Mohon tunggu...
Muhammad Nur Hasan
Muhammad Nur Hasan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Muhammad Nur Hasan Mahasiswa Hukum Tata Negara Fakultas Syariah di Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Menulis bagiku suatu kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran. Filsafat dan hukum menjadi genre keilmuan yang saya minati. Diskusi dan kajian adalah kegiatan yang menarik untuk mempertajam pola pikir kritis dan harus dilestarikan di lingkungan akademisi. Terus berproses dan mengembangkan kualitas intelektual menjadi fokus utama yang harus saya lakukan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebebasan Pers Sebagai Pilar Demokrasi di Tengah Dinamika Politik Nasional

19 Februari 2024   19:13 Diperbarui: 19 Februari 2024   19:16 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.gentaandalas.com/demokrasi-terkekang-kebebasan-pers-indonesia-terbelakang/

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menganut sistem pemerintahan demokrasi. Dalam sebuah negara demokrasi, kebebasan berbicara atau berpendapat menjadi hak setiap orang yang mulai dari lahir hak tersebut sudah dijamin oleh konstitusi. Negara demokrasi dapat dipahami sebagai negara yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi rakyat. 

Selain itu, Indonesia sebagai negara demokrasi menurut Jimly Asshiddiqie tidak dapat dipisahkan dari keberadaan pers. Hal tersebut dikarenakan pers menjadi pilar demokrasi keempat yang berperan penting dalam mewujudkan Indonesia menjadi negara yang demokratis. Maka dari itu, konstitusi sudah menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat yang tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945.   

 Pada masa orde baru, kebebasan pers dalam menghidupkan nilai demokrasi di Indonesia mengalami pembatasan dan pengekangan. Media yang melakukan kritik kepada pemerintah akan mendapatkan hukuman. Waktu itu dalam mekanisme penerbitan media massa diawasi melalui rezim SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Setelah orde baru, kebebasan pers mulai terlihat dengan dilahirkannya pasal 28 F Undang-Undang Dasar Tahun 1945 melalui perubahan kedua yang menyatakan “Setiap orang memiliki hak untuk bisa berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan ,menyampaikan informasi dengan mengungkapkan segala jenis saluran yang tersedia”. 

Selain dalam Pasal 28 F, kebebasan berpendapat juga diatur dalam Pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi “ Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Berawal dari amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pemerintah mengimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang bertujuan untuk menjamin dari aspek hukum bagi kebebasan pers.

 Kebebasan Pers dan integritas jurnalistik merupakan dua elemen yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia. Kebebasan pers dapat didefinisikan sebagai hak dan kewajiban media massa untuk menyampaikan informasi, pendapat, maupun kritik kepada publik tanpa adanya sensor, intervensi, atau tekanan dari pihak manapun. Kebebasan pers melingkupi kebebasan positif (bebas untuk) dan kebebasan negatif (bebas dari). 

Secara filosofis, Thomas Hobbes dan John Locke mengemukakan tentang konsep bebas, mereka menyebutkan bahwa bebas dapat diartikan suatu kondisi yang memungkinkan seseorang tidak dipaksa melakukan satu perbuatan. Selain itu Jean Jacques Rousseau dan Hegel mengatakan bahwa bebas dapat berarti kondisi yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu untuk mencapai apa yang diinginkan. Sedangkan, integritas jurnalistik adalah prinsip dan nilai yang harus dipegang teguh oleh para jurnalis dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional, independen, objektif, berimbang, akurat, dan bertanggung jawab.

 Demi menjaga kualitas suatu informasi untuk disajikan kepada masyarakat, kebebasan pers dan integritas jurnalistik sangat dibutuhkan. Dengan adanya informasi yang berkualitas, masyarakat dapat mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekitar mereka melalui media massa dan dapat membantu masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi, seperti pemilihan umum, pengawasan pemerintah, dan penyampaian aspirasi. Akan tetapi, kebebasan pers dan integritas jurnalistik seringkali mendapat sebuah tantangan dan ancaman dari berbagai pihak.    terutama dari dinamika politik nasional. Dinamika politik nasional adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam arena politik, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ideologi, kepentingan, konflik, koalisi, dan kompetisi.

 Mengutip dari detik news bahwa menurut Dewan Pers Sapto Anggoro mengatakan nilai indeks kebebasan pers mengalami penurunan, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, dan hukum. Sapto Anggoro juga mengatakan penurunan itu terjadi pada lingkungan fisik politik turun sebesar 5,90 poin, lingkungan ekonomi turun menjadi 6,74 poin, dan lingkungan hukum turun sebesar 6,70 poin.[6] Data tersebut menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam kebebasan pers di Indonesia. 

 Selain itu, adanya kasus intervensi dan ancaman pihak-pihak tertentu juga berpengaruh pada kebebasan pers di Indonesia. Mengutip dari kompas.id bahwa pada Pemilu tahun 2019 pers dijadikan sebagai kendaraan politik yang mengakibatkan informasi media menjadi kurang akurat dan tidak seimbang. Hal tersebut juga terjadi pada gejolak politik menyambut pesta demokrasi Pemilu 2024, dimana banyak media massa yang menjadi kendaraan politik oleh pihak-pihak tertentu untuk menaikkan citra di masyarakat. Selain itu, mengutip dari tempo.co bahwa pada 10 Agustus 2020 seorang pemimpin redaksi Banjarhits yaitu Diananta Putra Sumedi dikenai hukuman penjara 3 bulan 15 hari karena hasil karya jurnalistiknya yang mengangkat pembahasan seputar Tanah Dirampas Johnlin, Dayak Mengadu Ke Polda Kalsel. Dalam perkara tersebut, ia terjerat UU ITE. Dari beberapa contoh tersebut memperlihatkan bahwa kebebasan pers belum sepenuhnya bebas, masih adanya intervensi dari berbagai pihak mengakibatkan tata kelola perusahaan pers menjadi kurang baik. 

Akan tetapi, dengan adanya dinamika politik tersebut dapat berdampak positif maupun negatif bagi kebebasan pers dan integritas jurnalistik. Dampak positif dari dinamika politik nasional terhadap kebebasan pers dan integritas jurnalistik adalah dinamika politik nasional dapat menjadi sumber informasi yang menarik, aktual, dan relevan bagi masyarakat. Pers dapat memanfaatkan dinamika politik nasional sebagai bahan liputan, analisis, dan opini yang dapat meningkatkan minat dan partisipasi masyarakat dalam politik. Pers juga dapat menjadi mediator dan fasilitator dalam menyampaikan informasi politik yang beragam, berbeda, dan bahkan bertentangan. Kemudian, dinamika politik nasional dapat menjadi stimulus bagi pers untuk meningkatkan kualitas dan kapasitasnya. Pers dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan jurnalistiknya dalam menghadapi tantangan dan peluang yang ada dalam dinamika politik nasional. Pers juga dapat memperkuat solidaritas dan kerjasama antara media massa, organisasi pers, dan lembaga perlindungan pers dalam menjaga kebebasan dan integritasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun