Mohon tunggu...
Muhammad NurHasan
Muhammad NurHasan Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - promotor kesehatan

Pemerhati kebijakan publik dan kesehatan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Covid-19 dan Taraf Berpikir Masyarakat

23 Juni 2021   07:07 Diperbarui: 23 Juni 2021   08:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kasus covid-19 di Indonesia kembali naik. Menurut data covid19.go.id (20/6), kasus di Indonesia mencapai 1.989.909 kasus, dengan pertambahan kasus sebersar 17.737.

Memang persepsi masyarakat terhadap protokol kesehatan sebagai upaya untuk memutus rantai penularan covid-19 begitu beragam. Sebagian besar menilai, bahwa protokol kesehatan efektif untuk pencegahan infeksi covid-19 sebesar 89,7 % dengan tingkat kepatuhan 79,53% (BPS, 2020).

Namun, yang menjadi perhatian adalah 20,47% masyarakat tidak patuh protokol kesehatan atau jarang untuk melakukan prokes dan 10,3% masyarakat yang tidak meyakini bahwa prokes tidak efektif untuk mencegah infeksi covid-19. Sebab, meski pun sebagian besar masyarakat meyakini akan pentingnya protokol kesehatan dalam pemutusan rantai penularan covid-19, namun ada sebagian kecil yang yang tidak meyakini berpotensi sebagai penular covid-19. Padahal, menurut pakar biomolekuler, Ahmad Rusdan Utomo, tidak boleh ada satu pun orang yang meremehkan protokol kesehatan.

Jika kita sedikit mendalami apa sebabnya, memang sejak awal pandangan terhadap covid-19 begitu beragam. Ada yang tidak percaya, ada yang percaya dengan beragam alasan dibelakangnya. Ada yang mengangap itu hanyalah konspirasi, hanya rencana global untuk bisnis vaksin, dsb. Dari sekian banyak pemikiran, isu yang beredar di masyarakat, satu yang dapat disimpulkan, bahwa kita sedang berada dalam perang pemikiran (gawzul fikr). Informasi yang benar melawan informasi yang salah menganai covid-19. Untuk menentukan kemenangan, tingkat berpikir masyarakat sangatlah menentukan. Informasi mana yang akan dibenarkan, sehingga berpengaruh terhadap perilaku.

Menilik taraf berpikir masyarakat, jika menggunakan klasifikasi tingkat berpikir Ahmad Athiyat, dalam bukunya Jalan Baru Islam, yang mengklasifikasikan tingkat berpikir manusia menjadi berpikir dangkal, berpikir mendalam, dan berpikir cemerlang.

Berpikir dangkal artinya, cara berpikir manusia sekedar menjadikan fakta yang terindra sebagai hukum atau dalil bagi isu atau fakta itu sendiri. Misalnya, terkait keberadaan covid-19. Sebagian masyarakat menilai sesuatu hanya yang dapat di indra. Kalo sesuatu yang diindra itu tidak dapat dilihat, maka sesuatu itu tidak ada. 

Tidak heran jika ada masyarakat yang tidak meyakini adanya covid-19, karena secara kasat mata tidak dapat dilihat, yang katanya positif covid-19 pun dalam kondisi sehat atau tidak mengalami gejala apapun. 

Akibatnya, sebagian masyarakat tadi tidak taat protokol kesehatan, karena sejak awal sudah tidak percaya adanya covid-19. Hal itu didukung beragam isu miring yang bergulir di masyarakat terkait covid-19. Sedang masyarakat yang berpikir seperti ini (berpikir dangkal), cenderung menerima informasi sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hati, bukan mengoreksi terlebih dahulu kebenaran dari suatu informasi.

Berpikir mendalam artinya, manusia berpikir secara lebih dalam terkait fakta, lebih dari sekedar apa yang dia indra. Sebagaimana covid-19, tidak sekedar hanya apa yang dapat diindra secara langsung, namun orang yang berpikir secara mendalam, akan meneliti, atau mencari literasi dari sumber yang kredibel terkait virus tersebut. Sehingga, orang yang berpikir mendalam akan mendapatkan maklumat (informasi) yang lebih mendetail dan benar tentang covid-19. Sehingga, cenderung akan berperilaku secara linier sesuai kebenaran informasi yang dia dapatkan.

Berpikir cemerlang artinya, berpikir melebihi materi. Seseorang yang yang berpikir cemerlang, tidak sekedar memahami secara mendalam covid-19, namun senantiasa mengkaitkan apa yang didalaminya dengan sesuatu diluar materi itu sendiri, sesuatu yang ghaib, sang pencipta materi termasuk covid-19, yaitu Allah SWT. Sehingga perilaku atau sikapnya terhadap covid-19, senantiasa dihubungkan dengan keimanan serta perintah dan larangan Allah SWT. 

Jadi, orang yang berpikir cemerlang, akan memahami bahwa covid-19 adalah fakta yang benar adanya, yang merupakan ciptaan Allah SWT, sikap serta perilakunya terhadap covid-19 juga bukan sikap yang fatalis, menerima saja tanpa usaha yang bersifat kausalitas seperti hanya berdoa dan berbuat yang tiada korelasinya dengan qadar-nya covid-19, seperti dorongan untuk memakmurkan masjid dan banyak membaca Al-Quran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun