seseorang akan menjadi lebih damai dan bermakna. Kebahagiaan sejati bukanlah sebuah tujuan yang harus dicapai dengan ambisi besar, melainkan sebuah kondisi batin yang hadir ketika kita mampu berhenti sejenak, merenung, dan mensyukuri setiap anugerah yang sudah dimiliki.

Bagaimana Prinsip "SA" Menurut Ki Ageng Suryomentaram?

  • Sa-Butuhne

Prinsip sa-butuhne atau "sebutuhnya" merupakan sebuah pedoman hidup yang mengajarkan seseorang untuk hidup berdasarkan kebutuhan nyata, bukan sekadar mengikuti keinginan berlebihan yang sering kali menjerumuskan pada sikap konsumtif dan materialistis. Dalam kehidupan sehari-hari, godaan untuk memiliki lebih banyak, baik dalam hal harta, status sosial, maupun pencapaian pribadi, kerap kali datang dari berbagai arah. Media sosial, iklan, dan lingkungan sekitar sering kali membentuk persepsi bahwa kebahagiaan hanya bisa diraih melalui kepemilikan materi yang melimpah atau pencapaian prestasi yang gemilang. Namun, prinsip *sa-butuhne* justru menawarkan pendekatan yang berbeda, yaitu hidup dalam kesederhanaan dan keseimbangan, di mana kebahagiaan tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang dimiliki, tetapi oleh seberapa cukup kita merasa dengan apa yang sudah ada.

Melalui pemahaman mendalam mengenai batas kebutuhan, seseorang dapat lebih bijak dalam membuat keputusan, baik dalam aspek finansial, sosial, maupun emosional. Prinsip ini membantu seseorang untuk tidak mudah terbawa arus konsumsi berlebihan atau mengikuti tren tanpa pertimbangan matang. Misalnya, dalam hal finansial, seseorang yang memegang prinsip *sa-butuhne* akan lebih selektif dalam membelanjakan uangnya. Ia akan memprioritaskan kebutuhan pokok dan menghindari pembelian barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan, hanya demi memenuhi dorongan sesaat atau sekadar ingin mengikuti gaya hidup orang lain. Sikap ini tidak hanya menciptakan kestabilan ekonomi pribadi tetapi juga membantu membangun mentalitas yang lebih kuat dalam menghadapi godaan konsumerisme.

Selain dalam hal materi, prinsip ini juga berlaku dalam pengelolaan waktu dan energi. Di tengah kehidupan modern yang serba cepat, banyak orang merasa harus selalu sibuk untuk dianggap produktif. Mereka sering kali terjebak dalam aktivitas yang sebenarnya tidak memberikan nilai tambah bagi hidupnya. Dengan menerapkan prinsip sa-butuhne, seseorang akan lebih mampu memilah mana kegiatan yang benar-benar penting dan mana yang hanya sekadar rutinitas tanpa makna. Misalnya, daripada menghabiskan waktu berjam-jam untuk berselancar di dunia maya tanpa tujuan, seseorang bisa memilih untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti membaca, berolahraga, atau menghabiskan waktu bersama keluarga. Dengan demikian, setiap aspek kehidupan menjadi lebih tertata dan terkendali, menciptakan ritme hidup yang seimbang dan harmonis.

Prinsip sa-butuhne juga mengajarkan pentingnya hidup sederhana tanpa merasa kekurangan. Kesederhanaan di sini bukan berarti hidup dalam keterbatasan, tetapi lebih pada kemampuan untuk merasa cukup dan bersyukur atas apa yang dimiliki. Hidup sederhana membantu seseorang untuk lebih fokus pada kualitas hidup daripada kuantitas kepemilikan. Ia tidak akan terjebak dalam siklus "ingin lebih" yang tidak ada habisnya, melainkan mampu menikmati setiap momen dan merasakan kebahagiaan dari hal-hal kecil dalam hidupnya. Ketika seseorang mampu hidup sederhana, ia akan lebih mudah merasakan ketenangan batin, karena tidak lagi dibebani oleh ambisi atau ekspektasi yang berlebihan.

Efisiensi dalam memanfaatkan sumber daya juga menjadi poin penting dalam prinsip ini. Seseorang yang hidup "sebutuhnya" akan lebih bijak dalam menggunakan apa yang dimilikinya, baik itu uang, waktu, tenaga, maupun kemampuan. Misalnya, dalam konteks pekerjaan, ia akan fokus pada tugas-tugas yang memberikan dampak positif dan tidak membuang-buang energi untuk hal-hal yang tidak produktif. Dalam kehidupan sehari-hari, ia akan berusaha meminimalisir pemborosan, seperti menghindari pembelian barang yang tidak perlu, menghemat penggunaan energi, dan mendaur ulang barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan. Sikap ini tidak hanya memberikan manfaat bagi diri sendiri tetapi juga bagi lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.

Penerapan prinsip sa-butuhne akan membawa seseorang pada keseimbangan hidup yang harmonis. Dengan hidup sesuai kebutuhan, seseorang tidak hanya merasa cukup secara materi tetapi juga merasakan kepuasan batin yang lebih mendalam. Keseimbangan ini akan membuat hidup terasa lebih ringan, karena tidak ada lagi beban untuk selalu memenuhi standar atau harapan orang lain. Seseorang akan lebih fokus pada tujuan hidup yang sebenarnya, menjalani hidup dengan penuh kesadaran, serta menikmati setiap proses dan pencapaian dengan hati yang lapang. Kebahagiaan yang diraih pun bukanlah kebahagiaan semu yang bergantung pada faktor eksternal, melainkan kebahagiaan sejati yang berasal dari dalam diri, yang lebih stabil, tahan lama, dan membawa kedamaian dalam hidup.

  • Sa- perlune

Dalam menjalani hidup, penting bagi seseorang untuk selalu bertindak sesuai kebutuhan dan menghindari sikap berlebihan dalam setiap aspek kehidupan. Bertindak sesuai kebutuhan berarti memahami dengan baik apa yang benar-benar diperlukan, baik dalam hal materi, waktu, energi, maupun emosi. Dengan memiliki pemahaman yang jelas mengenai perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, seseorang akan mampu membuat keputusan yang lebih bijak serta bertindak secara proporsional dalam menghadapi berbagai situasi. Pemahaman ini membantu individu untuk tidak mudah terpengaruh oleh dorongan eksternal, seperti tekanan sosial atau tren sesaat, yang sering kali hanya menawarkan kepuasan sementara tanpa memberikan manfaat jangka panjang.  Sikap hidup secukupnya ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam cara berkomunikasi, seseorang dianjurkan untuk berbicara secukupnya, menggunakan kata-kata yang tepat, dan menghindari pembicaraan yang berlebihan agar pesan yang disampaikan tetap jelas dan bermakna. Berbicara secukupnya juga mencerminkan sikap rendah hati dan bijaksana, di mana seseorang lebih memilih mendengarkan daripada sekadar berbicara tanpa arah. Komunikasi yang efektif ini tidak hanya mempermudah interaksi sosial, tetapi juga membangun hubungan yang lebih sehat dan harmonis dengan orang lain.   Dalam konteks pekerjaan, sikap ini diwujudkan melalui penerapan efektivitas dan efisiensi, sehingga tenaga dan waktu yang dimiliki dapat digunakan secara optimal tanpa terbuang untuk hal-hal yang kurang penting. Seorang pekerja yang menerapkan prinsip ini akan lebih fokus pada prioritas, menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, dan menghindari multitasking yang tidak produktif. Dengan bekerja secara efisien, seseorang tidak hanya mampu mencapai target pekerjaan, tetapi juga memiliki waktu luang yang cukup untuk beristirahat dan menjaga keseimbangan hidup. 

Begitu pula dalam mengelola kebutuhan materi, seseorang sebaiknya menyeimbangkan antara apa yang dibutuhkan dan apa yang dimiliki, sehingga terhindar dari pola hidup konsumtif yang hanya menghabiskan sumber daya tanpa memberikan manfaat yang berarti. Misalnya, sebelum membeli barang baru, seseorang dapat mempertimbangkan terlebih dahulu apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau hanya sekadar keinginan sesaat. Dengan cara ini, seseorang tidak hanya mampu menghemat pengeluaran, tetapi juga mendukung gaya hidup berkelanjutan dengan mengurangi konsumsi yang berlebihan.  Lebih jauh lagi, prinsip hidup secukupnya juga berkaitan dengan pengelolaan emosi. Seseorang yang mampu mengendalikan emosinya akan lebih bijak dalam merespons berbagai peristiwa, baik yang menyenangkan maupun yang menantang. Ia tidak akan larut dalam euforia yang berlebihan ketika mendapat keberhasilan, maupun tenggelam dalam kesedihan yang berkepanjangan saat menghadapi kegagalan. Dengan menjaga keseimbangan emosi, seseorang akan lebih tenang, mampu berpikir jernih, dan membuat keputusan yang tepat dalam setiap keadaan. 

Dengan menerapkan prinsip hidup yang sesuai kebutuhan, seseorang tidak hanya terhindar dari sikap boros, tetapi juga mampu menciptakan kehidupan yang lebih tertata, seimbang, dan penuh makna. Setiap tindakan yang dilakukan pun akan memiliki nilai dan tujuan yang jelas, memberikan dampak positif bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Prinsip ini juga membantu seseorang untuk hidup lebih selaras dengan alam, menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial, serta mencapai kebahagiaan sejati yang tidak bergantung pada pencapaian duniawi semata. Hidup dengan prinsip secukupnya akan membawa seseorang pada kehidupan yang lebih tenteram, bijaksana, dan berkelanjutan.

  • Sa -- cukupe

Konsep ini menekankan betapa pentingnya mencapai kepuasan batin melalui sikap syukur terhadap apa yang telah dimiliki, daripada terus-menerus memburu hal-hal yang belum tercapai. Dengan menumbuhkan rasa cukup dan menghargai setiap pencapaian, sekecil apa pun itu, seseorang dapat membebaskan diri dari jerat perasaan kurang atau ketidakpuasan yang tidak pernah ada habisnya. Rasa cukup ini tidak hanya berlaku dalam aspek materi, tetapi juga dalam aspek emosional, spiritual, dan sosial, di mana seseorang belajar untuk menerima dan menikmati setiap momen dalam hidupnya tanpa dibayangi keinginan yang berlebihan.  Memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu diukur dari banyaknya kepemilikan, melainkan dari kemampuan untuk bersyukur dan menikmati apa yang sudah ada, akan membuat seseorang menjalani hidup dengan lebih tenang, damai, dan penuh makna. Ketika seseorang tidak lagi terjebak dalam perlombaan duniawi untuk memiliki lebih banyak, ia akan menemukan ruang untuk memperdalam hubungan dengan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitarnya. Sikap syukur ini juga membantu mengurangi tekanan sosial yang sering kali muncul dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. Dengan demikian, seseorang bisa lebih fokus pada pertumbuhan pribadi, mengembangkan potensi diri, dan menjaga kesejahteraan emosionalnya tanpa merasa terbebani oleh ekspektasi eksternal. 

Selain itu, konsep rasa cukup dan syukur ini juga mendorong seseorang untuk lebih peka terhadap nikmat-nikmat kecil dalam hidup, seperti kehangatan keluarga, kesehatan, atau momen-momen sederhana yang sering kali terlewatkan. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat menciptakan fondasi mental yang lebih kuat, di mana seseorang tidak mudah goyah oleh perubahan situasi atau kondisi di luar dirinya. Konsep ini tidak hanya memberikan ketenangan batin tetapi juga membentuk pola pikir yang lebih positif, optimis, dan realistis, serta menciptakan kehidupan yang lebih seimbang, harmonis, dan penuh rasa syukur.

  • Sa - benere

Prinsip ini menekankan pentingnya bersikap dan berpikir selaras dengan kebenaran sejati, tanpa terpengaruh oleh kepentingan pribadi yang sempit atau dorongan untuk menyimpang dari nilai-nilai moral. Dalam setiap aspek kehidupan---baik dalam keluarga, lingkungan sosial, maupun dunia profesional---seseorang dianjurkan untuk selalu memegang teguh kejujuran, integritas, dan rasa tanggung jawab. Dengan begitu, setiap keputusan dan tindakan yang diambil tidak hanya memberikan keuntungan bagi diri sendiri, tetapi juga membawa dampak positif yang lebih luas bagi orang lain dan lingkungan sekitar. Menjalankan nilai-nilai ini secara konsisten dapat membantu seseorang membangun kepercayaan yang kuat. Kepercayaan tersebut menjadi aset sosial yang sangat berharga dalam membina hubungan, baik di lingkungan keluarga, pertemanan, maupun dunia kerja. Dalam keluarga, prinsip ini mendorong terciptanya komunikasi yang jujur dan saling mendukung, sehingga ikatan emosional antar anggota keluarga semakin erat. Di lingkungan pertemanan, kejujuran dan integritas membuat seseorang lebih dihargai dan dipercaya oleh teman-temannya. Sementara itu, di dunia profesional, sikap yang didasari oleh nilai-nilai moral yang kokoh dapat meningkatkan reputasi dan kredibilitas, membuka peluang karier yang lebih luas, serta menciptakan suasana kerja yang positif dan produktif.

Selain membangun hubungan yang sehat, prinsip ini juga membekali seseorang dengan kemampuan menghadapi berbagai tantangan hidup dengan sikap yang adil dan bijaksana. Dalam menyelesaikan masalah, seseorang yang berpegang teguh pada kebenaran akan lebih cenderung mencari solusi terbaik tanpa menempuh jalan pintas yang melanggar etika. Ia mampu menganalisis situasi dengan objektif, mempertimbangkan berbagai aspek dengan bijak, dan membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri tetapi juga tidak merugikan orang lain. Sikap ini menjadikannya lebih tangguh dalam menghadapi kesulitan dan lebih bijak dalam menyikapi setiap perubahan yang datang. Prinsip ini tidak hanya membentuk karakter yang kuat dan beretika tinggi, tetapi juga memberikan arahan yang jelas dalam menjalani kehidupan dengan penuh integritas dan kehormatan. Seseorang yang konsisten menjalankan prinsip ini akan lebih mudah menemukan kebahagiaan dan ketenangan batin, karena hidupnya sejalan dengan hati nurani dan senantiasa menjaga keharmonisan antara pikiran, ucapan, dan tindakan. Hidup dengan berlandaskan nilai-nilai moral yang mulia juga membuat seseorang lebih tenang dalam menghadapi berbagai situasi, baik saat meraih kesuksesan maupun ketika menghadapi kegagalan, karena ia yakin bahwa setiap langkahnya sudah sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran yang ia anut.

  • Sa -- mestine

Hidup sebaiknya dijalani dengan memahami dan mengikuti hukum alam serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, karena keseimbangan dan keteraturan akan terwujud ketika seseorang mampu mematuhi aturan yang sudah ada. Hukum alam mengajarkan bahwa segala sesuatu terjadi melalui proses yang alami dan bertahap, sementara norma sosial memberikan panduan bagaimana seseorang seharusnya bersikap dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan mengintegrasikan kedua prinsip ini, seseorang akan mampu menciptakan kehidupan yang lebih terarah, damai, dan selaras dengan lingkungannya. Bersikap sesuai dengan situasi dan kondisi berarti mampu menempatkan diri dengan tepat dalam berbagai konteks kehidupan. Dalam hubungan sosial, sikap ini membantu seseorang berinteraksi dengan orang lain secara lebih bijaksana dan empatik, sehingga tercipta komunikasi yang efektif dan hubungan yang harmonis. Di lingkungan kerja, seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan profesional akan lebih produktif, memiliki hubungan kerja yang baik dengan rekan-rekan, dan mampu menghadapi tekanan pekerjaan dengan tenang. Selain itu, ketika dihadapkan pada tantangan hidup, sikap adaptif ini akan membuat seseorang lebih fleksibel dalam menemukan solusi, lebih kuat dalam menghadapi rintangan, serta lebih optimis dalam menjalani proses kehidupan.

Sikap ini juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan emosional. Dengan mengikuti alur kehidupan yang alami, seseorang tidak akan mudah merasa stres atau tertekan oleh ekspektasi yang tidak realistis. Ia akan mampu menerima setiap keadaan dengan lapang dada, tidak memaksakan kehendak, dan tidak melawan kenyataan yang tidak bisa diubah. Menghindari sikap melawan arus kehidupan yang wajar juga berarti mampu melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang lebih luas, menerima setiap perubahan sebagai bagian dari proses hidup, dan tidak terjebak dalam penyesalan atau kekhawatiran yang berlebihan.

menyadari bahwa setiap hal memiliki aturan dan batasannya sendiri, seseorang akan menjadi lebih bijak dalam mengambil keputusan. Setiap keputusan akan diambil dengan pertimbangan yang matang, memperhatikan dampak jangka pendek maupun jangka panjang, serta mempertimbangkan kepentingan diri sendiri dan orang lain. Kesabaran dalam menghadapi perubahan juga menjadi nilai penting, karena tidak semua hal dalam hidup dapat berjalan sesuai rencana. Seseorang yang sabar akan lebih mampu mengendalikan emosinya, menunggu waktu yang tepat untuk bertindak, dan tidak terburu-buru dalam menentukan pilihan.Sikap ini akan membuka pintu bagi berbagai peluang dan kemungkinan baru di sekitarnya. Seseorang yang hidup selaras dengan hukum alam dan norma sosial akan lebih peka terhadap kesempatan yang ada, lebih mudah beradaptasi dengan perubahan, serta lebih siap mengambil langkah-langkah positif untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan demikian, hidup yang dijalani dengan pemahaman mendalam terhadap aturan alam dan sosial akan menciptakan kesejahteraan yang menyeluruh, baik dari segi fisik, mental, maupun spiritual.

  • Sa -- penake

Prinsip yang terakhir ini bukan berarti hidup dengan sembarangan atau tanpa arah, melainkan menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran, rasa nyaman, dan ketenangan jiwa. Prinsip ini mengajarkan pentingnya menghadapi hidup dengan bijaksana, tidak terburu-buru, serta mampu menemukan kebahagiaan dalam setiap momen kecil yang dijalani. Kehidupan yang seimbang akan tercapai ketika seseorang mampu menerima setiap keadaan dengan lapang dada, tanpa terus-menerus dibebani oleh ambisi yang berlebihan atau tekanan sosial yang tidak perlu.  Memiliki sikap legawa bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi lebih kepada kemampuan untuk membedakan antara hal-hal yang bisa diubah dan yang tidak. Seseorang dianjurkan untuk memahami batas kemampuan dirinya, sehingga ia tidak memaksakan diri untuk mencapai hal-hal di luar jangkauannya. Dengan demikian, ia dapat terhindar dari stres, kekecewaan, atau kelelahan emosional yang mungkin muncul ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan.  Prinsip ini juga mendorong seseorang untuk menjalani hidup dengan lebih rileks, menikmati setiap proses yang ada, dan tidak terlalu fokus pada hasil akhir. Dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat diterapkan dengan cara memberikan penghargaan pada pencapaian kecil, menikmati waktu bersama keluarga dan teman-teman, atau sekadar meluangkan waktu untuk diri sendiri tanpa merasa bersalah. 

Selain itu, sikap menerima kehidupan sebagaimana adanya akan membantu seseorang tetap tenang di tengah perubahan yang tidak terduga. Ketika dihadapkan pada situasi sulit, ia tidak mudah panik atau merasa tertekan, tetapi mampu melihat sisi positif dari setiap kejadian. Dengan fokus pada hal-hal yang dapat dikendalikan, seseorang akan lebih mudah menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan, menghargai proses kehidupan, serta merasakan kedamaian batin yang lebih mendalam. Prinsip ini tidak hanya menciptakan kehidupan yang lebih harmonis dan bebas dari beban berlebihan, tetapi juga membantu seseorang menjadi pribadi yang lebih tangguh, sabar, dan optimis dalam menghadapi setiap fase kehidupan.

Ajaran Ki Ageng Suryomentaram memiliki hubungan yang erat dengan upaya pencegahan korupsi, khususnya melalui penerapan konsep kesadaran diri yang dikenal sebagai Kawruh Jiwa(Meruhi awakipun piyambak). Kawruh Jiwa adalah sebuah ajaran yang mendalam dan penuh filosofi, yang tidak hanya mengarahkan seseorang untuk memahami dirinya sendiri, tetapi juga mendorong individu untuk mengenal dirinya dengan jujur, tepat, dan benar. Melalui ajaran ini, seseorang diajak untuk melakukan refleksi diri, mencari makna hidup, serta mengenali berbagai emosi, kebutuhan, dan keterbatasannya. Proses ini tidak hanya memberikan wawasan yang lebih luas tentang kehidupan, tetapi juga memperkaya jiwa dengan nilai-nilai kebijaksanaan dan kematangan berpikir.

Konsep kesadaran diri dalam Kawruh Jiwa memiliki sifat yang universal, tidak terpengaruh oleh faktor eksternal seperti lokasi, waktu, atau kondisi lingkungan (mboten gumantung papan, wekdal, lan kawontenan). Dengan kata lain, siapapun dan di manapun seseorang berada, pemahaman diri yang mendalam akan membantunya tetap konsisten dalam menjunjung nilai-nilai kebenaran. Individu yang telah mencapai tingkat kesadaran ini akan mampu bersikap bijak, adil, dan tenang dalam menghadapi berbagai situasi hidup, tanpa mudah terpengaruh oleh perubahan keadaan atau godaan duniawi. Lebih jauh lagi, memiliki kesadaran diri yang kuat juga berarti memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan sosial dan pengaruh negatif dari lingkungan sekitar. Seseorang yang benar-benar memahami dirinya akan memiliki prinsip hidup yang teguh dan tidak mudah terjerumus dalam tindakan korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Setiap keputusan yang diambil selalu dilandasi oleh integritas, kesadaran penuh, dan pertimbangan yang bijaksana, sehingga ia mampu menjaga martabat diri dan mempertahankan kepercayaan dari orang lain.

Ajaran ini juga menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan batin dan kedewasaan emosional dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang mampu mengenal dirinya dengan baik, ia akan menjalani hidup dengan lebih damai, penuh makna, dan selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran. Sikap ikhlas dan penerimaan diri dalam menghadapi setiap proses kehidupan akan membentuk karakter yang tidak hanya tangguh secara mental tetapi juga lembut dalam berinteraksi dengan sesama. Setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh individu yang menerapkan Kawruh Jiwa akan selalu berlandaskan pada kejujuran dan kebijaksanaan. Sikap ini tidak hanya memberikan manfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga memberikan pengaruh positif bagi lingkungan sekitarnya. Dengan menjadi teladan dalam bersikap dan bertindak bijak, individu tersebut turut berperan dalam membangun budaya integritas dan keadilan di tengah masyarakat, yang menjadi fondasi penting dalam mencegah praktik korupsi dan mewujudkan kehidupan yang lebih harmonis dan beretika.

Mengapa prinsip kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dianggap cocok untuk mencegah praktik korupsi? 

Ki Ageng Suryomentaram menegaskan bahwa kesadaran diri, kejujuran, dan pengendalian hawa nafsu merupakan pilar utama dalam membangun integritas pribadi yang kokoh. Kesadaran diri tidak hanya sekadar mengenali siapa diri kita, tetapi juga melibatkan proses mendalam dalam memahami nilai-nilai moral yang hakiki. Melalui refleksi diri yang jujur, seseorang dapat membedakan mana tindakan yang benar dan mana yang salah, serta mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan yang diambil terhadap diri sendiri maupun orang lain. Kejujuran berperan sebagai fondasi penting dalam membangun hubungan yang sehat dan harmonis, baik dalam lingkup pribadi maupun sosial. Seseorang yang jujur akan selalu berusaha untuk bersikap transparan dan bertanggung jawab atas setiap ucapannya, sehingga menciptakan rasa saling percaya dan membangun kredibilitas di mata orang lain. Lebih dari itu, kejujuran juga mencerminkan sikap rendah hati dan keberanian untuk menerima kenyataan, meskipun terkadang pahit atau tidak sesuai dengan harapan. 

Kemampuan mengendalikan hawa nafsu menjadi aspek krusial dalam menjaga kestabilan emosional dan moral seseorang. Hawa nafsu yang tidak terkontrol sering kali menjadi pemicu berbagai tindakan negatif, seperti keserakahan, ambisi yang berlebihan, atau perilaku egois yang hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa mempedulikan dampaknya bagi orang lain. Dengan memiliki pengendalian diri yang baik, seseorang mampu menahan diri dari godaan yang merugikan, tetap berpijak pada prinsip-prinsip kebenaran, dan tidak mudah tergoda oleh hal-hal yang bersifat duniawi.   Ajaran Ki Ageng Suryomentaram ini sangat relevan dalam konteks pencegahan korupsi. Korupsi pada dasarnya berakar dari hilangnya integritas, yang dipicu oleh lemahnya kesadaran diri, kurangnya kejujuran, dan ketidakmampuan mengendalikan hawa nafsu, terutama dalam hal keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah. Dengan menerapkan nilai-nilai yang diajarkan Ki Ageng Suryomentaram, seseorang akan memiliki benteng moral yang kuat, mampu menolak segala bentuk godaan korupsi, dan berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil, transparan, dan bebas dari praktik korupsi.

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan betapa pentingnya memiliki pemahaman diri yang jujur dan mendalam, termasuk mengenali perbedaan antara kebutuhan yang nyata dan keinginan yang sebenarnya tidak mendesak. Melalui proses introspeksi ini, seseorang diajak untuk melihat ke dalam diri sendiri dengan penuh kejujuran, tanpa tertipu oleh hawa nafsu atau godaan duniawi. Pemahaman semacam ini tidak hanya membantu seseorang menyadari apa yang benar-benar penting dalam hidup, tetapi juga menjadi landasan untuk melatih pengendalian diri dalam menghadapi berbagai godaan yang mungkin muncul. Dengan memiliki kesadaran diri yang kokoh, individu akan lebih mampu membangun benteng pertahanan diri yang kuat terhadap godaan untuk memperoleh sesuatu dengan cara yang tidak benar. Ia akan lebih bijaksana dalam menilai setiap situasi, tidak mudah tergoda untuk mengambil hal-hal yang bukan haknya, dan selalu berpegang pada prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran. Sikap ini sangat relevan dalam mencegah perilaku koruptif, karena korupsi sering kali bermula dari sikap serakah dan keinginan yang berlebihan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Lebih dari itu, kesadaran diri yang mendalam juga menumbuhkan rasa cukup dan menciptakan kepuasan batin yang tulus. Ketika seseorang merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, ia tidak lagi terobsesi untuk mengejar materi atau kedudukan dengan cara-cara yang melanggar nilai-nilai moral dan etika. Ia akan lebih menghargai setiap proses yang dilalui, meski harus menempuh jalan yang lebih panjang dan berliku, asalkan tetap berada di jalur yang benar. Dalam kehidupan sehari-hari, ajaran ini membentuk individu yang rendah hati, sabar, dan selalu bersyukur. Mereka tidak hanya mampu menjaga integritas diri sendiri, tetapi juga menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, ajaran Ki Ageng Suryomentaram tidak hanya membimbing seseorang untuk mencapai kebahagiaan pribadi, tetapi juga turut menciptakan masyarakat yang lebih jujur, adil, dan berintegritas tinggi. Prinsip sumeleh, yang berarti menerima dengan lapang dada dan tidak memiliki ambisi yang berlebihan, mengajarkan seseorang untuk menjalani hidup dengan penuh ketenangan dan keikhlasan. Prinsip ini mendorong individu untuk tidak terbebani oleh tekanan sosial atau tuntutan pribadi untuk selalu mengejar hal-hal yang berada di luar jangkauan atau yang sebenarnya bukan haknya. Dengan memiliki sikap sumeleh, seseorang belajar untuk tidak memaksakan diri dalam meraih sesuatu yang tidak sesuai dengan kemampuannya, sehingga terhindar dari stres, kecemasan, dan perilaku negatif dalam mencapai tujuannya.  Sikap sumeleh juga membentuk karakter yang lebih dewasa dan stabil. Individu yang mempraktikkan prinsip ini tidak mudah tergoda oleh gemerlapnya kekuasaan, harta benda, atau kedudukan yang ditawarkan oleh cara-cara yang tidak benar. Mereka mampu mempertahankan integritas diri dalam berbagai situasi, termasuk ketika dihadapkan pada godaan untuk melakukan penyimpangan demi keuntungan pribadi. Ketahanan mental dan spiritual yang dibangun melalui sikap sumeleh menjadikan seseorang lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dan lebih tenang dalam menghadapi segala bentuk tantangan hidup. 

Melalui kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, kita dapat membentuk pemimpin yang tidak hanya bermoral dan berintegritas, tetapi juga memiliki komitmen tinggi dalam mewujudkan bangsa yang adil dan sejahtera. Ajaran kebatinan ini menekankan pentingnya kesadaran diri, kejujuran, dan pengendalian hawa nafsu sebagai fondasi utama dalam membangun karakter pemimpin yang bijaksana. Seorang pemimpin yang memahami dirinya dengan jujur akan lebih mampu mengenali batas antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat, sehingga setiap keputusan yang diambilnya selalu berpijak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.  Pemimpin yang berlandaskan ajaran Ki Ageng Suryomentaram juga akan memiliki sikap sumeleh, yaitu kemampuan untuk menerima dengan ikhlas dan tidak berambisi secara berlebihan. Sikap ini mencegah pemimpin dari godaan untuk menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi, serta menjauhkan diri dari perilaku koruptif yang dapat merugikan masyarakat luas. Dengan sumeleh, seorang pemimpin mampu menjalani tugasnya dengan penuh ketenangan dan kebijaksanaan, tanpa terjebak dalam ambisi yang merusak atau tekanan untuk mencapai sesuatu di luar haknya. 

Dengan menerapkan prinsip-prinsip kebatinan ini, seorang pemimpin akan mampu menjadi teladan yang baik, tidak hanya dalam lingkup pemerintahan tetapi juga di tengah masyarakat. Ia akan memupuk kepercayaan publik melalui sikap jujur, adil, dan tegas dalam menegakkan hukum serta memastikan setiap kebijakan yang dibuat berlandaskan pada nilai-nilai moral dan etika yang luhur. Pemimpin yang terbentuk melalui ajaran Ki Ageng Suryomentaram akan berperan penting dalam menciptakan bangsa yang maju, harmonis, dan sejahtera, di mana setiap warganya merasakan keadilan dan kemakmuran secara merata.

Refrensi: 

https://historia.id/militer/articles/pasukan-jelata-ki-ageng-suryomentaram-vJyab

https://mojok.co/terminal/ki-ageng-suryomentaram-melawan-belanda-bersama-rakyat-jelata/#google_vignette

https://jatimtimes.com/baca/321315/20240923/111800/the-real-raja-jawa-kisah-ki-ageng-suryomentaram-pangeran-jawa-yang-memilih-jadi-rakyat-biasa

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun