Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Motor Irit atau Dompet Menjerit? Strategi Menghemat Ongkos Transportasi Motor

10 Agustus 2025   16:02 Diperbarui: 10 Agustus 2025   16:02 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi para pekerja mengendarai sepeda motor (Sumber: antaranews.com)

Setiap pagi, jutaan pekerja di kota besar bergerak serentak menuju kantor, membentuk aliran lalu lintas yang padat dan berlapis-lapis. Di tengah pilihan moda transportasi yang beragam, sepeda motor menjadi primadona bagi banyak karyawan urban. Alasannya sederhana, motor lebih gesit, lebih fleksibel, dan seringkali lebih cepat dibanding mobil atau transportasi umum saat menghadapi kemacetan.

Namun, di balik kemudahan itu, ada satu variabel yang jarang dibicarakan secara serius, yaitu ongkos harian yang harus dikeluarkan. Untuk pekerja yang jarak kantornya sekitar 25 kilometer sekali jalan atau 50 kilometer pulang-pergi, biaya bahan bakar menjadi pos pengeluaran yang signifikan dalam anggaran bulanan.

Rata-rata, perjalanan 50 kilometer menggunakan motor bebek atau skuter matik memerlukan sekitar 3 liter bensin. Dengan harga bahan bakar Rp10.000 per liter, artinya setiap hari pekerja harus mengeluarkan Rp30.000 hanya untuk transportasi. Angka ini mungkin terlihat kecil jika dihitung per hari, namun akan terasa berat saat dikalkulasi bulanan.

Dalam sebulan kerja efektif sekitar 22--25 hari, total biaya bensin akan berkisar Rp900.000 hingga Rp1.000.000. Ini belum termasuk biaya servis rutin, penggantian oli, ban, atau risiko kerusakan akibat kondisi jalan yang tidak selalu mulus. Jika semua biaya perawatan dihitung, ongkos riil transportasi bisa meningkat 15--20 persen.

Dari perspektif ekonomi mikro, pengeluaran transportasi harian ini masuk kategori pengeluaran rutin tetap yang tidak bisa dihindari kecuali terjadi perubahan strategi mobilitas. Seorang pekerja dengan gaji Rp5 juta per bulan berarti menghabiskan sekitar 20 persen dari pendapatannya hanya untuk ongkos pulang-pergi kerja.

Efisiensi finansial bukan sekadar mengurangi biaya, tetapi memaksimalkan nilai setiap rupiah yang dikeluarkan. Bahkan perjalanan 50 KM pulang-pergi bisa jadi investasi waktu dan produktivitas jika dikelola dengan bijak.

Bagi masyarakat urban, angka 20 persen ini tergolong tinggi, mengingat standar kesehatan finansial menyarankan biaya transportasi ideal berada di kisaran 10--15 persen dari penghasilan bulanan. Jika tidak diatur, proporsi ini bisa menggerus kemampuan menabung atau memenuhi kebutuhan lain.

Di sinilah seni efisiensi finansial mulai berbicara. Beberapa pekerja memilih menekan biaya dengan mencari rekan untuk boncengan bergantian atau memanfaatkan jalur alternatif yang lebih pendek walau mungkin jalannya lebih sempit. Tujuannya jelas, yaitu menghemat liter bensin yang terbakar setiap hari.

Langkah lain yang banyak diambil adalah memilih motor dengan kapasitas mesin kecil namun irit bahan bakar, seperti 110--125 cc, yang dalam kondisi optimal bisa menempuh 40--50 kilometer per liter. Dengan begitu, kebutuhan harian mungkin turun dari 3 liter menjadi hanya 2 liter, yang berarti penghematan Rp300.000--Rp350.000 per bulan.

Selain itu, waktu berangkat dan pulang juga memengaruhi konsumsi bensin. Berkendara di luar jam sibuk akan mengurangi waktu terjebak macet, yang berarti lebih sedikit bahan bakar terbuang. Sayangnya, ini tidak selalu mungkin dilakukan karena kebijakan jam kerja yang ketat.

Jika dibandingkan dengan transportasi umum, seperti KRL atau TransJakarta, biaya motor memang cenderung lebih tinggi jika hanya melihat ongkos resmi. Namun, keunggulan motor terletak pada fleksibilitas waktu dan pintu ke pintu yang sulit ditandingi. Efisiensi di sini bukan hanya soal uang, tapi juga soal waktu dan energi.

Meski demikian, pekerja urban perlu memahami bahwa efisiensi finansial tidak selalu berarti memilih opsi termurah, melainkan yang memberi nilai terbaik (best value) bagi kebutuhan pribadi. Jika motor memungkinkan bekerja lebih produktif karena menghemat waktu, ongkos yang sedikit lebih tinggi mungkin masih bisa diterima.

Namun, strategi jangka panjang tetap harus mempertimbangkan diversifikasi moda transportasi. Misalnya, motor digunakan tiga hari dalam seminggu, sementara dua hari sisanya memanfaatkan transportasi umum atau remote working jika perusahaan mengizinkan. Pola ini bisa menghemat 20--30 persen ongkos bulanan.

Motor adalah senjata melawan macet, tapi pengeluaran bensin bisa jadi lawan tak terlihat. Kunci sukses pekerja urban adalah mengendalikan laju roda dan laju uang dengan perhitungan yang matang. 

Faktor lain yang sering diabaikan adalah biaya tak kasat mata, seperti risiko kesehatan akibat polusi atau kelelahan berkendara setiap hari. Dalam jangka panjang, ini juga bisa menimbulkan biaya kesehatan yang tidak kecil, sehingga perlu diantisipasi dengan perlindungan kesehatan dan asuransi yang memadai.

Bagi masyarakat pekerja di kota besar, kemampuan mengelola biaya transportasi adalah bagian dari kesehatan finansial yang tidak kalah penting dibanding pengelolaan cicilan atau tabungan. Disiplin mencatat pengeluaran, mengevaluasi rute, dan memelihara kendaraan secara berkala bisa menjadi kunci penghematan yang konsisten.

Pada akhirnya, sepeda motor tetap akan menjadi pilihan utama banyak pekerja urban selama kemacetan menjadi "penyakit kronis" kota besar. Namun, mereka yang mampu menghitung, mengefisienkan, dan mengelola ongkos harian dengan bijak akan memiliki daya tahan finansial lebih kuat, bahkan di tengah tekanan biaya hidup yang terus naik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun