Pernahkah kita membayangkan bagaimana rasanya merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi? Tidak hanya pasien yang berjuang melawan suara-suara atau bayangan yang tak kasatmata, tetapi juga keluarga yang ikut menanggung beban psikologis, sosial, hingga stigma masyarakat.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh dosen di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang di Kabupaten Magelang, yang dimuat dalam Journal of Holistic Nursing Science, membuka tabir pengalaman keluarga dalam menghadapi situasi tersebut. Hasilnya cukup mengejutkan sekaligus menyentuh: ada air mata, tekanan, hingga makna hidup baru yang lahir dari proses merawat anggota keluarga dengan halusinasi.
Dari Stres hingga Temuan Makna Hidup
Lewat wawancara mendalam, peneliti menemukan empat tema besar yang dialami keluarga:
1. Respons Psikologis
Kecemasan, stres, bahkan rasa bersalah sering kali timbul. Bukan sedikit keluarga yang merasa "gagal" menjaga kesehatan mental orang terdekatnya.
2. Respons Kognitif
Keluarga berusaha memahami apa itu halusinasi, kapan timbul, dan bagaimana cara menghilangkannya. Namun keterbatasan pengetahuan membuat mereka kerap bingung menghadapi kondisi tersebut.
3. Hubungan Sosial
Di sini beban lain timbul: stigma masyarakat. Bukan jarang keluarga memilih menutup diri, bahkan menyembunyikan kondisi anggota keluarganya demi terhindar dari cibiran atau pandangan miring tetangga.
4. Makna Hidup
Meski berat, pengalaman ini justru membuat sebagian keluarga menemukan arti kesabaran, kekuatan, dan ikatan emosional yang lebih dalam. Dari penderitaan, lahir pemahaman baru tentang arti saling menjaga.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Hasil penelitian ini seharusnya menjadi bahan renungan bagi kita semua. Keluarga yang merawat anggota dengan gangguan jiwa membutuhkan dukungan nyata:
Edukasi tentang kesehatan mental agar mereka tidak merasa sendirian.
Lingkungan sosial yang lebih terbuka dan tidak mudah memberi label negatif.
Layanan kesehatan yang ramah bagi pasien sekaligus keluarga caregiver.
Gangguan jiwa adalah bukan aib. Dengan saling memahami dan mendukung, kita dapat membantu keluarga-keluarga tersebut melewati hari-hari yang sulit.
Penutup
Kisah dari Kabupaten Magelang ini hanya satu dari sekian banyak kisah yang mungkin juga terjadi di sekitar kita. Jangan biarkan keluarga yang merawat pasien halusinasi merasa sendirian di tengah beban yang mereka pikul.
Bagaimana menurut Anda, apakah sudah cukup masyarakat kita peduli pada keluarga yang memiliki anggota gangguan jiwa? Ataukah justru masih terjebak dalam stigma?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI