Mohon tunggu...
Muhammad mul
Muhammad mul Mohon Tunggu... Buruh - mahasiswa

pekerja yang nyambi kuliah lagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bhinneka Tunggal Ika dalam Perspektif Non Pribumi

23 Oktober 2019   13:59 Diperbarui: 23 Oktober 2019   15:15 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif Non Pribumi

Ada yang menarik pada Pameran Asal Usul Orang Indonesia (ASOI) yang diselenggarakan oleh historia bekerja sama dengan kementerian pendidikan dan kebudayaan, di Musium Nasional yang berlangsung pada tanggal 15 Oktober s.d 10 November 2019, pameran ini dimaksudkan untuk memberikan perspektif baru tentang siapa leluhur orang Indonesia, pameran ini menampilkan hasil tes DNA beberapa sukarelawan  semisal Najwa Shihab, Hasto Kristiyanto, Grace Natalie dan tokoh-tokoh lainnya. Pameran ini menampilkan peta penyebaran manusia di dunia dan Indonesia, serta sejarahnya manusia dari sudut pandang arkeologis dan antropologis. Pesan yang disampaikan dari pamaeran tersebut adalah " melalui tes DNA dalam proyek ini menunjukan keberagaman gen, dapat menjadi pengetahuan yang mencerahkan terkait permasalahan 'Pribumi dan 'Non Pribumi maupun sentiment ras, etnis, serta agama yang belakangan ini muncul kembali.

Hasto Kristiyanto selaku sekjen DPP PDI Perjuangan sebagai sukarelawan proyek DNA menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini membuktikan bahwa manusia Indonesia terbentuk dari pembauran multietnis sehingga tidak ada yang bisa mengklaim paling  pribumi/Indonesia . Selanjutnya makin mengukuhkan prinsip kebangsaan dan motto bhineka tungal ika sebagai realitas yang hidup, serta menjadi nilai dan kesadaran bahwa Indonesia adalah satu kesatuan bangsa yang berkesadaran dan berkehendak menyatukan diri dalam satu kesatuan wilayah.*
*http://historia.id/amp/sains/articles/tes-dna-buktikan-keragaman-manusia-indonesia-vx20x?_twitter_impression=true

Bukankah masalah 'Pribumi dan 'Non Pribumi adalah pengertian sosiologi antropologi bukan sekedar masalah genetika molecular berbasis hasil DNA. Konsep pribumi sangat erat kaitannya dengan kolonialisme, ketika bangsa penjajah datang  bukankah penduduk asli indonesia sudah ada, hakikatnya dalam konsep local penduduk pribumi adalah sekelompok manusia yang turun temurun selama ratusan tahun telah bermukim disuatu tempat. Bahkan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat (UNDRIP) telah disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada tanggal 13 September 2007 yang didukung 144 Negara.

Deklarasi ini mewakili perkembangan dinamis norma hukum internasional dan ini mencerminkan komitmen anggota PBB untuk bergerak dalam arah tertentu, PBB menggambarkan sebagai 'standar penting untuk perlakuan terhadap masyarakat adat yang niscaya akan menjadi alat yang signifikan untuk menghapuskan pelanggaran hak asasi manusia terhadap 370 juta masyarakat adat di dunia dan membantu mereka dalam memerangi diskriminasi dan marginalisasi.

Dampak pameran Asal usul orang Indonesia (ASOI) terjadi pengkaburan nilai-nilai sejarah  masyarakat asli/ pribumi Indonesia melalui analisis genetic molekoler yang hasilnya justru mencengankan sekaligus membingungkan strata kehidupan dimasyarakat. Pribumi merupakan keturunan penduduk awal dari suatu tempat, dan telah membangun kebudayaan ditempat tersebut dengan status asli sebagai keklompok etnis yang bukan pendatang Dari daerah lainnya sehingga kita mengenal etnis Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Papua dan lainnya

Hasil Pameran Asal Usul Orang Indonesia (ASOI) apabila tidak dikritisi  maka dampak selanjutnya akan terjadi pembenaran sejarah yang tidak berkeadilan sebagaimana yang terjadi terhadap penghancuran penduduk asli Amerika dan suku Aborigin di Australia. Istilah pribumi / bumi putera tidak terkait biologis lebih kepada istilah sosial politik. Istilah Pribumi sendiri muncul di era kolonial Hindia Belanda dimasa itu melalui undang undang colonial belanda pada tahun 1854 untuk menyamkn beragam kelompok penduduk asli di nusantara, tereutama untuk tujuan diskriminasi siosial.

Selama masa colonial, Belanda menanamkan sebuah rezim seregasi (pemisahn) rasial tiga tingkat ras kelas peertama adalah 'Europeanen (Eropa kulit putih) dan pribumi Kristen/Katolik semisal tentara KNIL dari ambon, Ras kedua dalah 'Vreemde Oosterling (Timur asing) yang meliputi orang Tionghoa, arab, India maupun non eropa lainya dan ras ketiga adalah 'Inlander yang kemudian diterjemahklan menjadi pribumi. Sistem iniu sangat mirip engn system politik di Afrika Selatan dibawah apartheid, yng melarang lingkungan antar ras ('wet van wijkenstelsel)dan interaksi anatar ras yang dibatasi oleh hukum'passenstelsel. Pribumi adalah inlander dan dulu ketika dimasa penjajahan adalah tingkatan kasta teredah bagi masyarakat ndonesia. Selanjutnya saya berharap acara tersebut bukanlah upaya pengabuan batasan pribumi dan on pri dari kategori sosial politik menjadi kategori biologis namun bermaksd politik.  

Masalah 'Pribumi dan 'Non Pribumi erat kaitannya terhadap bunyi Amandemen UUD pasal 6 ayat 1 yang mengatur syarat kewarganegaraan President dan wakil presiden yang berbunyi;
"Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendak sendiri, tidak pernah mernghianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden" yang menyebutkan bahwa president adalah orang Indonesia asli, hal ini dapat dimaklumi sebagai bentuk kekhawatiran pendiri bangsa memberikan peluang kepada orang asing memimpin negara, sebagai latar belakang munculnya frasa tersebut dalam UUD. Serta tidak adanya UU yang mengatur tentang kewarganegaraan pada saat awal kemerdekaan sehingga ada dikotomi antara Pribumi dan Non Pribumi.

Munculnya tokoh politik yang memiliki latar belakang berbagai macam etnis diduga menjadi latar belakang munculnya usulan untuk memasukan kembali kalimat 'Indonesia Asli ke dalam batang tubuh pasal 6 UUD 1945. sebagaimana usulan dalam Musyawarah Kerja PPP pada tanggal 3 Oktober 2016. Sehingga Menjadi polemik dimasyarakat sehingga timbul pemikiran yang ahistoris dan diskriminatif, dampak pencantuman kembali kata 'orang Indonesia asli dimaknai sebagai pribumi, maka warga negara Indonesia berketurunan Arab, China dan lain sebagainya meskipun dia warga negara Indonesia sejak kelahirannya maka tidak dapat menjadi presiden Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun