Sudah lebih dari 10 tahun saya menjadi fans klub penghuni papan tengah Liga Inggris. Dari MU saya belajar banyak hal. Tepat 9 Agustus kemarin, klub ini lagi-lagi mengajarkan saya sebuah pelajaran berharga lewat pertandingan persahabatan melawan Fiorentina.
Tepat saat itu, 65 ribu pasang mata menyaksikan awal bab baru Manchester United. Benjamin Sesko, Matheus Cunha, Bryan Mbeumo dikenalkan kepada para Manchurians, sekaligus menjadi simbol harapan baru bagi kebangkitan Setan Merah. Di sisi lain, David De Gea kembali, bukan untuk bergabung bersama Bruno and gangs, namun untuk mengucapkan selamat tinggal. Satu momen menyambut masa depan, satu lagi menyisakan kenangan.
Jadi teringat kembali momen-momen masa kecil ketika melihat David De Gea sedang op opnya di bawah asuhan Sir Alex Ferguson. Saya masih jelas ingat bagaimana seringnya De Gea dikritik di awal kariernya, dianggap terlalu kurus, gampang kebobolan, bahkan disebut bukan kiper level MU. Tapi justru dari situlah ia bangkit. Dari kiper muda yang diragukan, berubah jadi tembok terakhir yang sering kali menyelamatkan muka Harry Maguire dan kawan-kawan.
Flashback ke momen-momen ikonik, siapa yang bisa lupa penyelamatannya lawan Chelsea, Arsenal, atau penyelamatan refleksnya lawan Everton yang bikin semua orang kagum. Sampai saya teringat satu momen di mana saat itu MU melawan Arsenal, dan De Gea berhasil melakukan 14 kali penyelamatan. Usai laga, ada seorang reporter yang melakukan wawancara dengan fans Arsenal, dan cuplikan itu sampai sekarang masih sering digunakan fans MU garis miring untuk mengenang jasa-jasa David De Gea. Ada juga masa di mana setiap kali MU main buruk, fans masih bisa bilang: "untung ada De Gea." Dia bukan cuma kiper, dia jadi simbol kesetiaan di saat klub ini jatuh bangun, dari masa keemasan Ferguson sampai masa kelam setelahnya.
Malam melawan Fiorentina itu akhirnya jadi panggung perpisahan. Rasanya campur aduk, kayak lagi nonton spiderman yang mana pemeran utamanya udah bukan Peter Parker lagi. Di satu sisi saya sebagai fans MU bangga bisa menyambut wajah baru seperti Sesko dan Cunha, tapi di sisi lain kita juga harus rela melepas kenangan indah bareng De Gea.
Dari sini saya belajar kalau sepak bola memang bukan cuma soal menang kalah. Sepak bola itu soal emosi, soal kenangan, dan soal perpisahan. Ia mengajarkan bahwa setiap perjalanan selalu ada akhirnya, tapi juga selalu ada awal baru yang menunggu.
Dan memang benar kata Najwa Shihab, "Pemain, pelatih datang silih berganti, pemilik dan investor itu juga pasti datang dan pergi, hanya supporter yang abadi."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI